• Anak Jalanan
______
Levin baru saja pulang dari sebuah restoran, setelah bertemu dengan salah satu klien bersama dengan Sadam.
Namun, saat ini ia sendirian tanpa Sadam yang menemaninya. Karena memang Sadam telah kembali ke kantor, untuk mengambil berkas bersama dengan motor sportnya. Sementara dirinya, berniat langsung pulang ke rumah.
Selama di perjalanan, Levin ditemani dengan suara musik dari penyanyi terkenal yakni James Arthur. Lagu-lagu tersebut, dapat membunuh rasa bosannya saat ini.
Sesaat, matanya teralihkan oleh seseorang yang kini tengah berjalan sendirian di trotoar. Dia Athaya, dengan senyuman khasnya di sana. Hal tersebut juga mampu membuatnya menjadi penasaran. Apa yang dilakukan oleh Athaya di sana sendirian?
Sekitar sepuluh menitan, Athaya diam seraya memandang jalanan dengan banyak kendaraan. Dan hal itu membuat Levin terus memerhatikan. Kini, dirinya tengah berada di sisi jalan dengan mobilnya. Sejak tadi ia memantau Athaya dari dalam mobil.
Netranya memicing, kala Athaya begitu lekat menatap anak-anak jalanan yang tengah mencari pundi-pundi uang. Kemudian, kakinya melangkah mengikuti mereka dengan perlahan.
Levin pun tak bisa tinggal diam, ia mengikuti langkah Athaya dengan mobil yang ia biarkan terparkir di sisi jalan. Kakinya terus melangkah mengikuti ayunan kaki Athaya. Tak lama kemudian, mereka sampai di sebuah bangunan kumuh dengan banyak anak-anak di sana.
Levin bersembunyi dibalik bedeng, dengan banyak tumpukan barang bekas. Ia melihat Athaya yang berdiri seraya memantau anak-anak itu.
Kemudian Athaya berbalik, hal itu membuatnya kalang kabut bersembunyi di tempat yang aman, agar tidak diketahui oleh Athaya.
Helaan nafas menguar, kala dirinya melihat Athaya yang sudah tak ada di sekitarnya.
"Apa yang akan kamu lakukan setelah ini?" gumamnya, seraya melangkah mengikuti Athaya kembali.
Levin tidak mengikuti Athaya hingga ke mobilnya. Ia duduk diam di bangku yang berada di trotoar. Ia melihat Athaya yang berhenti di sebuah minimarket seberang jalan. Ia pun mengangguk mengerti dengan apa yang akan Athaya lakukan setelah ini.
Kepalanya tertunduk, kala Athaya sudah sampai di trotoar kembali. Ia berpura-pura memainkan ponsel, dengan tubuh menghadap samping. Semoga saja tak ketahuan, ucap batinnya.
Selama tiga menit kemudian, Levin baru bisa bernafas lega, kala Athaya sudah melangkah menjauh dari jangkauannya. Netranya kini fokus dengan Athaya yang tengah menenteng dua kantong besar belanjaan. Senyuman tersungging dari bibirnya begitu saja.
Ia segera melangkah pergi, mengikuti Athaya kembali. Entah kenapa, kaki dan hatinya terus berputar ke arah Athaya. Seolah tak boleh pergi tanpa mengikuti jejak Athaya hingga akhir.
Levin bersembunyi di tempat yang sama seperti awal tadi. Ia melihat Athaya, yang tengah memberi dua kantong belanjaan pada anak-anak tersebut. Penuh antusias anak-anak itu menyambutnya.
Irisnya melihat sosok Athaya, yang tengah tersenyum lebar setelah memberikan bingkisan pada anak-anak jalanan tersebut. Lengkungan bibir itu, kini menjadi candu untuknya. Seperti tak boleh terlewat barang sedetik saja.
Hatinya menghangat, kala Athaya begitu bahagia hanya dengan melakukan hal sesederhana ini. Ia tak bisa menampik, kalau Athaya terlihat menarik dengan apa adanya dirinya. Tanpa ada hal yang berlebihan, seperti kebanyakan perempuan-perempuan yang sering ditemukannya.
Tak lama kemudian, Athaya berpamitan pada anak-anak jalanan itu. Ia segera keluar dari tempat persembunyiannya, setelah Athaya sudah pergi dari kawasan tersebut. Ia melihat anak-anak itu kembali dan mulai menghampirinya.
"Hai." Levin menyapa pada mereka, yang dibalas oleh sebagian. Karena sebagiannya lagi, menatapnya dengan bingung.
"Ada apa, ya, Pak? Apa tempat ini mau digusur dan dibangun menjadi tempat perkantoran? Kami tidak punya tempat tinggal lagi, Pak. Tolong jangan menggusur tempat kami!" Salah satu anak laki-laki, memohon seraya memegang lengan Levin dengan erat.
Levin yang melihat itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Lucu sekali, pikirnya.
Tangannya mencoba melepas tangan anak itu dengan pelan. Ia tersenyum dan menunduk seraya menatap anak itu. Jari-jemarinya terulur untuk mengusap rambut cokelat gelapnya dengan pelan.
"Saya tidak berniat macam-macam ke sini. Saya hanya ingin melihat kalian saja. Oh iya, saya ada rezeki untuk kalian." Levin mulai merogoh saku jasnya, dengan senyum yang masih terus terpatri di bibirnya. Ia mengeluarkan beberapa lembar kertas dan langsung diberikan kepada salah satu anak laki-laki, yang tadi memegang lengannya.
"Jangan ditolak, ya. Ini murni karena saya ingin memberi rezeki pada kalian. Beli sesuatu yang bermanfaat dari sana."
"Terima kasih, Pak, terima kasih banyak. Kami tidak tahu kalau Bapak ternyata berniat baik pada kami. Tapi ... apa tidak kebanyakan? Karena kami tidak pernah diberi hadiah sebanyak ini."
Levin terenyuh dengan kerendahan hati mereka. Sepertinya, memang mereka anak-anak yang jujur. Ia salut akan hal itu.
"Sama-sama. Anggap saja, kalian lagi diberi rezeki lebih. Dan itu memang hak kalian untuk menerimanya. Jadi, jangan sungkan seperti itu dengan saya. Tetap jadi anak yang jujur, ya. Saya tahu kalian anak-anak baik."
Mereka pun berucap terima kasih kembali dengan serempak. Bahkan mereka berinisiatif untuk mencium punggung tangan Levin secara bergantian. Ternyata, ini yang dirasakan oleh Athaya tadi. Dan hal tersebut mampu membuatnya senang. Karena melihat anak-anak itu bahagia, ia pun ikut merasakan hal yang sama.
Seusai dengan kegiatannya tersebut, Levin segera kembali menuju mobil dengan perasaan yang campur aduk. Semuanya ia rasakan kala mengikuti jejak langkah Athaya.
Ternyata, Athaya membawa pengaruh baik untuknya.
________
Oke, cukup dulu di part anak jalanan ini. Lunas juga, ya, atas penjelasan siapa yang mengawasi Athaya, selama dia memberi sebuah bingkisan pada anak-anak jalanan tersebut.
Aku minta maaf kalau banyak kekurangannya di cerita ini.
Thanks my readers ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Kebenaran Cinta (Terbit EBook)
Romance(Tersedia dalam bentuk eBook di Google Playstore dan Playbook, oleh penerbit Eternity Publishing) Athaya kesal dan marah, kala kakaknya yang kabur entah ke mana dan apa alasannya. Di hari penting seperti ini, bukannya menyelesaikan masalah justru k...