Ruangan yang seharusnya tertata rapi, kini berantakan karena sang empu mengacak-acak dengan dirinya yang bergerak gelisah.
Sedari tadi ia berguling-guling di kasur, dengan bantal yang berserakan di bawah lantai. Begitupun selimut yang menutupi tubuhnya bagai kepompong. Sejak kedatangan ibu dan ayah mertuanya kemarin, ia semakin dibuat gelisah dan gugup secara bersamaan. Bagaimana bisa mereka mengatakan kepingin cucu? Apalagi mereka menyinggung soal dirinya dengan posisi intim bersama Levin, seperti hendak berciuman. Malunya itu loh, bertubi-tubi.
Pembicaraan mereka juga membuat dirinya jadi berpikir, apa dirinya salah telah mengabaikan Levin? Apa ia harus mengungkapkan perasaannya pada Levin? Namun, ia takut jika Levin menolak dan masih bersikukuh dengan perasaan masa lalunya bersama Khalisa.
Untuk itu, sepertinya ia akan tahan-tahan saja. Karena kalau sampai pemikiran itu benar, mungkin perasaannya akan terasa sesak dan yang pasti sangat sakit.
***
"Ta, Ata, kamu di mana?" Levin yang sudah mandi dan masih memakai pakaian santai, langsung mencari Athaya. Entah mengapa pembicaraan kemarin membuatnya ingin terus bersama Athaya. Seperti saat ini, pagi hari maunya melihat Athaya duluan, baru ia akan sarapan.
Athaya yang sedang membereskan kamar karena ulahnya sendiri, mendengar suara Levin yang memanggil namanya. Ia langsung terburu-buru membereskan selimut yang berada di atas kasur dengan rapi. Kemudian langkahnya keluar kamar untuk menemui Levin.
"Kenapa, si?" tanya Athaya yang saat ini masih mengenakan piyama biru tua bermotif bintang. Hari ini ia tidak akan kemana-mana, ingin di rumah saja.
"Emm, pengen lihat kamu aja." Seusai mengatakan itu, Levin segera ke dapur, disusul oleh Athaya dibelakangnya.
"Kamu gak ke kantor? Tumben belum rapi."
"Ke kantor, kok, Ta. Aku mau sarapan dulu, baru nanti ganti baju. Oh iya, kalau boleh kamu yang pilihin bajunya buatku, gimana?"
Athaya mengangguk setuju atas usul Levin. Ia merasa menjadi istri yang baik kalau dititah seperti itu. Ini juga kesempatan untuk ia melihat kamar yang Levin tempati. Selama satu bulan ini, dirinya masih belum juga menginjakkan lantai atas dan belum tahu bagaimana isi kamar Levin.
Seusai sarapan sandwich buatan Athaya, Levin segera ke atas untuk ke kamar. Athaya membereskan meja terlebih dahulu, setelahnya ia menyusul ke kamar Levin.
Athaya melangkah dengan cepat ke lantai atas. Ia mendadak gugup, karena harus masuk ke kamar laki-laki yang selama ini menjadi suaminya.
"Ta, sini!" Levin memberi ruang untuk Athaya masuk ke kamar. Mereka saling berdiri di depan lemari besar berwarna hitam.
Athaya mengedarkan ke setiap sudut kamar Levin. Kamarnya rapi, wangi, dan terasa nyaman.
Kemudian pandangan Athaya fokus pada lemari Levin yang berisi, celana terlipat, kemeja dan jas yang menggantung, serta laci dasi juga sabuk dengan berbagai motif dan warna.
Athaya mengambil celana biru tua, lalu kemeja panjang warna biru muda, serta jas biru tua. Itu memang paduan yang pas. Lalu dirinya mengamati dasi yang berjajar rapi di sana, jari-jemarinya meraih dasi putih bergaris miring biru muda, biru tua, dan hitam. Kemudian semua itu ia letakkan di atas tempat tidur Levin.
"Gimana? Bagus gak pilihan aku?" tanya Athaya dengan antusias. Tanpa menjawab, Levin segera memakai kemejanya dihadapan Athaya. Ia juga tak lupa memakai celananya dengan posisi Athaya yang membelakanginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kebenaran Cinta (Terbit EBook)
Romance(Tersedia dalam bentuk eBook di Google Playstore dan Playbook, oleh penerbit Eternity Publishing) Athaya kesal dan marah, kala kakaknya yang kabur entah ke mana dan apa alasannya. Di hari penting seperti ini, bukannya menyelesaikan masalah justru k...