"Ken, Lihat tuh si Aslan! Kayanya dia pusing banget deh lihat nilainya," ujar Peter menatap prihatin.
"Iya yah, Pit." Ia menatap lembar jawaban nya kemudian menghela nafas.
"Lebih baik kita hibur si Aslan, Pit! Kasihan kayaknya dia dapat nilai rendah."
"Iya juga ya. Ayo!"
"Bro, yang sabar ya!"
Aslan terlonjak saat tangan Kenzi mengelus punggungnya.
Ia mendongak menatap kedua temannya yang tampak memasang wajah prihatin.
"Kalian apa-apaan sih?"
"Kita turut prihatin sama nilai Lo. Lo yang sabar ya! Masalah nilai itu gak penting, yang terutama adalah Lo udah berusaha sekuat tenaga."
"Iya, Slan!" timpal Peter.
"Emang berapa nilai Lo?" ucapnya kemudian menarik lembar jawaban Aslan.
"Astaga!!!" Kenzi menutup mulut tak percaya.
"Kenapa, Ken?" tanya Peter penasaran.
Kenzi membandingkan nilai ujiannya dengan Aslan dan langsung melongo di tempat, membuat Peter tambah bingung, dan langsung merampas lembar jawaban Aslan dari tangannya.
"Astaga!!!"
Kenzi dan Peter saling tatap kemudian tertawa cekikikan membuat seisi kelas menatap heran.
"Lo berdua kenapa?" tanya Erlangga menoleh pada Kenzi dan Peter dengan heran.
"Kurang ajar Lo, Slan. Gue kira sad, ternyata sesat. Gak ngotak emang Lo, hahahaha, astaga tolong, Gue mau gila," teriaknya sambil menutupi wajah menggunakan lembar jawabannya.
"Keterlaluan kalian berdua. Malah ketawa lagi. Lo berdua lagi ledekin nilai Gue?"
Plak
"Sakit woy."
"Sadar Lo! Lo lihat nih nilai kami berdua!" ucapnya sambil menyodorkan lembar soalnya.
"Niat prihatin malah permalukan diri sendiri. Buka mata Lo! Ahhh, buat malu Lo, Slan. Buka mata Lo lebar-lebar! Nilai Lo rata-rata 80, 90 sedangkan Gue, 70, 85." Kenzi memijat keningnya kemudian tertawa layaknya orang hilang akal.
"Hahahha …, Lo jelasin deh, Pit! Cape Gue ketawa mulu. Nih gara-gara si Aslan nih. Kurang asem memang."
***
Aline keluar dari minimarket dengan senyum yang tidak pernah pudar dari bibirnya. Ia menatap coklat di tangannya lalu memeluknya erat.
Saat sedang asyiknya bergelut dengan pikirannya, tiba-tiba saja suara petir menggelegar dan tak lama kemudian hujan mulai turun deras membuat tubuh Aline basah kuyup di tepi jalàn.
Ia memasukkan kembali coklat di tangannya ke dalam plastik dan berlari mencari tempat berteduh.
"Sial banget sih. Tau gini Gue bawa payung," gerutunya sambil menatap air hujan yang semakin deras.
"Kak, sekarang sudah jam berapa ya?" tanyanya pada seorang wanita yang juga baru keluar dari dalam minimarket.
Terlihat wanita itu sedang menatap jam di tangannya kemudian menatap Aline lagi.
"Jam 9, Dek."
"Oh makasih, Kak."
"Sama-sama."
"Sudah hampir larut, gimana dong? Mana besok harus sekolah lagi."
Ia menatap plastik di tangannya kemudian menghela nafas.
"Kalau di kira-kira, jarak dari sini ke rumah 500 meter. Berarti masih lumayan bisa di jangkaulah kalau Gue lari. Tapi masalahnya nanti Gue basah dong."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Couple (Erlangga Dan Aline)
Teen FictionMenjalin persahabatan dengan sesama perempuan memang sangat mungkin. Namun apa jadinya jika yang bersahabat adalah laki-laki dan perempuan? Erlangga dan Aline, dua orang sahabat yang masing-masing memiliki prinsip untuk tidak pernah mencintai satu s...