Chapter Twenty Eight : Result

2.3K 62 5
                                    


Di sebuah restorant mewah terdapat dua orang perempuan yang duduk berhadapan dengan canggung dan hening. Tidak ada salah satu dari keduanya yang membuka pembicaraan. Entah apa yang sedang mereka pikirkan sekarang.

"Qil."

"Van."

Vanya dan Shaqila saling bertatapan. Shaqila tersenyum sementara Vanya mengalihkan tatapannya dengan canggung.

"Gue minta maaf, Vanya. Gue gak selingkuh sama Adrian dan nusuk lo dari belakang, nggak. Hal itu bener-bener kecelakaan. Sepertinya gue dijebak sama seseorang saat malam itu."Ujar Shaqila.

"Jelasin sama gue, kenapa lo bisa nyimpulin kalau lo dijebak sama seseorang."

"Saat itu gue kebelet banget pengen buang air kecil, akhirnya gue masuk ke dalam hotel gue gak tau letak toiletnya dimana. Saat gue berpapasan sama cowok, gue tanya toiletnya ada dimana dan dia nunjuk sebuah ruangan. Gue sama sekali gak nyadar ada seseorang di kamar itu karna gue kebelet banget, akhirnya hal itu terjadi."Ujar Shaqila menjelaskan.

"Dan saat itu Adrian mabuk, gue udah berusaha buat kabur tapi gak bisa. Tenaga Adrian jauh lebih besar dari gue. Maaf Vanya."

Vanya menghela nafasnya,"Gue juga minta maaf atas sikap gue sama lo. Gue egois dan kasar sama lo."

"Nggak Van. Gue ngerti kenapa lo bersikap seperti itu sama gue. Wajar Van, lo pacarnya Adrian."

Vanya tersenyum kecut,"Sekarang udah nggak. Gue bukan pacarnya Adrian lagi."

"Vanya.."

"Kalau memang lo masih cinta sama Adrian, gue bakal mundur kok. Lo tenang aja, nanti setelah gue melahirkan gue akan cerai sama Adrian. Kalau Adrian bisa buat lo bahagia, gue rela Van. Karna lo yang lebih pantas bersama Adrian."Ujar Shaqila.

Vanya menatap Shaqila dengan tatapan sulit diartikan,"Lo serius?"

Shaqila mengangguk yakin.

"Sebaiknya lo jangan lakuin hal itu. Gue udah bertekad untuk move on dan merelakan Adrian. Karena dari awal memang Adrian udah ditakdirkan buat lo, dia maunya sama lo, Shaqila."

"Gak Van. Kalau emang dengan gue pisah sama Adrian bisa buat persahabatan kita bisa utuh lagi gue bakal lakuin itu. Emangnya lo pengen hubungan kita kayak gini terus?"

Vanya menghela nafasnya. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan Shaqila. Kenapa dia masih saja memikirkan tentang persahabatan mereka sampai akan bercerai dengan Adrian. Padahal Shaqila sedang hamil, dan pasti anaknya itu butuh sosok ayahnya.

"Qil, lo dengerin gue baik-baik. Gue gak apa-apa. Lo harus sama Adrian, jangan bercerai. Rawat anak kalian dengan baik. Lo bisa kan nurutin permintaan gue kali ini?"Ujar Vanya serius.

"Tapi Van.."

"Gue udah maafin lo sama Adrian. Gue udah ikhlas sama apa yang terjadi. So, jangan buat gue menyesal karena udah merelakan Adrian buat lo. Adrian cinta sama lo, Qil. Kalian harus bahagia."Ujar Vanya kembali diakhiri senyuman manisnya.

Shaqila terharu. Kedua matanya berkaca-kaca. Shaqila bangkit berdiri mendekati Vanya lalu memeluknya. Vanya membalas pelukan Shaqila dengan tersenyum, rasanya perasaannya sekarang sudah sangat lega.

"Qil udah jangan nangis lagi. Malu tau diliatin orang-orang."Kata Vanya sambil menatap sekeliling area restorant tersebut yang menatap mereka berdua dengan tatapan bingung.

"Biarin aja. Gue gak peduli. Gue kangen banget sama lo, Vanya. Makasih ya karna lo masih mau sahabatan sama gue lagi."

"Lo tau gak Qil? Bersahabat sama lo itu salah satu hal yang sangat berharga bagi gue. Maafin sikap gue sebelumnya sama lo, saat itu gue terlalu dibutakan sama rasa cinta gue ke Adrian."

SHAQILA [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang