49. SDA

55 24 9
                                    

“Biarin itu berlalu, dan saatnya kita mulai hidup yang baru”
– Semesta Ryan Alveno

Happy Reading




Happy Reading•••••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Eugh ...”

Lentik mata ini terbuka. Pikiran yang ia tuju sekarang, adalah sang Papa. Posisi tubuh kini diubah menjadi duduk. Kakinya mulai kembali ingin melangkah, namun cekelan tangan membuat cewek ini kembali ke tempat semula.

“APA YANG KAKAK LAKUKAN! ALAM INGIN MENEMUI PAPA SEKARANG!” sentaknya memasang raut marah.

“Ikhlaskan Papa Dek, Papa udah di tempat berbeda dari kita.” sendu Candra merasa iba dengan sang Adik.

Deraian air mata begitu saja mengalir membasahi pipi. Kedua pipi cewek ini sudah basah kembali seiring buliran bening jatuh begitu saja. Mata serta hidungnya kembali memerah.

Candra merengkuh tubuh sang Adik. Memberikan kekuatan, agar tegar menjalani ini semua. Surai rambut sang Adik, Candra sisipkan dibelakang telinga.

Usapan lembut punggung itu ia curahkan pada cewek ini. “Kamu wanita hebat, kaya Mama. Seorang wanita hebat gak boleh nangis seperti ini. Kasian Mama dan Papa liat kamu kaya gini sekarang. Pasti mereka ikut sedih karena melihat kamu kaya gini.”

Candra melepas pelukannya, jemari tangannya mengusap air mata yang terus menerus keluar dari kelopak mata sang Adik. Anggukan kecil sembari tersenyum manis–– memberi dukungan kepada cewek ini, agar bangkit kembali tidak menyalahkan dirinya terus menerus. Akibat kematian sang Papa.

Alam tersenyum samar menatap sang Kakak yakin. “Iya! Alam wanita kuat kaya Mama!”

“Alam gak boleh cengeng terus menerus!  Alam sebentar lagi dewasa, jadi Alam harus kuat!” ucapnya antusias. Kembali bersemangat.

“Nah gitu, itu baru Adiknya Kak Candra.” balas Candra mengelus surai rambut sang Adik.

☃️☃️☃️☃️☃️

Hari-hari telah berlalu. Tepat 2 bulan sudah kepergian sang Papa meninggal Alam disini. Mengikhlaskan kepergiannya sudah Alam terima. Menghitung beberapa bulan lagi, cewek ini sudah akan berpindah kelas.

Dirinya masih bimbang ingin memilih jurusan apa di SMA ini. “Setelah di pikir-pikir, kayaknya gue bakal ambil ips deh,” ucapnya masih bingung. Pilihan mana yang ingin ia tuju.

“Kenapa gak ipa?” tanya Sandra.

“Lo tau sendirilah, gue gak suka ngitung.” balasnya menenggelamkan kepala di tumpuan tangan.

“Iya juga sih. Gue juga masih bingung, mau pilih yang mana.” tukas Sandra ikut bingung.

“Masuk ips aja,” suara bariton cowok itu membuat kedua cewek ini menoleh.

SEMESTA DAN ALAM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang