GELISAH

6.1K 792 37
                                    

Dini tak sedikitpun melonggarkan tangannya dari lengan Gintang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dini tak sedikitpun melonggarkan tangannya dari lengan Gintang. Wanita muda itu terus saja bergelendot manja seolah sengaja memancing jempol-jempol nakal bergossip tentang mereka di grup chat karyawan.

"Tang, mobil aku sebelah sana ..." Dini menunjuk Mercedes Benz S-Class miliaran rupiah yang terparkir di area khusus tamu.

"Supirnya masih Pak Kardi yang dulu anter jemput aku ke sekolah. Yang bestian sama supir kalian - Pak Budiman. Apa kabar Pak Budiman, tang?" tanya Dini sebelah tangannya mengusap lengan Gintang.

"Pak Budiman dan Mbak Tini ikut bercocok tanam sama ayah ibu di kampung," jawab Gintang.

"Bercocok tanam? Mantan CEO Mahendra Grup sekarang malah sibuk bercocok tanam? Kenapa ayah kamu ngga melebarkan bisnis home appliance ke negara lain aja?" Dini mengernyitkan dahi seolah dia yang paling tahu segalanya.

"Kata ayah, dia mau menghabiskan masa tua dengan menikmati pemandangan daun-daun muda. Urusan perusahaan semuanya dia pasrahkan sama aku," papar Gintang saat mereka sudah tiba di samping mobil Dini.

"Ini kita mau naik mobil atau gandengan terus begini sampai resto?" tanya Gintang melirik tangan Dini yang masih memeluk erat lengannya.

"Oh, maaf. Aku keasikan denger kamu cerita," sahut Dini sesudah memastikan dua karyawan yang barusan melintas, me-notice kedekatannya dengan CEO mereka.

"Aku duduk di samping Pak Kardi saja." Gintang maju selangkah menuju pintu mobil depan.

"Eh, jangan. Kamu duduk di sebelah aku saja. Biar ngobrolnya enak. Aku kan kepengen denger cerita dari temen yang lulusan Harvard," ujar Dini menarik tangan Gintang masuk ke mobil.

Bilangnya ingin mendengar cerita Gintang. Tetapi sepanjang jalan Dini terus saja bermonolog tentang dirinya sendiri. Tentang Singapore, prestasinya sebagai seorang arsitek muda yang diceritakan dengan ponggah hingga pengalaman mencicipi makanan di seluruh dunia.

Yang sejujurnya, Gintang tidak terlalu peduli dengan itu semua. Karena faktanya, dia sudah pernah bertemu wanita-wanita lain yang lebih hebat dan mandiri melebihi Dini.

Tiba-tiba dia jadi teringat Mara yang mungkin sedang berpusing ria dengan tumpukan dokumen di mejanya. Tanpa sadar dia tersenyum membayangkan raut wajah sekretarisnya itu.

"Dari seluruh makanan enak di dunia, aku paling suka makanan Jepang dan Italia. Pas banget Mita buka resto Italia. Sekalian aja kita reunian. Tang, kamu dengerin aku ngga sih?" tanya Dini curiga.

"Oh, denger ... denger ..." Gintang mengerjapkan matanya.

Entah cerita Dini yang terlalu membosankan atau dia yang terlalu lelah, Gintang merasa kepalanya mulai berat. Gintang menarik napas perlahan berupaya mengenyahkan kantuk yang menyerang.

Oh, tidak!

Gintang lekas mengeluarkan ponselnya. Sementara Dini masih terus nyerocos tentang katsu, ramen, pasta, risotto dan apalah itu.

Bantal, Kopi dan Teman TidurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang