Di siang yang cerah itu, para tamu undangan telah menyaksikan dengan khidmat, prosesi Gintang Mahendra melafazkan janjinya meminang Tamara Lovanta binti Lukman.
Tak lama setelah seruan 'sah' yang penuh kelegaan itu, dentingan piano klasik dimainkan begitu syahdu oleh seorang pianis wanita. Mengiringi kedatangan Mara yang sedari tadi menunggu di ruangan terpisah.
Mara berjalan anggun menyusuri karpet bertabur kelopak bunga mawar putih. Kakinya melangkah pasti menuju Gintang yang berdiri gagah menunggu dirinya. Sesekali Mara menolehkan kepalanya, tersenyum pada teman-teman kantor yang dia kenal dan juga kerabat dari orang tuanya.
"Kamu istri aku, Mara. Mulai sekarang panggil aku 'Mas Gintang'," bisik Gintang, lalu mencium kening Mara sembari menggenggam tangan wanita itu.
"Suami aku ..." sahut Mara tersipu malu. "Aku udah kayak tokoh dalam novel yang pernah aku baca - My boss, my adventure."
"Ha? Itu judul novel? Ngga salah? Kok terdengar kayak slogan iklan apa gitu, Mara?" tanya Gintang mengerutkan alis.
"Ngga salah kok. Karena kamu pernah jadi boss aku dan sekarang bersama kamu, aku akan memulai banyak petualangan hebat. Terlebih petualangan di atas ..." Mara berbisik menempelkan bibirnya ke telinga Gintang.
Wajah pria yang kini sudah bergelar suami itupun merah padam. Resep-resep yang diberikan ayahnya baru sampai tahap melamar wanita pujaannya. Belum berlanjut ke hal-hal lain yang lebih ... ehem ... intim.
"Mas Bro, once again! Congratulation ..." Gumarang mendaratkan bro hug pada tubuh kembarannya, saat pasangan pengantin baru itu berkeliling menghampiri tamu-tamu undangan.
"Thanks for always staying with me and feeling what I feel, mas. Kirain bakal kamu duluan yang nikah. Ternyata bercandaan kalian yang jadi kenyataan," ujar Gintang tertawa renyah.
"Yah, lika-liku percintaan ngga ada yang tahu, mas. Yang baru ketemu bisa aja langsung jodoh - kayak kamu. Yang udah pacaran lama malah belum tentu jodoh." Gumarang menarik napas berat.
"It's okay! Nanti juga ada jalannya. By the way, formasi kita kurang nih. Anak itu udah ngasih kabar belum sih? Setiap kali aku kirim chat nanya kabar pasti ngga pernah dibales. Tapi, giliran dia butuh sokongan dana, tiap menit kirim chat. Berengsek!" umpat Gintang melirik Mara yang tengah bercanda ria dengan Tiur dan teman-teman kampus mereka.
"Minggu lalu dia sempat balas chat aku. Katanya sih sudah pesan tiket pulang ke Indo. Abis itu aku ngga dapat kabar apa-apa lagi. Ayah juga keliatannya tenang-tenang aja. Apa dia udah dilupakan sama orang tua kita ya? Gara-gara kebanyakan bikin ulah?" ujar Gumarang meringis.
"Ah, masa segitunya sih? Gita juga ngga dikabarin?" tanya Gintang gusar.
Gumarang menggeleng. "Apalagi dia ... temen berantem dari jaman bocah begitu, chat-an saja kayaknya ngga pernah deh mereka."
"Perasaan aku ngga enak ..." desis Gintang.
"Jangan terlalu dipikirin, mas. Dia kan udah biasa timbul-tenggelam kayak begitu. Mending kamu gabung sama Mara. Temen-temen dia dari tadi udah ngelirik ke sini terus tuh. Mungkin pengen kenalan sama mantan ketua genk motor." Gumarang menyengir jahil.
Gintang tertawa kecil, lalu pandangannya tertuju pada ibunya yang sedang mengobrol akrab dengan Ibu Cempaka. Bagian itu juga tidak ada yang menyangka, kalau boss dan mantan karyawan akhirnya bisa berbesanan.
"Hai, ladies ..." Gintang menyapa teman-teman Mara dengan pesona tiada tara.
Pria itu juga tanpa malu melingkarkan tangannya di pinggang Mara. Membuat para wanita semakin meninggikan target dengan menjadikan Gintang sebagai standard jodoh idaman mereka.
Candaan-candaan ringan pun terlontar natural dari teman-teman Mara dan Tiur. Mara mendongak Gintang yang memeluknya dari belakang. Pria yang dulu dikenal Mara sebagai sosok dingin, galak dan kurang perhatian, sekarang malah tak berhenti tertawa menanggapi candaan para wanita - pengagum barunya itu.
"Hello, everybody!"
Gintang yang sedang seru-serunya tertawa menengok kilat mencari suara yang dia kenal. Segerombolan pria berdenim memasuki ballroom dan membawa spanduk besar bertuliskan, 'Selamat menempuh hidup baru, Gintang Mahendra! Dari kami yang pernah menggagahi jalanan bersama mu! Salam Kebut Benjut!'.
"Tiur lihat!" Mara menepuk-nepuk lengan Tiur. "Itu anak-anak genk motor yang suka kita tontonin dulu. Aku ngga bohong kan. Gintang itu ketua genk motor Kebut Benjut!"
"Tiur! Denger aku ngga sih?" tanya Mara.
"Santai, Mara!" sahut Tiur. "Kau bilang genk motor, aku jadi teringat satu cowok yang sempat ku tandai dulu. Barangkali saja dia belum merrit terus mana tau bapaknya punya tambang emas di Indonesia. Cocok lah!"
"Iddiihhh ..." Mara mencubit gemas Tiur.
Gintang masih mencari-cari suara yang tadi terdengar jelas, sebelum Kebut Benjut mencuri perhatian seluruh tamu undangan. Dia tidak mungkin salah dengar. Karena, di sudut lain, Gumarang juga seperti tersadar akan sesuatu.
"Test ... test ... check-one ... check-two ... check-one-two-three ... selamat siang semuanya?!"
"Mas Bungsu!" Gintang dan Gumarang berseru kompak dari posisi masing-masing.
"Gemi?!" Gita sontak berdiri, melupakan sepiring mac and cheese kesukaannya.
"Anak ibu?!" Mayang ikut berdiri, matanya membulat.
Sementara itu, Gilang hanya duduk santai menyilangkan kaki sembari mengunyah buah potong. Dia sudah tak heran dengan kelakuan absurd anak lelaki yang paling menduplikat sifat mudanya itu.
"Bungsu? Aku kira Gita yang paling bungsu?!" tanya Mara bingung.
"Maaf aku belum pernah cerita sama kamu, Mara. Kami sekeluarga sempat mengira dia hilang diculik alien London. Nanti aku kenalkan sama kamu ya ..."
----
Hai, readers!Mohon maaf, demi kepentingan penerbitan, maka sebagian isi novel Bantal, Kopi dan Teman Tidur akan dihapus dari wattpad!
Cerita lengkap Gintang dan Mara segera bisa dipeluk dalam bentuk novel cetak. 😊😊😊
Doakan awal tahun 2024 sudah bisa buat pengumuman open po ya. Salam Stoberi/Fredy_ GoldenBrown
KAMU SEDANG MEMBACA
Bantal, Kopi dan Teman Tidur
Romance[SUDAH TERBIT CETAK] "Sigap, cekatan dan sabar." Gintang Mahendra, seorang CEO muda yang tampan menyebutkan ketiga syarat itu sebagai pengganti sekretaris warisan ayahnya yang mengundurkan diri. Tergiur dengan syarat yang mudah, Tamara Lovanta melam...