SEJENIS OBAT TIDUR

7.9K 879 42
                                    

"Itu, Mas?" Gumarang - kembaran Gintang yang berprofesi sebagai dosen, menggerling ke arah pintu yang tertutup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Itu, Mas?" Gumarang - kembaran Gintang yang berprofesi sebagai dosen, menggerling ke arah pintu yang tertutup.

Mara sudah meninggalkan ruang kerja Gintang dengan wajah memerah. Sekretaris Gintang itu pergi tanpa mengatakan apapun selain bergumam, 'kuatkan hamba' yang dia ucapkan sambil menunduk.

Gintang berjengit. "Itu apa sih?" tanyanya.

"Itu - Alprazolam, Lorazepam, Diazepam, Zolpidem, Temazepam ..." Gumarang mengabsen zat kimia yang terkandung dalam obat tidur.

"... sejenis obat tidur dalam wujud rambut panjang, pinggang ramping dan kaki jenjang," jelasnya.

"Akh!" Gintang menahan tawa.

"Kampus apa kabar, Gum? Eeemm ... reuni SMA Nusa Bangsa tahun ini ngga batal kayak tahun lalu kan?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.

"Emang mau dateng ke acara reuni? Tumben banget. Apa karena sekarang udah ada gandengan?" sindir Gumarang lagi.

"Hei, bro ... dia itu cuma ... yaahh ... sekre ... se ..." Gintang kesulitan melanjutkan kata-katanya.

"Sekretaris yang terlalu sulit diucapkan karena lebih pantas disebut 'pacar'? Come on, Mas Sulung! Kita udah dua puluh enam tahun. Ngga apa-apa kali ..." pancing Gumarang.

"Inget ngga bercandaan pas kumpul keluarga tahun lalu?! Dikarenakan uang pelangkah buat CEO Mahendra Grup ngga cukup sejuta - dua juta, ada baiknya kalau kamu yang nikah duluan dari pada anak ayah yang lain. Begitu kan, Mas Sulung?"

Gintang tertawa lepas. Sesuatu yang sudah lama tidak dia lakukan, namun sekarang terasa begitu mudah setiap kali memikirkan wanita yang entah sedang apa di seberang sana.

Oh, apa itu artinya dia sudah terbuka dan mengakui secara utuh perasaannya terhadap Mara? Sekretaris panikan yang tahu semua rahasia dia dan cukup bertenaga untuk menyeretnya ke dalam mobil - sendirian?

"Ngomong apa sih ini anak? Aku lapar ah. Belum sempet sarapan. Eh? Liat kotak bekal yang biasa ada di sini ngga?" Gintang menunjuk pojok kiri meja kerjanya.

"Oh, nasi kuning? Udah aku abisin. Enak tuh, mas. Kayak nasi kuning buatan ibu," ucap Gumarang tanpa rasa bersalah. "Seneng ya kalau tiap hari ada yang bawain sarapan. Aku juga mau kalau gitu."

Gintang menghela napas pendek. Susah kalau punya kembaran setara cenanyang.

***

Sore menjelang jam pulang kerja, Gintang terpaku menatap layar laptop. Dia mengatupkan bibir, mencermati barisan pesan yang dikirimkan Kusuma Karya Konstruksi ke email-nya.

Bantal, Kopi dan Teman TidurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang