Gintang Mahendra, hanyalah seorang pemain baru dalam industri home appliance, furniture dan interior. Sekalipun nama besar Mahendra Grup sudah mendunia, tetapi tak menjamin sama sekali kalau pewaris selanjutnya akan sebaik pendahulunya.
Ujian terus menghantui seorang CEO muda seperti Gintang. Ditengah menjamurnya bisnis serupa, Gintang dipaksa putar otak untuk terus berinovasi agar tidak tergerus perkembangan jaman.
Targetnya, dia harus berhasil menjalin kerjasama dengan proyek-proyek baru yang bernilai fantastis. Dan, tantangan itu semakin menuntut saat hampir satu tahun lebih menjabat, Gintang belum juga berhasil menandatangani sebuah proyek kerjasama baru.
Sampai suatu hari, Wisnu Kusuma - yang Gintang kenal sebagai kawan lama ayahnya - mengajukan sebuah kerjasama dalam mega proyek apartemen Kusuma Karya Konstruksi milik pria tersebut.
Kesempatan yang hanya datang kepada Mahendra Grup, tanpa ada saingan sama sekali itupun tak akan dia sia-siakan. Dengan begitu, maka tahun depan dapat dipastikan kalau dia tidak perlu melakukan banyak pencitraan di publik demi menjaga reputasi sebagai CEO muda.
Namun, saat Gintang merasa sebentar lagi dia akan melangkah lebih ringan, Reno dan warisan tambak lele dumbonya itu, mengacaukan segalanya. Pria itu tiba-tiba mengundurkan diri dan posisinya dengan cepat digantikan oleh seorang wanita panikan, agak sinting tapi ... berhati baik dan punya bahu yang nyaman.
"Oh Tuhan! Ngga boleh begini," bisik Mara sembari perlahan menyimpan cup kopi dan dokumen Bu Lina ke selipan di belakang jok mobil.
"Bisa gawat kalau Bu Dini lihat Pak Boss lagi semaput begini. Aku harus cepet bawa dia pergi. Bantal itu mana ... bantal?" Mara menarik sebuah bantal leher wangi laundry.
Perlahan-lahan Mara menegakkan posisi duduk tubuh Gintang yang berat itu. Susah payah tapi akhirnya dia berhasil juga. Kemudian dengan hati-hati Mara mengalungkan bantal ke leher Gintang. Juga sebagai antisipasi agar kepala bossnya tidak terantuk jendela kalau mobil melewati jalan berlubang.
Sesudah memastikan Gintang berada dalam posisi yang baik, Mara beringsut keluar pintu belakang menuju ke pintu pengemudi. Saat itulah dari kejauhan Dini yang berlari mencari keberadaan Gintang menangkap sosok Mara.
"Hei! Kamu! Kamu sekretaris Gintang, kan?! Tunggu dulu!" seru Dini mencegah Mara yang sudah membuka pintu depan mobil.
Mata wanita itu menampakkan tatapan menusuk penuh kemarahan karena ditinggal Gintang begitu saja.
"Gintang mana?!" tanya Dini dengan napas terengah, berhasil menyusul Mara.
"Maaf, bu. Saya harus buru-buru mengantarkan Pak Boss." Mara membungkuk permisi. Bagaimanapun juga dia harus menjaga reputasi Gintang sebagai CEO.
"Nganterin ke mana? Dia kenapa kabur pas kamu dateng? Makanan siang dia saja belum disentuh sama sekali." Dini mengeraskan suaranya. Dua tiga orang yang melintas tampak menengok ke arah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bantal, Kopi dan Teman Tidur
Romance[SUDAH TERBIT CETAK] "Sigap, cekatan dan sabar." Gintang Mahendra, seorang CEO muda yang tampan menyebutkan ketiga syarat itu sebagai pengganti sekretaris warisan ayahnya yang mengundurkan diri. Tergiur dengan syarat yang mudah, Tamara Lovanta melam...