2. Sekilas Bertemu

14.8K 1K 0
                                    

Athaya baru saja sampai rumah pada pukul 21:30. Pengunjung di kafe miliknya, benar-benar padat. Belum lagi ada pesanan kue untuk sebuah acara ulang tahun. Jadi sejak pagi hingga malam hari adalah waktu yang sibuk dan melelahkan. Hingga ia baru bisa bernafas lega pada jam segini.

"Yaya, baru pulang sayang?" Sang ibu bertanya seraya menghampiri Athaya yang sedang duduk di sofa sambil bersandar.

"Iya, Ma. Mama kenapa belum tidur?"

"Mama belum ngantuk. Gak tahu kenapa Mama agak khawatir sama kakakmu itu, loh. Akhir-akhir ini dia juga jarang bawa pacarnya ke rumah. Biasanya selalu main ke sini, kok. Dan lagi, kaya ada yang aneh dari gelagatnya."

Athaya hanya menghembuskan nafas lelah. Memang kalau berbicara soal kakaknya itu tak akan ada habisnya. Perilakunya jelas jauh berbeda dengannya. Apalagi kakaknya itu terkenal akan ceroboh dan sedikit manja. Makanya orang tuanya terkadang mengkhawatirkan dia sampai berlebihan. Sebut saja si biang onar.

"Aneh gimana maksudnya? Belum pernah tuh aku ketemu sama pacarnya. Tapi yang pasti dia sengaja sih, bawa pacarnya pas aku gak ada. Karena apa? Takut aku ngomong macem-macem. Ya, kan, Ma?" Athaya berbicara seraya terkekeh diakhir kalimat.

"Kamu ini, ya gak gitu loh, Ya. Itu karena emang kamunya lagi sibuk aja di cafè, makanya pas dia bawa pacarnya, ya pas kamu gak ada. Mamah ngerasa aneh aja, akhir-akhir ini dia sering keluar sampai tengah malam. Batas malamnya itu paling lama jam sepuluh, kadang Mama rela nunggu sampe jam dua belas. Kalo sama pacarnya mungkin gak begitu khawatir. Yang pasti bukan cuma sekedar anter-jemput, dia pasti izin ke rumah dan pamitan juga sehabis anter kakakmu. Nah ini yang Mama takutin kalo kakakmu itu bergaul dengan orang yang salah. Dia itu dewasa umur tapi pola pikirnya gak jauh beda sama anak remaja belasan tahun."

Tubuh Athaya sepenuhnya menghadap sang mama. Ia memegang kedua tangan mamanya dan membawa pada genggamannya. Mereka saling menghangatkan satu sama lain.

"Ma, aku tahu kekhawatiran Mama terhadap Khalisa itu bagaimana. Tapi Ma, jangan berpikiran negatif dulu soal dia. Kasih kepercayaan sama dia meskipun itu hanya lima puluh persen. Aku gak bisa menampik kalo dia emang ceroboh dan kekanakan. Tapi tolong jangan buat diri Mama jadi tersiksa sendiri. Mama jangan terlalu khawatir soal Khalisa, dia pasti baik-baik aja, kok. Mungkin dia juga lagi butuh refreshing, karena kerjaan di kantor yang padet. Ya, kan? Dah, Mama istirahat, gih! Aku juga habis ini mau istirahat."

Sang mama pun mengiyakan titahan dari Athaya. Kini Athaya bernafas lega karena mamanya juga sudah masuk ke dalam kamar. Ia khawatir kalau nanti mamanya bisa drop karena terlalu memikirkan akaknya itu.

Athaya pun mengambil langkah menuju kamar miliknya. Ia ingin segera membersihkan diri dan merilekskan pikiran. Kerjaan padat dan keadaan Khalisa yang membuat pikiran mamanya kacau, mampu membuat dirinya sedikit terganggu.

Ada kalanya ia merasa stress untuk selalu memahami keadaan keluarganya. Tapi jika ia tak mau ikut campur, sama saja ia tak peduli dengan keluarganya sendiri. Untuk menghindari stress yang berlebihan, ia selalu menyibukkan diri pada kerjaannya di kafe.

***

Pagi hari pukul 10:45, Athaya disibukkan dengan membawa beberapa barang yang diperlukan di kafe. Kebetulan Athaya punya gudang penyimpanan barang-barang keperluan kafe, dari furniture, gelas dan piring, sampai bahan-bahan dapur lainnya.

"Yaya, sibuk banget kayanya pagi ini."

"Hah? Iya, Ma, ini aku lagi buru-buru. Ada barang yang mesti aku bawa ke sana." Athaya menjawab tanpa menoleh sedikitpun ke arah mamanya.

Sang mama menghela nafas berat. Athaya selalu sibuk setiap hari, seperti suaminya dulu. Tapi sekarang sudah tidak lagi, suaminya tidak terlalu memforsir dirinya pada kerjaan. Karena sudah ada Khalisa juga orang kepercayaannya yang membantu mengurus perusahaan.

Namun, sekarang berujung pada Athaya yang selalu menyibukkan dirinya. Bahkan di akhir pekan pun, Athaya masih saja tetap sibuk.

"Ma, aku pamit, dah Mama." Athaya segera memasuki barang-barangnya ke dalam mobil, dibantu oleh satpam di rumahnya.

"Makasih, Pak."

"Sama-sama, Neng. Hati-hati di jalan!" Athaya membunyikan klakson sebagai jawaban, seusai itu mobilnya melenggang jauh meninggalkan kediamannya.

Butuh waktu tiga puluh menit menuju kafe, akhirnya Athaya sampai di sana. Athaya pun masuk melalui pintu samping yang langsung menuju arah dapur.

"Gimana, bisa ditangani ya semua?"

"Santai, bisa, kok." Seru Theo sambil membawa barang dari mobil Athaya.

"Thanks, Yo. Ya udah lanjut lagi, ya, aku mau ke ruangan dulu. Kalo perlu apa-apa panggil aja, ok!"

Athaya menuju ruangannya yang berada di lantai dua. Ia masuk dan langsung berhadapan dengan laptopnya.

Ia melihat rekapan bulan kemarin yang memang belum ia lihat. Tidak ada kesalahan atau apapun di sana, semua baik-baik saja. Memang karyawannya itu cukup terdidik dengan disiplin waktu, kompetetif, jujur, dan jangan lupa ramah kepada customer. Penjualan bulan kemarin juga ternyata cukup banyak. Pantas saja gudang bahan-bahan di sini selalu ada yang habis.

Jujur saja Athaya sangat bangga atas kerja keras para karyawannya. Mereka benar-benar melaksanakan pekerjaan dengan begitu ulet dan tekun. Tak ada kesalahan yang besar hingga berdampak buruk, tidak. Mereka bekerja sama seperti tim dengan baik. Maka dari itu ia bangga pada semua karyawannya.

Tok tok tok

"Ya, masuk aja!"

"Maaf Mbak, ganggu. Di luar ada mbak Khalisa sama pacarnya, dia mau makan siang di sini. Tapi mbak Khalisa maunya Mbak Atha yang ke sana langsung." Athaya menghela nafasnya. Khalisa itu definisi cewek ribet, ngapain juga harus dirinya yang ke sana? Padahal yang lain juga bisa, benar-benar mengganggu kerjaannya saja.

"Iya, nanti saya ke sana. Makasih, ya, Win."

"Sama-sama, Mbak." Karyawan dengan nama Wina itu keluar dan menutup pintu, meninggalkan Athaya yang kini mulai mematikan laptopnya serta membereskan berkas-berkas yang berserakan di meja.

Athaya bergegas keluar menemui kakaknya yang super ribet itu. Sebelum benar-benar menemui Khalisa, dirinya menggunakan apron khusus karyawan. Karena memang dirinya sering terjun langsung melayani para customer.

"Selamat siang, ada yang bisa saya  bantu?" Athaya menghampiri Khalisa dan kekasihnya dengan membawa buku menu dan buku catatan.

"Hai, Tha, duduk dulu, lah." Athaya mau tak mau duduk di samping kakaknya, dengan membawa kursi di sebelahnya yang kebetulan kosong.

"Oh iya, kenalin Tha, ini cowok gue namanya Levin. Sayang, ini Athaya adik aku."

Athaya tersenyum tipis untuk menghargai kakaknya. Ia tidak mau terlalu berbasa-basi pada kekasih kakaknya itu.

"Pesanannya gimana?"

"Nih, gue udah catet. Oh iya, temen gue titip cake redvelvet cheese, sama garlic bread dua, ya. Nanti dia yang ambil ke sini, paling jam tigaan, lah."

Athaya mengangguk mengerti, "Atas nama?"

"Laura Tressia. Gue udah kirim nomornya sama screenshoot-an dia, biar jadi bukti." Athaya mengangguk lagi sebagai jawaban. Ponselnya tadi ia tinggal di ruangan tepatnya di tas miliknya, maka dari itu ia tak mengecek apapun lagi selain kertas yang ia genggam. Kemudian Athaya berlalu pergi untuk membuat pesanan Khalisa dan kekasihnya.

Jujur saja Athaya tak terlalu mengindahkan ucapan kakaknya. Ia malah sesekali memerhatikan sekitar juga kekasih kakaknya itu, yang bernama Levin.

Sepertinya Levin bukan dari keluarga yang sembarangan. Karena ia tahu, papa juga tidak akan membiarkan anak-anaknya memacari lelaki yang tidak baik. Papa sangat selektif untuk memberi ruang dan mencari pasangan pada anak-anaknya. Maka dari itu ia yakin, bahwa Levin bukanlah dari keluarga sembarangan atau bisa di bilang Levin unggul secara bibit-bebet-bobotnya. Dan ia juga tahu, bahwa Khalisa setiap mencari pasangan itu di atas standar.

Aish, Athaya pikir ia sedikit aneh hari ini. Lagi pula kenapa coba jadi mikirin Levin-Levin itu? Gak penting banget!


________


See you in the next part ...
Thank you ❤

01-03-2023

Kebenaran Cinta (Terbit EBook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang