Bingkisan cahaya datang dari angkasa, menerangi bumi Fal Telin dari gelapnya malam. Dinding putih berkilau, terpaan angin dari utara, dan suara tertawaan, semuanya abadi di tanah suci ini. Meratapi hilangnya masa lalu yang indah, orang-orang mulai membuat rumah terakhir bagi para Arkyn yang malang untuk dikenang selama-lamanya.
Stupa indah bertabur karangan bunga dipersembahkan untuk mereka, saudara-saudara para Bataar-Khan yang belum pernah ditemui.
Untuk pertama kalinya Gekutai merasa sangat kehilangan, meski ia belum pernah sekalipun bertemu saudara-saudara jauhnya. Dan untuk memberi penghormatan, iapun memberikan pedang kesayangannya untuk disimpan didalam stupa itu.
"Beristirahatlah saudara-saudaraku. Semoga Ikarad menerangi jalan kalian ke Alaxon."
Sedangkan didalam Fal Telin, Schamil dan Arkyn lainnya hanya bisa terdiam menatap keluar jendela besar. Dari arah gorden merah berlukis bunga, Igor digendong oleh kedua putranya dan diistirahatkan disebuah kursi yang menghadap perapian.
Tidak ada percakapan diantara mereka, sunyi didalam kehangatan, sampai Abbas pergi pamit untuk sibuk dengan urusannya.
Tinggal Erik sendiri, bersama sang ayah yang ia rindukan selama ini. Disana Igor mulai berkata, "Tidak seperti yang terjadi kepada keluarga kastil ini. Arkyn musnah oleh darah dagingnya sendiri. Jadi inilah perasaan istrimu selama ini, dan aku sekarang mengerti betapa susahnya membawa beban penderitaan dari kesendirian."
Erik menggenggam kuat tangan ayahnya dan menjawab, "Mengapa selama ini aku tidak pernah tahu bahwa engkau masih hidup?. Aku melihatmu, darah merembes keluar dari peti jenazahmu."
Raut wajah Igor mulai tersenyum dan menatap wajah putranya yang terus memandanginya, "Ceritanya terlalu panjang. Namun yang pasti ayah tidak mati saat kau melihat peti jenazahku."
Disaat yang bersamaan, sang Miranessa datang dengan ruun tertanam di atas kepalanya. Auranya mengukir kesunyian dari riuh kenangan dua pria yang sedang dalam kesedihan. Lalu Igor menatap Katja, dengan sorotan mata menembus ubun-ubun tanpa kedipan. Sampai akhirnya Katja menyerah seraya berucap, "Badanmu lumpuh namun kebijaksanaanmu tidak ikut lumpuh."
Igor pun menjawab, "Tidak ada yang sebijak Mancariel. Aku hanya pria tua yang ingin berbagi pengalaman masa lalunya."
Katja pun tertawa dan melepaskan ruun dari kepalanya. Dan ia berkata, "Aku sangat merindukanmu Tuan Igor."
Menantunya itu datang mendekatinya dengan air mata bahagia, sambil ikut duduk dan mendengarkan keduanya mengobrol.
Distrik Ulun, Lembah Salib Kudus
Disuatu pagi buta di Lembah Salib Kudus. Katja di waktu itu telah menempuh hamparan salju ke distrik Ulun bersama Mafre dan tanpa pengawalan. Karena ia pikir tidak ada seorang pun yang berani mengganggunya.
Sepanjang perjalanan, Katja diramahi oleh para pengungsi yang telah menjadi penghuni tetap, dan juga penduduk Bataar-Khan yang senantiasa memberikan sapaan dan kerajinan tangan.
Rasanya sangat menyenangkan menjadi seorang Miranessa yang bebas berjalan kesana kemari tanpa pengawalan, hal itupun dimanfaatkan Katja untuk lebih dekat dengan rakyatnya agar ia mengetahui langsung apa yang sesungguhnya mereka rasakan.
Di pagi itu, ibu-ibu Bataar-Khan dengan rajin sudah menyiapkan sarapan untuk keluarga mereka, hal yang jarang ia lihat dari penduduk falmer kuno Lembah ini yang sangat individualis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Snow Blood : Pray For The Dead
FantasyIni adalah kisah seorang perempuan berdarah Nord dan Falmer yang diberkahi menjadi Mirsil atau biasa dikenal sebagai Cahaya Auri-El. Atas gelarnya itu, ia ditakdirkan akan menerangi seluruh kegelapan yang ada di Nirn. Namun, Raja Kegelapan bernama...