Isak tangis Mara menyayat hati Gintang. Dia seolah bisa mendengar lagi rintih tangis ibunya saat menangisi dirinya yang koma dulu. Tragedi yang nyaris membuat motor 1000 cc - nya itu tak bertuan.
"Mara?! Gimana Rena?" tanya Gintang menyerbu Mara yang duduk dengan mata bengkak di salah satu kursi tunggu.
"Pak Boss ..." lirih Mara berdiri menyambut Gintang.
"Tolong kalau di luar kantor, panggil saja Gintang. Saya ngga mau orang mikir macem-macem kalau kamu panggil saya dengan sebutan 'Pak Boss'," bisik Gintang menyentuh kedua bahu Mara.
"Eeehh?" Mara menghapus ingus dengan ujung lengan jaketnya. "Rena pingsan, pak ..."
"Mara ... saya bilang apa tadi?" Gintang meremas bahu Mara lembut.
"Eenngg ... Rena pingsan, Gi - Gintang ..." ucap Mara ragu-ragu.
Gintang menarik senyum. "Apa kata dokter?" tanyanya.
"Kata dokter, Rena harus menginap satu malam di sini." Mata Mara kembali berembun. "Aku takut, tang ..."
"It's okay ... sini ..." Gintang merentangkan tangan memeluk Mara.
Tanpa diminta dua kali, Mara masuk ke rentangan tangan Gintang dan tersedu-sedu. Tangannya gemetar membalas pelukan pria itu. Tetapi sangat menikmati wangi parfum mahal Gintang.
Aku takut, Gintang. Takut kalau Rena sampe mati, aku bakalan dipecat. Mana tanggal gajian masih dua minggu lagi. Setidaknya kamu harus bayar kerugian Americano yang udah aku beliin tiap hari.
"Kita masuk yuk. Tanya dokter, Rena sakit apa ..." ucap Gintang mengusap pucuk kepala Mara dengan pipinya.
Makin lama Mara ngerasa kelakuan Gintang mirip Rena. Suka banget ngeduselin ubun-ubun Mara kalau dia lagi rebahan di kasur. Enak kali ya? Makhluk aneh!
Mara meringis saat Gintang meraih lengannya. Pria itu menariknya tepat dibagian yang tadi dia pakai mengelap ingus.
Iyuuuhh ... kenapa di situ sih? Abis ini kayaknya aku harus semprotin hand sanitizer ke telapak tangan dia.
"Kucing kami sakit apa ya, dok?" tanya Gintang. Dia agak merona saat mengucapkan kata 'kami'.
"Dugaan sementara keracunan. Tadi sudah diambil sample darah. Besok akan keluar hasilnya," papar dokter hewan setempat.
"Keracunan?" Gintang mengernyit. "Kenapa bi ... sa ..." desisnya pelan. Tak ingin membuat Mara merasa terpojok.
"Keracunan bisa macam-macam penyebabnya. Bisa dari tidak sengaja makan tanaman di luar rumah ..."
Mara menggeleng. "Dia selalu di dalam rumah, dok."
"Kalau gitu bisa jadi tidak sengaja meminum cairan pembersih?"
"No! Ibu Cempaka tidak mungkin seceroboh itu, dok. Lagian semua botol pembersih selalu ditaruh di lemari."
"Hewan lain juga bisa jadi pembawa racun. Misal, tikus ..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bantal, Kopi dan Teman Tidur
Romance[SUDAH TERBIT CETAK] "Sigap, cekatan dan sabar." Gintang Mahendra, seorang CEO muda yang tampan menyebutkan ketiga syarat itu sebagai pengganti sekretaris warisan ayahnya yang mengundurkan diri. Tergiur dengan syarat yang mudah, Tamara Lovanta melam...