Sejenak, Levin bingung dengan tingkah Athaya pagi ini. Ia melihat wajah yang biasanya berseri, kini hanya keresahan yang terpatri. Bahkan sering kali helaan nafas keluar dari mulutnya.
"Ta, kalo cape istirahat! Kamu dari tadi sibuk banget beberes rumah. Biar aku aja yang nyuci, ya." Athaya menatap Levin cukup lama. Ia melihat mesin cuci yang belum dihidupkan. Kemudian langkahnya menuju Levin yang sedang duduk di kursi, depan kolam renang.
"Vin, kalo sesuatu terjadi sama pernikahan kita, gimana?" Levin mengerutkan dahinya.
"Maksud kamu seperti ribut-ribut gitu? Kaya kehidupan rumah tangga pada umumnya? Itu emang bumbu dari sebuah pernikahan, kan?"
"Bukan gitu maksudnya. Em, gimana, ya."
"Ta, it's ok, jangan terlau dipikirin. Kamu abis nonton apaan emangnya? Atau habis denger ocehan siapa? Kenapa kaya resah gitu dari tadi, hm?" tanya Levin pelan, seraya menggenggam tangan Athaya yang lembut.
Athaya nyaman dengan genggaman Levin. Ia diam sambil menikmati telapak tangan yang lebar itu. Rasanya tidak rela, jika suatu saat harus kehilangan Levin. Ia sudah merasa nyaman. Rasa kasih sayangnya begitu tulus. Kegusaran itu terus melingkupi, karena realitanya, Khalisa telah kembali. Apakah cinta Levin akan tetap sama? Meskipun Levin selalu bilang bahwa pernikahan ini bukanlah main-main, tetap saja dirinya sedikit ragu.
"Aku cuma takut, kalo nanti kehilangan kamu, Vin." Athaya menjawab dengan pelan. Ia masih ragu untuk membicarakan bahwa Khalisa telah kembali.
Levin yang mendengar hal itu, segera membawa Athaya ke dalam pelukannya. Ia mengusap punggung Athaya menenangkan. Kecupan di rambut Athaya terus ia berikan berulang kali. Pelukan erat yang begitu hangat, mampu membuat Athaya tak ingin melepasnya. Justru ia semakin memosisikan dirinya dengan nyaman.
"Nyaman, hm?" tanya Levin iseng. Dan Athaya hanya mengangguk dalam pelukannya.
Levin terkekeh dengan jawaban Athaya. Ia membiarkan dirinya memberi kenyamanan pada Athaya. Toh, ia juga senyaman itu memeluk istrinya. Athaya begitu menggemaskan.
***
Levin menatap kamar Athaya yang tertutup. Ia sebenarnya tahu, apa alasan Athaya resah bukan main. Satpam rumah, yakni pak Sarto, telah memberitahunya, bahwa kemarin Khalisa datang sendiri ke sini. Pak Sarto saja bingung, dengan kedatangan Khalisa yang mendadak itu. Dia tau sejarahnya pernikahan yang hampir gagal dua bulan yang lalu.
Ya, sudah dua bulan mereka menjadi suami-istri. Dan Khalisa yang saat itu memilih kabur, kini kembali lagi. Sejak kejadian hari itu, Levin memutuskan untuk tidak mau memikirkan banyak soal Khalisa. Terbukti, sekarang ia menjadi muak atas Khalisa yang tiba-tiba mendatangi rumahnya. Belum lagi, pak Sarto melapor, kalau Khalisa dan Athaya sempat adu bicara untuk mendapatkan alasan masing-masing. Pak Sarto selalu siap siaga dan mengawasinya dari luar ruangan, takut nanti Khalisa bertindak di luar nalar. Dia sangat tahu Khalisa orang yang seperti apa. Untung saja, Athaya sangat berani dan tidak memberi kesempatan Khalisa berlama-lama di rumah Levin. Hingga berakhir dengan sebuah pengusiran.
Levin ingin menunggu pembicaraan Athaya dan Khalisa kemarin, dari mulutnya sendiri. Ia hanya ingin Athaya bisa lebih jujur. Dengan begitu, tidak ada keresahan lagi di dalam hatinya. Pun, ia tidak akan mau kembali lagi pada Khalisa. Perempuan yang sudah membuatnya kecewa. Kalau nanti Khalisa memberi alasan kenapa dia kabur, bukan berarti ia ingin mau bersamanya lagi. Itu tidak akan pernah dan tidak terpikirkan olehnya sama sekali. Ia hanya ingin Athaya tetap bersamanya, tetap berada dalam genggamannya, tetap berada di sampingnya sampai kapan pun.
Suara pintu kamar terbuka, membuat Levin yang sejak tadi memantau menoleh dengan cepat. Ia melihat Athaya dengan wajah yang lebih segar.
"Vin, lagi ngapain?" tanya Athaya seraya mendaratkan bokongnya di sofa samping Levin.
"Aku nunggu kamu, Ta. Aku khawatir kamu kenapa-napa. Liat muka kamu kaya tadi, bikin aku ngerasa bersalah. Sekarang, jujur sama aku, ada apa? Aku mau kamu lebih jujur sama aku sekarang, Ta. Kalo ada yang bikin kamu resah, kamu bisa sharing sama aku."
Athaya menghela nafasnya sambil menatap Levin. Mata itu memiliki banyak harapan pada Levin. Kalau hanya diam, itu tidak akan menyelesaikan masalah.
Akhirnya Athaya bercerita, mulai dari awal kedatangannya Khalisa ke rumah, yang mereka sempat berbicara dan saling bertanya satu sama lain tanpa ada jawaban yang pasti, hingga dirinya mengusir Khalisa begitu saja.
Levin mengusap rambut Athaya dengan lembut. Ia membawa Athaya ke dalam pelukannya, menyalurkan sebuah kenyamanan.
"Lega, kan, sekarang?" Athaya mengangguk di dada bidang milik Levin.
"Makasih udah mau jujur sama aku. Dan aku bukannya gak tahu atas kedatangan Khalisa ke sini, pak Sarto udah bilang kemarin. Aku milih diam, karena aku tau kamu lagi gak mood, jadi aku gak bahas itu langsung. Aku cuma mau kamu bisa terbuka sama aku. Begitupun aku, Ta. Aku akan berusaha buat selalu jujur sama kamu, apapun itu."
"Makasih, Vin. Dengan begitu, bebanku jadi berkurang. Tapi ...."
"Tapi apa, hm?" Athaya melepas pelukan Levin, ia menatapnya dalam. Perasaanya begitu kuat untuk tetap berada dalam genggaman Levin.
"Apa kamu akan tetap bertahan sama pernikahan ini, yang di mana aku jadi istri kamu?"
Levin tersenyum sambil mengangguk mantap. Ia sudah menetapkan hatinya untuk Athaya. Sudah sejauh ini, Athaya lah yang tepat untuk dijadikan istrinya. Selama itu pula, dia tidak pernah banyak menuntut. Athaya yang sederhana dan mengurusnya dengan penuh kasih sayang. Lagi pula, di mana lagi ia menemukan perempuan seperti Athaya?
***
Levin berencana mengajak Athaya jalan-jalan. Mumpung ini hari minggu, maka ia akan menyempatkan waktunya untuk Athaya penuh.
"Vin, ini pertama kalinya kita jalan keluar berdua tanpa berhubungan dengan kerjaan." Athaya berucap seraya menatap Levin yang masih fokus menyetir mobil.
Levin tersenyum dan melirik Athaya sekilas. Ia menyetujui hal itu.
"Iya, dua bulan sama kamu, baru ini aku ajak jalan kamu keluar. Maaf, ya, Ta."
"Santai kali, Vin. Kita sama-sama lagi menata hati kemarin. Aku yang bingung akan perasaanku, kamu juga yang dilema akan masa lalu."
"Jujur aku bingung loh, Ta, mau ajak kamu kemana. Sebenernya gak ada tujuan sama sekali, aku pengen aja ajak kamu jalan keluar. Suntuk pasti, kan, ngurusin kerjaan rumah dan kafe terus-terusan?" Athaya mengangguk dengan bibir yang melengkung ke bawah.
"Bener banget. Aku cape terus-terusan di kafe, pengen suasana baru. Kadang jadi norak kalo ke tempat-tempat asing. Karena saking sibuknya sama kerjaan, sampe gak nyempetin buat main keluar. Em, kita jalan secara acak aja. Nanti kalo ada tempat makan atau tempat yang bagus, kita mampir. Aku gak bisa kasih saran juga karena bingung mau ke mana." Levin menuruti kemauan Athaya. Ide itu tidak buruk juga. Toh, dirinya saja tidak ada tujuan, untuk itu ia akan menuruti apa yang Athaya mau. Ia akan ikut saja jika Athaya ingin ini dan itu nantinya.
"Ta, makasih udah mau nerima aku dan sayang sama aku. Aku berusaha buat selalu nyenengin kamu. Aku mau damai dari masa lalu, aku gak mau terus-terusan terjebak ke lubang hitam itu. Aku cuma mau bahagia, dan itu sama kamu."
"Manis banget, siii." Athaya mencubit pipi Levin dengan gemas. Hanya cubitan biasa, tidak kencang. Namun efeknya dapat membuat Levin salah tingkah.
"Ini berarti kencan, kan, ya?" tanya Athaya iseng.
"Iya. Ini kencan kita. Nikmati waktu kencannya, ya, sayang." Levin membalas pertanyaan iseng Athaya. Ia melihat wajah Athaya yang sudah bersemu merah. Ia terkekeh dan mendaratkan tangannya ke puncuk kepala Athaya, lalu mengacaknya dengan gerakan pelan.
Athaya yang diperlakukan seperti itu, semakin salah tingkah. Bahkan tangannya terus mengipasi wajahnya yang semakin memerah.
Kegiatan tersebut tak luput dari pandangan seorang Levin. Ia melebarkan senyumnya, karena bisa membuat Athaya salah tingkah. Di matanya, dia sangat cantik dan memesona.
________
20-03-2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Kebenaran Cinta (Terbit EBook)
Romance(Tersedia dalam bentuk eBook di Google Playstore dan Playbook, oleh penerbit Eternity Publishing) Athaya kesal dan marah, kala kakaknya yang kabur entah ke mana dan apa alasannya. Di hari penting seperti ini, bukannya menyelesaikan masalah justru k...