8. Pria Yang Menyebalkan

15.3K 1.1K 0
                                    

Athaya melihat ke setiap sudut ruangan saat memasuki rumah milik Levin, yang kini juga menjadi miliknya.

Banyak barang mewah di ruang tamu yang terpajang. Bahkan sofa yang terpajang pun terlihat kalau itu barang mahal.

Khalisa benar-benar gila, kalau urusan interior. Lampu yang ada di atas pun berbentuk kristal dengan motif yang cantik, namun terkesan glamour. Jujur saja ini terlalu menyilaukan mata, karena semua nampak begitu mewah. Beberapa kali Athaya menghela nafas berat ketika melihat setiap sudut ruangan di ruang tamu.

Levin mengernyit saat mendengar helaan nafas Athaya. Kenapa anak itu seolah tak suka dengan barang-barang yang ada di rumah ini? Apa barang-barangnya tidak bagus? Atau memang tidak begitu suka dengan kesan glamour?

"Ehem, kenapa?" Levin akhirnya bertanya setelah sekian lama diam memerhatikan gelagat Athaya.

"Khalisa bener-bener gila! Barang yang ada di sini gak ada satu pun yang normal."

Levin tersenyum tipis akan jawaban Athaya.

"Memang kenapa? Bukannya perempuan selalu suka dengan hal-hal seperti itu?"

Athaya mendelik saat Levin berkata begitu. Memangnya dia termasuk ke dalam perempuan seperti itu? Tentu tidak.

"Saya gak suka, mata saya silau sama barang-barang kaya gini. Aneh juga, terlalu rame." Tanpa menunggu jawaban dari Levin, Athaya menuju kamar yang ada di lantai satu. Kamar itu memang sengaja di kosongkan, yang tadinya bertujuan untuk kamar tamu.

"Kamar ini oke. Saya disini, ya. Emm boleh saya ganti warna catnya, gak?" Athaya bertanya dengan hati-hati, takut Levin marah atau tersinggung. Tapi jawabannya justru di luar dugaan.

"Apapun yang kamu suka, silahkan lakukan! Saya cuma gak mau kamu gak nyaman nantinya kalau mengikuti gaya rumah ini." Athaya mengangguk dengan senyum sumringah. Bahkan langkahnya ia percepat untuk melihat ke dalam.

Di sana terdapat satu lemari sedang dan meja rias, yang masih tersimpan di pojok ruangan. Kedua barang itupun masih terlihat baru, karena adanya plastik yang membungkus. Mungkin juga supaya terhindar dari banyaknya debu.

"Ata, kasurnya masih ada di atas. Nanti saya minta tolong pak satpam buat angkut ke bawah." Athaya mengangguk mendapat intrupsi dari Levin. Namun percakapan itu belum juga usai, masih ada peraturan yang harus ia sepakati.

Dari yang beberes rumah, masak, dan lain sebagainya. Untungnya Levin mau bergantian jika ia sedang sibuk, maka urusan itu diserahkan ke Levin.

Mereka juga sepakat untuk tidak satu kamar, karena memang pernikahan mereka bukan pada umumnya. Ini karena terpaksa dengan keadaan. Jadi, memang begitu seharusnya

***

Athaya sedang menata barang-barang di meja rias. Tempat tidur sudah tertata dengan rapi, bahkan seharian itu ia sibuk di dalam kamar hingga tak sadar bahwa hari sudah sore. Untung saja kamarnya tidak begitu luas, jadi ia mengecatnya dengan mudah dan cepat. Warna yang ia pakai yaitu mocca. Karena ia juga menyesuaikan gorden yang dipakai, serta lemari juga meja rias. Semuanya tampak estetis saat selesai.

Ketika melihat semuanya sudah selesai, waktunya ia masuk ke kamar mandi guna membersihkan diri, supaya terlihat segar dan wangi.

Selesai mandi, Athaya mulai mengeringkan rambut yang masih basah. Ia hanya menggosokkan saja dengan handuk, lalu digerai begitu saja sampai kering sendiri. Rambut depannya yang menjuntai mencoba menghalangi pandangannya, kini ia jepit. Karena merasa sudah rapi, dirinya melarikan diri dari kamar menuju dapur. Perutnya merasa sangat lapar.

"Saya pikir kamu pingsan di dalam sana, sampai gak mau keluar sama sekali. Dari tadi saya cek pintu kamar kamu yang terbuka, tapi gak ada tanda-tanda manusia mau keluar. Makanya saya agak khawatir." Athaya mendengkus, seraya tangannya meraih botol minuman ion di dalam kulkas. Lalu menenggaknya hingga tersisa setengah.

"Ada mie, gak, si?" tanya Athaya, meruntuhkan egonya yang tidak ingin mengajak bicara seorang Levin.

"Mau mie apa, kuah atau goreng?"

Athaya melihat ke rak berisi beberapa mie dengan berbagai rasa.

"Kuah aja, yang rasa ayam bawang." Levin mengambil dua dan mulai membuka bumbunya, lalu memasukkannya ke dalam mangkuk.

Athaya memerhatikan itu dengan kerutan di dahi. Maksudnya, kedua mie itu akan dimasak oleh Levin?

Namun, pemikiran itu segera runtuh ketika Levin berbicara kembali.

"Kamu masak sendiri aja, ya. Karena saya tahu kamu cape, jadi mie yang mau saya makan, saya masak sendiri."

Athaya mendengkus mendengar perkataan ajaib Levin. Tidak ada adegan romantis setelah habis kelelahan membereskan kamar. Adanya hanya Levin dengan tingkah menyebalkan.

Apa dulu Khalisa terlalu bucin pada Levin? Eh tunggu, kalau dia memang cinta pada Levin, seharusnya ia tidak ada di sini sekarang. Athaya menggelengkan kepalanya, guna mengusir pikiran yang terlalu berkecamuk.

***

Pagi-pagi Athaya sudah disibukkan dengan yang namanya dapur. Ia bahkan sudah mandi juga membersihkan setiap sudut ruangan di lantai satu. Karena merasa ada kewajiban di rumah yang ia tempati sekarang, maka dari itu dirinya bangun lebih awal dari biasanya.

Athaya menyepol rambutnya asal. Ia memakai setelan celana legging hitam dipadukan dengan kaos oversize berwarna abu-abu. Tak lupa apron yang hinggap dibadannya.

Kini meja sudah dipenuhi dengan berbagai hidangan. Ia sengaja memasak banyak, sekalian untuk makan siang juga nantinya.

Athaya memilih untuk membersihkan wadah bekas masak, sambil menunggu Levin datang.

Karena terlalu serius mencuci, tak sadar bahwa Levin sudah turun dengan setelan rapi. Celana bahan serta kemeja putih di sana, tak lupa jas yang tersampir di tangan kirinya.

Levin memerhatikan Athaya yang masih berkutat di depan wastafel. Ia tersenyum tipis karena Athaya setanggap ini untuk urusan dapur. Ya memang tak usah diragukan lagi, karena Athaya mempunyai usaha dibidang makanan.

"Ehem." Levin berdehem sedikit keras agar Athaya mendengarnya.

Athaya berbalik saat selesai mencuci bekas wadah masaknya. Kemudian ia melepas apron yang digunakannya, lalu digantung di paku dekat dengan kulkas.

"Ayo sarapan bareng! Kamu jangan sampe kurus gara-gara saya gak merhatiin kamu."

Dih, apa-apaan coba. Memangnya Athaya haus akan perhatian apa? Tanpa dipersilahkan juga dirinya pasti mau. Secara, makanan itu nomor satu bagi Athaya.

"Mau dibekal, gak? Biar nanti saya siapin. Dan biar terasa seperti suami yang diperhatiin sama istrinya." Athaya menekankan kata perhatian dalam pembicaraannya. Memang ya, Levin ini membuat paginya yang cerah jadi suram. Ada aja tingkah yang menjengkelkan.

Levin terkekeh saat mendengar dan melihat raut Athaya. Ia senang karena berhasil menggoda Athaya.

"Boleh. Itung-itung belajar menjadi istri yang baik."

Sedikit banyak yang ia tahu dari Bella. Levin memiliki image yang katanya cool, dingin, dan kejam saat di kantor. Tapi yang ia lihat saat berhadapan langsung dengannya, hanya tingkah menyebalkannya saja.

Menurut Athaya, image itu tidak cocok untuk seorang Levin Staverd Vrog.

________

07-03-2023

Kebenaran Cinta (Terbit EBook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang