APA KABAR, CINTA PERTAMA?

9.7K 945 33
                                    

"Americano double shot. Silahkan, Pak Boss." Mara menyodorkan paper cup kopi panas pesanan Gintang.

"Thanks, Mara." Gintang menghirup dalam aroma americano yang menguap dari celah paper cup dengan mata terpejam.

Oh Tuhan! Bolehkah aku simpan sendiri saja pemandangan ini? Lagi merem aja dia cakep banget, apalagi kalau lagi merem melek.

"Udah?" tanya Gintang.

"Hah? Emang kita abis ngapain? Kok udahan saja, pak?" Mara balas bertanya.

"Udah siap berangkat ke kantor? Kamu ngga niat ngabisin kopinya di sini kan?" tanya Gintang.

"Oh, kirain udah apaan. Udah, pak. Kita ke kantor sekarang. Kelamaan begini saya bisa dehidrasi. Panas ..." ucap Mara sambil memasang seatbelt dengan sebelah tangannya.

"Panas? AC mobil saya kurang dingin ya?" Gintang meraba AC mobil di dasbor tengah.

"Ah, bukan AC-nya yang panas, tapi ..." Mara menggulung bibirnya kuat-kuat.

Kamu yang panas, Pak Boss. Yaelaahh gitu aja ngga paham. Pantesan aja umur segini belom pernah kencan sama sekali. Abis lempeng banget kek jalan tol.

Perjalanan dari coffee shop menuju kantor Mahendra Grup sekitar lima belas menit. Mara yang sedang bebas dari tugas menyetir, menyedot kopinya pelan-pelan. Menguatkan hati untuk tidak gatal menoleh kepada Gintang yang tampak serius menyetir.

Agak canggung dengan suasana yang mendadak sunyi, Gintang menghidupkan radio mobil.

"Diduga cemburu, seorang sekretaris nekat membunuh boss-nya sendiri."

"Aduh!" Mara spontan mengaduh saat mendengar berita dari penyiar di radio.

"Akhir-akhir ini lagi banyak kasus antara atasan dan bawahan. Ngeri ya? Coba cari siaran yang lain saja, Mara. Musik pagi - mungkin ..."

Mara mengambil alih tombol radio serta mengingat channel radio yang biasa dia dengar bersama Tiur.

"Delapan puluh? Delapan lima? Delapan sembilan koma enam." Mara bergumam sambil memencet-mencet tombol radio.

Merasa lega saat intro sebuah lagu terdengar dari pengeras suara, Mara menggoyangkan kepalanya mengikuti irama lagu. Namun, gerakannya terhenti saat lirik pertama dinyanyikan.

"Setiap ada kamu ... mengapa jantungku ... berdetak lebih kencang ... seperti genderang mau perang ..." (ingin bercinta - dewa19)

Ya ampun, terlalu sesuai dengan suasana hati.

Buru-buru dia memencet lagi tombol radio. Terdengar suara seorang wanita bernyanyi centil, "mari semua dansa denganku ... dekap aku dan hanyutkanku ... dengan irama yang menggoda melepaskan hasrat dirimu ..." (mari bercinta - aura kasih)

Bantal, Kopi dan Teman TidurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang