Gintang terperajat. Mara membanting pintu cukup kencang di depan wajahnya. Dan bantingan pintu itu dalam sekejap membuat Gintang tersadar tentang perasaannya serta apa yang harus dia lakukan selanjutnya.
Perkataan Mara tentang Dini yang mengaku-ngaku sebagai calon istrinya, terngiang-ngiang di telinga Gintang. Mereka memang pernah dekat. Dadanya juga pernah berdesir saat Dini mencium pipinya dan mereka berpelukan.
Tapi, masa cuma begitu saja Dini sudah merasa sebagai pemilik dirinya? Calon istri? Gila! Berpikir ke arah sana saja Gintang belum pernah. Apalagi dengan wanita yang tiba-tiba datang lagi karena sebuah hubungan bisnis?
Gintang meraih ponsel yang tergeletak di meja kerjanya. "Selamat siang, Pak Wisnu. Apa bapak ada waktu siang ini? Saya perlu berbicara - hanya berdua. Terima kasih, pak."
Waktu menunjukkan pukul 14.00 ketika Gintang memarkirkan mobilnya di depan sebuah proyek perkantoran. Security mempersilahkan Gintang masuk ke dalam direksi keet - bangunan sementara yang difungsikan sebagai kantor atau tempat bersantai di area proyek.
Dari raut wajah pria yang siang itu masih mengenakan setelan golf-nya, terukir jelas kalau Wisnu sudah menebak maksud kedatangan Gintang. Tabiat keponakannya yang terlalu dimanja sejak kecil memang meresahkan.
"Saya pengusaha, kamu juga pengusaha. Kita sama-sama tahu kalau keuntungan itu yang paling utama dalam sebuah bisnis," ujar Wisnu sembari menyesap teh dengan santai.
"Harga produk Mahendra Grup terbilang tinggi, meski perlu diakui kalau kualitas kalian tetap nomor satu. Namun, tanpa permintaan khusus dari Dini, mustahil saya mau bekerja sama dengan kalian," tegas Wisnu.
Gintang menarik senyum di sudut bibirnya. Semenit lalu dia dengan berani meminta Wisnu mengganti penanggung jawab proyek apartemen. Karena dia tidak nyaman dengan perlakuan Dini yang menurutnya terlalu berlebihan.
Sebelum mengatakan itu kepada Wisnu, sepanjang perjalanan Gintang sudah memperkirakan resiko yang akan dia terima. Termasuk seluruh perkataan yang dilontarkan Wisnu barusan.
"Saya mengerti, pak. Dan seorang pengusaha yang berpengalaman tentu tahu cara mengurangi biaya kerusakan furniture yang terlihat sepele, namun berdampak besar terhadap popularitas apartemen," sahut Gintang menyatukan jemarinya di atas meja.
"Sebulan lalu saya dengar Apartemen Widuri rugi ratusan juta setelah didemo penghuninya, karena furniture yang mudah rusak dan dimakan rayap. Mengerikan ..."
"Ayah kamu juga pasti tak mau rugi kehilangan proyek dengan kontraktor besar," ujar Wisnu menyengir sinis.
"Salah satu kontraktor besar ..." Gintang menyipitkan mata. "Sebagai pemenang Golden Award Smart Home Appliances, kami tidak akan mungkin kekurangan klien."
"Dini bukan wanita yang bisa kamu sepelekan, Gintang. Dia mungkin manja dan kolokan. Tetapi, dia bisa menunjang bisnis kamu. Dia arsitek dengan pengalaman yang teruji. Dia pantas ..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bantal, Kopi dan Teman Tidur
Romance[SUDAH TERBIT CETAK] "Sigap, cekatan dan sabar." Gintang Mahendra, seorang CEO muda yang tampan menyebutkan ketiga syarat itu sebagai pengganti sekretaris warisan ayahnya yang mengundurkan diri. Tergiur dengan syarat yang mudah, Tamara Lovanta melam...