Semburat jingga keluar dari langit sore. Athaya yang sedang berjalan di sekitaran komplek sejak tiga puluh menit yang lalu, segera mengabadikan langit indah melalui kamera ponsel. Tadi ia merasa bosan kala Levin belum juga pulang. Namun, pekerjaan rumah sudah selesai sejak tadi. Jadi ia bisa lebih santai sekarang.
Karena merasa sudah cukup lama di luar, Athaya memutuskan untuk kembali ke rumah.
Saat baru saja mencapai depan rumah, ia mendapati Levin yang sedang berbicara dengan seorang wanita. Dari gelagatnya, wanita itu benar-benar terlihat nyentrik dan centil sekali.
Langkah Athaya semakin cepat, karena merasa kesal Levin didekati wanita seperti itu.
"Kamu baru pulang?" ujar Athaya dengan nada sopan, seolah ia adalah istri yang mendambakam suaminya pulang kerja. Athaya memainkan perannya dengan meraih punggung tangan Levin dan menciumnya. Tak lupa tas kerjanya ia ambil dan tersenyum manis pada wanita itu.
Levin yang diperlakukan seperti itu, jelas terkejut. Kenapa Athaya jadi begitu sopan dan mereka seperti pasangan pada umumnya? Biasanya Athaya tidak mau melakukan skinship seperti mencium tangannya. Apakah dia merasa kesal atau lebih tepatnya cemburu, karena dirinya sempat berbicara dengan tetangga baru itu?
"Maaf, dengan siapa?" Athaya bertanya pada wanita itu, dengan senyum manisnya yang masih terpasang jelas.
"Ah, saya tetangga baru, Mbak. Nama saya Okta. Kebetulan tadi saya sempat membuat kue, jadi saya mau berbagi ke para tetangga." Wanita yang bernama okta itu berucap dengan senyum yang dipaksakan. Athaya tahu gelagat Okta, sudah jelas dia menginginkan Levin. Siapa yang tidak mau dengan Levin si tampan dan berwajah tegas. Sudah pasti banyak wanita-wanita yang mengejarnya dan mendambakannya.
Telapak tangan kanan Athaya terbuka seperti meminta, ia memberi kode agar Okta memberi kantong plastik itu padanya.
"Oh, iya, ini Mbak. Semoga suka kuenya Mbak, emm Mas Levin. Kalau gitu saya permisi." Athaya mengangguk seraya memerhatikan Okta yang berjalan menuju rumah seberangnya. Ia tidak habis pikir, bahwa tetangga barunya seorang wanita lajang. Tidak bisakah ditukar dengan orang yang sudah berkeluarga saja?
Entah kenapa panas begitu menjalar di seluruh tubuhnya. Tanpa berkata apa-apa lagi, Athaya meninggalkan Levin yang terdiam dengan tingkah laku istrinya itu. Bahkan helaan nafas berat keluar dari mulutnya begitu saja.
Athaya menyimpan tas Levin di sofa, lalu ia meletakkan kantong plastik berisi kue itu di meja. Pandangannya menajam, kemudian dengkusan keluar dari mulutnya.
"Kamu kenapa, si, Ta?" Levin bertanya dengan tangan yang mencoba melepas dasinya. Ia merasa tercekik dengan dasi di lehernya, terlebih ia lelah seharian bekerja.
"Seneng, ya, dipanggil Mas Levin sama tetangga baru."
Awalnya Levin mengerutkan dahinya. Tapi setelah paham, ia mulai tersenyum jahil pada Athaya.
"Jadi kamu cemburu?"
"Enggak, tuh. Cuma kesel aja, centil banget tetangga barunya. Oh ... atau kamu suka, ya, sama cewek kaya gitu?"
Levin tidak bisa menyembunyikan tawanya. Tetapi menurut Athaya, tawa Levin adalah sebuah ledekan.
"Nyebelin. Kayanya emang bener kamu suka sama itu cewek." Athaya masih memasang wajah ketusnya.
Levin tersenyum sebagai tanggapan. Posisi duduknya ia pindahkan ke sebelah Athaya. Tangannya mengusap surai cokelat milik Athaya.
"Kalo marah-marah gitu jadi gemesin, pengen aku gigit. Mau, gak?" Athaya mencoba menghindar, tetapi tubuhnya langsung ditangkap oleh Levin. Posisinya saat ini, Athaya berada dihadapan Levin dengan jarak lima jengkal. Belum lagi tangan Levin yang menahan pinggang Athaya seolah sedang memeluk. Membuat mereka seakan intim dengan posisinya sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kebenaran Cinta (Terbit EBook)
Romantizm(Tersedia dalam bentuk eBook di Google Playstore dan Playbook, oleh penerbit Eternity Publishing) Athaya kesal dan marah, kala kakaknya yang kabur entah ke mana dan apa alasannya. Di hari penting seperti ini, bukannya menyelesaikan masalah justru k...