BONUS EPISODE

9.6K 730 45
                                    

"Mara! Aku tanya terakhir kali ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mara! Aku tanya terakhir kali ya ..." ucap Tiur. Mata bundarnya menatap lurus Mara.

Setelah hari pernikahan yang meriah dan kembali pada kesibukan kantor yang tidak bisa ditunda. Akhirnya, Gintang dan Mara berhasil menentukan tanggal dan tujuan bulan madu mereka.

Maka, pagi itu Mara mendatangi Cempaka untuk pamit berbulan madu sekaligus menitipkan ibunya itu pada Tiur. Selama seminggu Tiur akan tinggal di ruko dan tidur di kamar Mara. Sebagai perantau yang sedang berhemat, Tiur tidak keberatan sama sekali dengan tawaran bisa makan nasi kuning gratis setiap hari itu.

"Yakin kau mau bawa kucing kuning itu ke Jepang?" tanya Tiur bersungguh-sungguh.

Mara mengangguk tersenyum. "Yakin, butet. Gintang sudah belikan tiket cargo supaya Rena bisa ikut jalan-jalan. Sudah medical check up dan dipasang chip. Baju-baju dia juga sudah dikemas satu koper sendiri. Bude tenang saja ya ..." kata Mara.

"Bude pula kau panggil aku! Namboru ..." ucap Tiur menepuk dadanya dua kali.

Cempaka keluar dari kamar dengan tubuh bugar dan wajah segar. Dengan predikat baru sebagai mertua CEO Mahendra Grup, kini Cempaka mulai mengenal bermacam-macam multivitamin dan skincare yang dijejali Mayang.

Perawatan di salon ternama pun tak lepas dari rutinitas Cempaka. Meski begitu, menjadi juru masak di warung nasi kecil itu tetaplah menjadi kesibukan utama yang tak akan pernah dia tinggalkan.

"Terbang jam berapa?" tanya Cempaka.

Rambut putih wanita itu juga sudah berubah kecoklatan. Persis warna rambut Mayang yang tergerai sepinggang.

"Ibu makin cantik saja ..." puji Mara.

"Ah, ini ... dipaksa Ibu Mayang ..." Cempaka tersipu sembari meraba-raba wajahnya.

"Jam tiga sore, tapi jam sebelas siang sudah harus tiba di bandara," ujar Mara.

"Gintang mana?" tanya Cempaka. "Kamu kalau mau ke mana-mana itu bilang Gintang dulu, Mara. Kamu ini sekarang sudah jadi istri. Suami kamu berhak tahu ke mana kamu pergi, dengan siapa dan ada keperluan apa. Biar dia kerja juga tenang, hatinya senang ..."

"... uangnya mengalir kencang," potong Tiur memancing cubitan Mara.

"Tiur ..." ucap Mara gemas.

"Aku ini to the point kalok ngomong," sahut Tiur mengusap-usap lengan yang dicubit Mara.

Bernostalgia dengan bawang dan cabai, Mara membantu Cempaka menyiapkan bahan-bahan masakan sembari menunggu Gintang. Pria yang kini sudah jadi suaminya itu masih ada pertemuan terakhir sebelum mereka terbang siang nanti.

"Selamat siang, bu ..."

Menantu tampan Cempaka berdiri di ambang pintu, sudah berpakaian kasual yang santai. Gintang membawa sebuah paper bag besar yang dia berikan sembari mencium tangan Cempaka.

"Ibu sudah pernah bilang, kalau ke sini tidak perlu bawa apa-apa. Datang ya datang saja. Ibu sudah terlalu banyak dikasih ini - itu sama Bu Mayang. Tidak enak kalau dikasih terus-terusan ..." ucap Cempaka tak enak hati.

"Oh, itu juga titipan ibu kok. Minyak herbal oleh-oleh dari rekan bisnis ayah di China. Kemarin datang melihat-lihat kebun hidroponik ayah."

Gintang beralih menatap Mara dengan seulas senyum dan mengusap lembut kepala istrinya. Mara memeluk pinggang Gintang dan menghirup aroma pria yang selalu dia rindukan itu.

"Kita berangkat sekarang? Koper sudah siap semua di mobil. Rena juga sudah masuk pet cargo," ujar Gintang mengusap pipi Mara.

"Rena pakai baju apa?" tanya Mara mendongak manja. Tatapan yang kini selalu menjadi peringatan dini bagi Gintang tentang sesuatu hal yang akan terjadi selanjutnya.

"Se ... sesuai perintah, warna baju Rena akan menyesuaikan warna baju kamu," sahut Gintang.

"Merah ya? Bagus ..." Mara berdiri dan mengecup sekilas bibir Gintang.

Tuh kan! Pria yang belum terbiasa dengan kecupan-kecupan spontan Mara itu, melirik canggung ke arah Tiur dan Cempaka yang pura-pura tak melihat.

"Bu, kami pergi dulu ya ..." ujar Mara memeluk erat ibunya.

"Hati-hati di jalan dan jaga kesehatan," pesan Cempaka mencium sayang kedua pipi Mara.

"Butet, pergi ya ... titip jaga ibu, butet."

"Iya! Pasti aku jaga, Mara. Eh, ngga lupa bawa pesanan kau yang waktu itu kan?" tanya Tiur. Mara terkikik mengangguk.

"Ah! Jenius memang kau kalau urusan begitu-begitu. Mana cocok kali sama negara tujuan kalian. Dah lah, pigih sana kau! Senang-senang ..." usir Tiur seraya menepuk kencang bokong Mara.

***

Hai, readers!

Mohon maaf, demi kepentingan penerbitan, maka sebagian isi novel Bantal, Kopi dan Teman Tidur akan dihapus dari wattpad!

Cerita lengkap Gintang dan Mara segera bisa dipeluk dalam bentuk novel cetak. 😊😊😊

Doakan awal tahun 2024 sudah bisa buat pengumuman open po ya. Salam Stoberi/Fredy_ GoldenBrown

Bantal, Kopi dan Teman TidurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang