25. Malam Panas

17.5K 808 1
                                    

Athaya menggenggam ponselnya dengan erat. Apa ia tak salah dengar dengan semua ucapan yang dikeluarkan oleh kakaknya itu? Mengambil kembali yang sudah menjadi miliknya, sama saja dia tidak tahu diri. Memangnya dia tidak sadar, dengan perlakuannya yang membuat orang lain menjadi muak dan murka? Benar-benar muka tembok.

Bolehkan ia egois untuk kali ini? Apa ia salah memertahankan yang memang sudah menjadi miliknya? Harus bertaruh dulukah, untuk menggenggamnya erat-erat dan menjadikan ia satu-satunya?

"Gue gak nyangka sama kelakuan lo, Kak. Gue gak bisa lepasin Levin. Gue udah menjatuhkan hati gue untuknya. Gue cinta sama Levin, Kak. Dia laki-laki asing pertama yang buat gue merasa berharga telah menjadikan gue sebagai istrinya. Lantas, apa lo ingin merebut apa yang udah gue milikin seutuhnya? Gue sama Levin terikat dengan janji suci yang sah. Apa kami tidak pantas bahagia?" Athaya bermonolog seraya menatap figura pernikahannya dengan Levin yang terpajang, tepat di dinding ruang tamu dengan ukuran besar dan terlihat sangat jelas.

Buku jarinya memutih. Menandakan bahwa ada emosi yang tertahan di sana. Kenapa harus ia terus yang mengalah? Ia ingin egois untuk kali ini. Sudah cukup sejak dulu ia sabar dengan kelakuan kakaknya yang super menyebalkan. Khalisa yang selalu menjadikannya tameng agar tak dimarahi. Dirinya yang selalu mengawasi gerak-gerik Khalisa di mana pun dia berada. Seperti bodyguard ketika waktu senggang. Sudah cukup untuk itu. Ia memang terlihat kejam jika bersama Khalisa, mulutnya bahkan tidak pernah difilter jika berbicara. Tetapi jika Khalisa berbuat kesalahan, sudah pasti dirinya yang menjadi tameng kakaknya. Memberikan sebuah alasan-alasan dengan unsur kebohongan. Bahkan sesekali menentang ucapan papanya untuk membela Khalisa. Papanya memang jarang sekali marah, apalagi memarahi Khalisa. Tetapi jika putri-putrinya membuat kesalahan apalagi sampai fatal, sudah pasti akan murka.

Khalisa menjadikannya tameng bukan baru-baru ini. Tapi sejak masa sekolah putih abu-abu. Padahal ia ini adiknya, tetapi seolah biasa dirinya yang mengalah dan melindungi dari perlakuan buruk Khalisa. Memang bukan buruk yang mengarah ke hal negatif seperti mabuk, pecandu obat-obatan, atau sex bebas, tidak. Khalisa hanya buruk dengan suka membolos, nongkrong hingga larut malam, dan suka foya-foya bersama teman-temannya. Lebih mengarah ke shoping atau mentraktir teman-temannya. Hal itu membuatnya muak bukan main, namun tak bisa terbantah. Karena dirinya tidak ingin melihat mamanya kepikiran terus-terusan mengenai kenakalan Khalisa. Jadilah ia yang menjadi tumpuan seorang Khalisa, agar tidak diamuk oleh kedua orang tua mereka.

***

Pada pukul 19:00 malam, Levin baru tiba di rumah. Pekerjaan yang padat juga kemacetan di jalan, membuatnya telat sampai rumah.

Dengan setelan yang cukup berantakan. Jas tersampir di lengan kirinya, sementara tangan kanan menjijing tas berisi berkas-berkas perusahaan. Kemeja yang sudah kusut dengan masing-masing lengan yang terlipat hingga ke batas siku. Dasi yang sudah mengendur dengan tampilan miring. Rambut yang awalnya rapi karena gel, kini berantakan ala anak remaja bad boy. Hal tersebut menandakan betapa banyaknya pekerjaan di kantor, yang membuat Levin kelelahan.

Athaya dengan sigap membawa tas dan jas ke tangan miliknya. Lalu mencium punggung tangan Levin juga merapikan rambut yang berantakan.

"Kamu cape, ya? Kerjaan kantor banyak banget pasti." Levin mengecup dahi Athaya sambil tersenyum. Raut bahagia terpancar ketika melihat Athaya mengkhawatirkannya.

"Iya. Lagi banyak proyek dan ngurus berkas-berkas yang tertinggal. Tapi it's ok. Capenya aku berkurang karena udah lihat kamu." Athaya yang mendengar itu tersenyum dan mencubit pipi Levin dengan gemas.

"Bisa banget gombalnya, ya, Pak. Bersih-bersih dulu, gih! Aku udah siapin makan buat kamu." Kemudian, mereka mulai melangkah menuju lantai atas. Tujuan mereka berbeda, Athaya yang ingin menyimpan tas Levin di ruang kerjanya dan Levin menuju kamar, guna membersihkan diri agar terlihat lebih segar.

Kebenaran Cinta (Terbit EBook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang