"Pak, turunin saya di tikungan sebelum gedung kantor aja," ujar Mara melirik Gintang yang menyetir sembari tersenyum tipis.
"Ngga. Kamu turun bareng saya di lobby. Mobil saya nanti diparkirkan Pak Iyas," sahut Gintang menyebutkan nama seorang security yang bertugas jaga di depan lobby kantor.
"Ngga ... saya ngga mau ... ngga bisa ... saya ... anuu ... aduuh ..." Mara terdiam. Dia bingung sendiri dengan apa yang mau dikatakan.
"Anu apa? Aduh kenapa? Kalau ngomong yang jelas, Mara," ujar Gintang menahan tawa.
"Eeeng ... ngga tau lahh ... terserah bapak saja. Saya pusing ..." sahut Mara putus asa.
Yang terpikirkan oleh Mara saat ini yang penting dia bisa cepat tiba kantor dan mengerjakan tumpukan pekerjaan yang belum selesai. Itu saja dulu. Urusan lain-lain tentang Gintang dipikirkan nanti saja lagi sesudah semua kerjaannya beres.
"Kalau pusing nanti kita cari obatnya, Mara ..." Gintang melirik sekilas Mara yang cemberut.
Cemberut aja imut banget. Suka heran!
Sekitar dua ratus meter lagi mereka akan sampai di tikungan yang dimaksudkan Mara. Dari sana lobby kantor Mahendra Grup sudah terlihat. Meski tak terlalu jelas, tapi sepertinya Pak Iyas sudah bersiap menyambut kedatangan Gintang.
"Pak Iyas, tolong parkirkan mobil saya di tempat biasa," ujar Gintang menurunkan kaca jendela saat mobilnya berhenti di depan lobby.
"Siap laksanakan!" Pak Iyas memberi hormat seraya bergeser ke samping mobil Gintang.
"Saya ngga jadi turun di sini, pak ..." ujar Mara kehilangan nyali.
"Kenapa?" tanya Gintang.
"Saya takut nanti digossipin aneh-aneh sama karyawan lain. Nanti saya turun bareng Pak Iyas aja, pak ..."
Gintang menarik napas. "Oh, jadi kamu lebih suka digossipin sama Pak Iyas? Pria beristri, anak satu, kumis melintang kayak Gatot Kaca?" tatap Gintang mencebik.
Duh, bibir biasa aja, pak?! Iman dan imin bisa khilaf serempak kayak begini caranya.
"Bu - bukan gitu, pak. Tapi ini akan menyangkut reputasi bapak sebagai seorang pemimpin perusahaan - seorang CEO. Apa bapak ngga kehilangan harga diri kalau tiba-tiba beredar gossip kalau bapak pacaran sama sekretaris?" ujar Mara.
"Terus? Kalau saya ngga masalah dengan omongan semua orang, kamu mau apa? Mau nolak saya terus? Saya bakal tetep datengin semua tempat yang ada kamunya. Ruko, kedai kopi, taman komplek, laundry, warung nasi padang, semua tempat yang sering kamu datengin," papar Gintang kemudian melepaskan seatbelt Mara.
"Kita turun sekarang atau kita biarin aja semua mobil yang berhenti di lobby menunggu sampai kering?" ucapnya menoleh ke belakang dan tampak dua mobil lain yang sudah mengantri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bantal, Kopi dan Teman Tidur
Romance[SUDAH TERBIT CETAK] "Sigap, cekatan dan sabar." Gintang Mahendra, seorang CEO muda yang tampan menyebutkan ketiga syarat itu sebagai pengganti sekretaris warisan ayahnya yang mengundurkan diri. Tergiur dengan syarat yang mudah, Tamara Lovanta melam...