Khalisa terus menangis dan mengunci diri di kamarnya seusai dari rumah Levin. Zaldy dan Wendy menatap nanar pintu kamar putri pertamanya itu. Sikap Khalisa sejak dulu belum juga berubah. Dia memang sangat kekanakan, wajar Levin memutuskan pernikahan itu dengan cepat dan digantikan oleh Athaya. Karena putri keduanya itu lebih dewasa dibandingkan dengan putri pertamanya.
Sampai detik ini, mereka belum juga tahu apa alasan Khalisa kabur dari pernikahannya dengan Levin tiga bulan yang lalu. Hari terus berlalu hingga tanpa sadar pernikahan Levin dan Athaya sudah berlalu cukup pesat. Dalam kurun waktu yang singkat, mereka dapat saling memikat dan mengikat. Hal itu lah yang membuat Zaldy dan Wendy merasa tak enak hati jika harus menuruti keinginan Khalisa yang konyol. Memang apa yang diharapkan kembali dari Levin yang sudah terlanjur kecewa?
"Ma, coba kamu bicara pelan-pelan sama Lisa. Lama-lama sikapnya itu membuat Papa pusing. Dari apa yang dia perbuat, ya memang harus mau menerima konsekuensinya. Memang dia mau seperti itu terus? Kalau sampai rumah tangga Athaya dan Levin berantakan, sudah pasti Papa merasa bersalah. Ulah kemarin aja masih belum nemu titik terangnya. Selama bodyguard mengawasi, mereka gak benar-benar tahu apa alasan Lisa yang kabur saat itu. Kayanya salahku juga dulu terlalu memanjakan dia. Athaya sendiri sejak dulu memang mandiri, tanpa sadar aku gak pernah tahu apa yang dirasakan anak itu saat menerima pernikahannya. Seolah menutup mata, bahwa Athaya juga putri kita dan dia terpaksa menerima dan menanggung beban berat saat itu. Papa merasa menjadi ayah yang jahat kalo kaya gini, Ma. Athaya pantas bahagia. Kita tidak perlu mengusiknya lagi, dia sudah berkeluarga dengan laki-laki yang baik dan dari keluarga yang baik juga."
Wendy mengangguk dengan wajah yang lesu. Tanpa sadar cairan bening keluar dari matanya. Ia juga merasa bersalah seperti suaminya. Athaya semandiri itu sejak dulu, dia juga tidak pernah meminta ini dan itu selama menjalani pekerjaannya. Yang ia tahu, Athaya senang melakukan pekerjaan itu. Sebagai ibu, dirinya juga merasa terlalu abai. Ia hanya tahu Athaya yang selalu sibuk di kafe, tanpa pernah mau bertanya tentang keadaannya selama ini. Terlebih, Athaya memang menutup diri pada dirinya juga suaminya. Padahal mereka ini orang tuanya, tapi Athaya lebih mau memendam semua keluh kesahnya sendiri. Sejak dulu sampai sekarang.
"Biar aku yang bicara sama Lisa. Memang sekali-kali kita harus keras sama dia, lebih tepatnya ke arah yang tegas. Setidaknya membuat dia jera dan mau membuka mata kalau Levin sudah milik Athaya. Sikapnya yang kekanakan membuat kita jadi kwalahan sendiri. Dia sudah dewasa, harusnya bisa menyelesaikan masalah ini. Tapi ... seolah ada obsesi yang mengharuskan memiliki Levin. Padahal dia yang salah sejak awal, dia yang memilih menghancurkan hubungannya sendiri."
Seusai dengan pembicaraan itu, Zaldy memilih untuk mengistirahatkan diri di kamar. Sementara Wendy, mencoba untuk membujuk Khalisa supaya mau bicara padanya. Mereka harus berbicara dari hati ke hati, agar masalah yang sedang dihadapi saat ini cepat selesai.
***
Levin menatap Athaya yang kini tengah melamun, dengan posisi berdiri di pembatas balkon kamar. Ia melangkah dan memeluk tubuhnya dari belakang. Dagunya ia sandarkan di bahu milik Athaya.
"Ta, are you okay?"
Athaya melirik Levin sebentar, yang kini tengah bersandar di bahunya.
"Mau jawaban jujur?" tanya balik Athaya, dengan tatapan lurus ke arah pepohonan yang rindang.
"Aku mau jawaban jujur kamu. Kalo kamu ngerasa resah, kamu bilang aja. Aku gak mau, ya, kamu terbebani dengan pikiranmu sekarang ini. Sebagai suami, aku mau berbagi beban sama kamu, Ta." Athaya tersenyum dengan jawaban Levin. Rasa sayangnya semakin bertambah. Ternyata, jatuh cinta dengan Levin tidak seberat itu. Tidak semenyakitkan yang ia bayangkan. Levin adalah laki-laki pertama yang membuatnya merasa beryukur memilikinya.
"Aku ngerasa gak enak sama mama dan papaku, Vin. Aku gak nyalahin sikap mama Bella dan papa Adnan. Aku tahu bagaimana kecewanya dia sama kakakku. Aku juga tahu mereka gak benci sama orang tuaku. Tapi aku ngerasa bersalah karena pasti mereka terbebani dengan perilaku Khalisa. Orang tuaku selalu memanjakan Khalisa sejak dulu, pasti tadi mereka mau menuruti kemauannya. Tapi mereka gak jadi ngejelasin semuanya, karena kamu udah kasih jawaban yang pasti sama papa."
Levin mulai melepas pelukannya. Ia membalikkan tubuh Athaya menjadi menghadapnya. Tangannya terulur untuk merapikan rambut Athaya yang berantakan tertiup angin, dan menyelipkannya ke belakang daun telinga. Ia menatap lekat bola mata legam Athaya. Istrinya itu begitu mengagumkan ketika ditatap dari dekat.
"Ta, aku tahu kamu khawatir sama mereka. Anak mana yang gak khawatir ketika orang tuanya sedang dihadapi suatu masalah, apalagi menghadapi orang seperti Khalisa. Tapi kamu harus yakin, Ta, bahwa mereka bisa menemukan solusi untuk menghadapi perilaku Khalisa. Aku juga yakin, papa Zaldy gak akan tinggal diam saat melihat Khalisa yang semakin menjadi. Karena aku merasakannya tadi, bahwa orang tua kamu sangat merasa bersalah ketika berhadapan dengan kita. Mereka merasa senang saat aku bilang, kita sama-sama saling mencintai dan serius dengan pernikahan ini. Ada kelegaan di raut mereka saat aku meyakinkan dengan perkataan yang aku ucapkan. Jadi, kamu jangan khawatir lagi soal ini, ya. Percaya sama aku, kalo mereka pasti bisa hadapin semua masalah ini."
Athaya merasa tenang dengan serentetan ucapan yang keluar dari mulut Levin. Lagi dan lagi ia terpesona dengan Levin, karena sikapnya yang dewasa. Dulu, ia pikir Levin bukan tipe orang yang seperti ini. Nyatanya, ia salah mengartikan perilaku Levin selama pertemuan awal mereka. Memang kalau belum mengenal, jangan dulu mudah menilai. Terlihat di luar belum tentu sama dengan apa yang ada di dalam.
"Makasih, Vin. Makasih karena kamu udah nenangin aku. Hati aku cukup lega saat kamu bilang kaya gitu. Setidaknya, dengan kamu meyakinkan aku, rasa khawatir aku gak kaya tadi yang terlalu berlebihan. Kalo kamu aja yakin bahwa mereka bisa hadapin itu semua, kenapa aku enggak? Toh, mereka memang seharusnya bisa lebih tegas lagi buat hadapin Khalisa. Aku ngerasa muak juga sama kelakuan kakakku yang terus-terusan buat ulah." Tanpa kata, Levin segera membawa Athaya ke dalam dekapan hangatnya. Mereka saling memberikan kenyamanan.
________
29-03-2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Kebenaran Cinta (Terbit EBook)
Romansa(Tersedia dalam bentuk eBook di Google Playstore dan Playbook, oleh penerbit Eternity Publishing) Athaya kesal dan marah, kala kakaknya yang kabur entah ke mana dan apa alasannya. Di hari penting seperti ini, bukannya menyelesaikan masalah justru k...