Tak ….
"Aduh … kepala Gue." Aline mendongak melihat siapa yang baru saja memukul kepalanya. Seorang pemuda dengan motor sportnya menatap Aline sambil tersenyum mengejek.
"Buruan! Bentar lagi gerbang tutup loh," teriaknya kemudian melajukan motornya memasuki gerbang sekolah yang hampir tertutup itu.
Aline mengelus dada dengan sabar kemudian menarik nafas. "Awas Lo, Erlan," desisnya kemudian berlari sekuat tenaga menyusul Erlangga.
"Ayo semuanya, tolong langkahnya dipercepat!" perintah Erlangga sambil memegang mic di tangan kirinya. Mata hazelnya kini beralih mengamati langkah seorang gadis yang kini tengah melangkah dengan lesu menuju barisan.
"Itu mata sipit, iya Lo," tunjuknya pada Aline, membuat mata gadis itu seketika melotot karena hampir semua tatapan para murid mengarah padanya sehingga gadis itu harus menahan malu karena julukan yang Erlangga lontarkan padanya.
"Buruan baris!" ucapnya lagi membuat Aline menghentakkan kakinya dengan kesal kemudian berjalan dengan cepat menuju barisan.
Erlangga akhirnya tersenyum puas melihat wajah kesal Aline yang merupakan sahabat kesayangannya itu.
Setelah semua siswa berbaris dengan rapi, Erlangga pun mempersilahkan guru piket untuk memberikan arahan apel pagi bagi seluruh siswa. Sedangkan pria itu kembali menjalankan tugasnya bersama beberapa anggota osis untuk menahan siswa-siswi yang terlambat di luar gerbang.
Setelah mendengarkan arahan panjang lebar dari guru piket, Aline memasuki kelasnya dengan wajah ditekuk. Ia melipat kedua tangan di atas meja kemudian menelungkupkan kepalanya, hingga beberapa detik kemudian ia pun akhirnya tertidur.
Seorang wanita muda memasuki kelas sambil menenteng beberapa buku besar di tangan kanannya. Dia adalah ibu Ermawati, perempuan berkaca mata yang merupakan guru bahasa inggris di sekolah SMA Merdeka Bersama.
"Aline kenapa tidur di kelas?" teriak ibu Ermawati namun orang yang di teriaki tidak terusik sedikitpun membuat ibu Ermawati menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Lin, Aline," bisik Luci mencoba membangunkan Aline dari belakang kursi gadis itu, namun lagi-lagi Aline sama sekali tidak terusik.
"Sorry Lin, bukan salah Gue ya. Gue udah bangunin tapi kayaknya telinga Lo sudah padat sama batu karang warna kuning," ujarnya kesal.
Brakkk
"Berisik bang … eh, Bu Erma." Aline cengengesan tanpa dosa menatap wajah merah padam bu Ermawati yang kini sudah berdiri di sebelah kursinya sambil memegang satu buku besar yang digunakan untuk menggebrak meja tempat Aline tertidur.
Aline mengelus dada karena terkejut lalu menundukkan kepalanya bersiap menerima ocehan pedas sang guru.
"Kamu begadang 'kan?" tanya bu Ermawati dengan tatapan nyalang.
Aline hanya menggeleng pelan sebagai balasan tanpa berani menatap wajah yang kini tampak lebih menyeramkan dari biasanya.
"Tatap Saya, Aline!"
Mendengar suara itu, Aline langsung mendongak dengan wajah gugup.
"Jawab!" tegas bu Ermawati dengan lantang.
"I … iya, Bu," jawabnya gugup.
"Begadang kenapa?" tanyanya lagi.
"Ceritanya panjang, Bu."
"Saya suruh Kamu cerita!"
"Ibu serius?"
"Menurut Kamu?" Bukannya menjawab, ibu Ermawati malah bertanya balik membuat Aline bungkam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Couple (Erlangga Dan Aline)
Teen FictionMenjalin persahabatan dengan sesama perempuan memang sangat mungkin. Namun apa jadinya jika yang bersahabat adalah laki-laki dan perempuan? Erlangga dan Aline, dua orang sahabat yang masing-masing memiliki prinsip untuk tidak pernah mencintai satu s...