WANITA KARIR

9.8K 1K 41
                                    

"Pak, saya sendiri saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pak, saya sendiri saja. Kalau sendiri nyampenya bisa lebih cepat. Suwer!" ucap Mara menaikkan dua jarinya. "Kalau bareng Pak Boss saya malah grogi."

Gintang tertawa kecil mendengar ucapan Mara. "Mikir apa? Kamu ikut saya tapi sebelumnya tolong angkatin peralatan kucing di bagasi mobil."

"Buat Rena?" Mara mengernyitkan dahinya.

"Iya Rena. Masa Mara? Kamu kucing apa orang?" tanya Gintang. "Nih kunci mobil. Pindahin semua yang di dalam bagasi. Ngga banyak kok."

Mara menerima kunci mobil Gintang yang kemarin sudah dia kemudikan. Tanpa firasat apapun dia membuka pintu bagasi mobil mewah Gintang.

Jreeeng!!!

Detik itu juga - andai Gintang bukan bossnya - dia sudah ingin melempar pria itu dengan piring. Dua karung makanan kucing masing-masing seberat sepuluh kilo. Sebuah kandang kucing besar yang bisa dilipat dan sekardus perintilan mainan kucing, tempat makan, shampo, vitamin.

Buset dah! Jadi begini rasanya sirik sama kucing? Besok-besok muncul berita; ditemukan hampir tertabrak, seekor kucing kuning belang kini resmi menjadi kucing sultan. Mara meringis.

"Bisa, Mara?!" seru Gintang dari depan warung makan. Tangan pria itu tampak memegang kotak bekal yang tadi Cempaka bilang punya Tiur.

"Jawab 'ngga bisa', entar dianggap ngga memenuhi syarat lamaran. Kalau 'bisa' jadi ketahuan deh kalau aku dulunya tukang angkut nasi box," gumam Mara.

"Mara!"

"Iya, Pak Boss! Iya!" sahut Mara. Tangannya meraih satu kardus paling kecil yang kelihatan paling ringan dengan isi yang paling tak berguna - menurut Mara.

"Oh Mara waktu kecil cengeng?" Gintang terkikik.

"Uuuhh, pak! Kalau dia sudah nangis ngga bisa berhenti. Makanya suka malu kalau ngajak dia ke mana-mana waktu kecil. Bener deh," ujar Cempaka.

Mara terdiam di ambang pintu. Matanya membulat. Menatap ibunya yang mencerocos asik dengan gaya khas ibu-ibu pengumbar aib anak sendiri. Duduk di dekat Cempaka, boss-nya itu malah terlihat menikmati obrolan sambil memangku Rena.

Hah? Bisa-bisanya Ibu Cempaka membawa Rena ke warung nasi?

Mara memicingkan mata ke arah ibunya. "Tadi pagi, siapa ya yang minta kucingnya masukin kamar aja?"

"Masukin kamar? Ahh ... itu kan maksudnya kalau ibu lagi masak, tolong ... pliiss ... kucingnya di kamar saja dulu. Kalau sudah selesai masak sih ya boleh main-main di sini. Ya Rena ... ya ..." Cempaka mangut-mangut ke arah Rena.

Mara mencibir Cempaka. Dasar penjilat! batinnya.

Kemudian beralih mencibir Rena yang melendoti perut Gintang. Enak ya, pus? Ishh ... tak patut!

"Bu, ini punya Rena. Nanti tolong bawa ke kamar ya." Mara meletakkan kardus di meja warung.

"Kerja ngga boleh setengah-setengah, Mara. Sana bawa ke atas," ucap Cempaka mesam-mesem menatap Gintang. "Ada boss loh ini ..."

Bantal, Kopi dan Teman TidurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang