6. Wedding Day

13.2K 1K 8
                                    

Sejak hari di mana Khalisa berbicara hal yang mengacau, Athaya tidak bisa untuk melupakan perkataan itu. Bahkan semalaman ia susah tidur karena khawatir akan terjadi apa-apa.

Tinggal menghitung jam, Khalisa akan segera disahkan oleh Levin. Tapi hati Athaya berdebar tak karuan, karena gelisah yang terus-menerus tiada henti.

"Gila, gue bisa gila kalau kaya gini terus. Lo bener-bener bikin gue kacau belakangan ini, kak. Gue gak tahu lagi sama jalan pikiran lo yang aneh itu. Gue mohon untuk gak mengacaukan semuanya, gue mohon." Athaya bermonolog sambil memejamkan matanya di atas ranjang. Ia takut akan hal yang dikhawatirkan terjadi begitu saja.

Karena merasa cukup lama Athaya berdiam diri di kamar, akhirnya ia keluar dengan wajah on make up dan gaun brides mide yang begitu anggun.

Athaya melihat wajah Khalisa yang masih terus dipoles dengan begitu cantiknya. Memang MUA pilihan sang mama dan kakaknya itu tak salah.

"Gaun yang gue pilih bagus, kan, Ta?"

"Bagus, Kak. Lo gak usah mikirin soal gaun, deh, itu udah dibicarain dari lama. Sekarang lo happy-happy aja saat Levin nantinya akan mengucap dan mengikat janji suci buat lo." Khalisa tersenyum dihadapan cermin. Tak ada yang tahu, bahwa senyuman itu adalah awal dari masalahnya di mulai.

"Woah, cantik banget kakak gue satu ini." Athaya melihat Khalisa takjub dengan hasil riasan juga gaun yang begitu indah.

Wendy muncul bersama dengan suaminya, Zaldy. Mereka terharu juga bahagia dengan Khalisa. Karena sebentar lagi, putri pertamanya itu bukan hak milik mereka lagi.

Mereka menghampiri Khalisa dan memeluknya, seraya mencium pipi serta keningnya. Nanti, tak akan ada lagi tawa dan cerobohnya seorang Khalisa. Tak ada lagi percek-cokan antara Khalisa dengan Athaya.

Air mata menetes dari mata ketiganya. Athaya hanya bergeming tanpa mau merusak suasana. Terlebih ia bukan tipe orang yang mudah menangis, maka susah juga untuk mengeluarkan air mata di saat seperti ini.

Hati Athaya mendadak gelisah tak menentu, perkataan Khalisa bagai musik yang terekam jelas di telinga dan otaknya. Hembusan nafas berat ia keluarkan saat kedua orang tuanya pergi, hingga tak terlihat dari pandangannya.

Jika kalian ingin tahu di mana mereka mengadakan acara tersebut. Tepatnya di daerah kota Lembang, di sebuah penginapan dengan halaman yang cukup luas. Halaman itulah tempat di mana acara mereka berlangsung.

***

Sudah dua puluh menit sejak Khalisa meminta waktunya sendiri, pintu itu belum juga terbuka. Athaya menunggu dengan gelisah, yang ia lakukan sejak tadi hanya mundar-mandir di depan pintu kamar. Bahkan MUA juga dibiarkan untuk keluar. Tadi Khalisa benar-benar meminta waktunya sendiri sambil memohon-mohon pada Athaya. Bahkan air matanya mengalir begitu meminta hal tersebut. Karena Athaya tidak tega, maka ia membiarkan kakaknya di dalam kamar sendiri dengan pintu yang terkunci.

Tok tok tok

"Kak, are you okay?" Tidak ada jawaban apapun dari dalam.

"Kak, please, acara sebentar lagi mau dimulai, jangan bertingkah!" Belum juga ada jawaban dari dalam. Kini raut Athaya semakin keruh, karena Khalisa tidak menjawab apapun yang ia bicarakan.

"Kak, lo jangan gila, deh! Gue gak ngerti kenapa lo bertingkah aneh sejak di salon waktu itu, tapi gue mohon sama lo jangan macem-macem di dalam. Gue gak mau kalo sampe lo kenapa-kenapa, hey, Kak!"

"Arrgh, shit!" Athaya mengumpat, karena merasa sia-sia ia teriak memanggil Khalisa. Ia curiga, sepertinya ada yang aneh di dalam sana.

"Ta, muka kamu keruh banget. Itu acara mau dimulai, loh. Khalisa suruh keluar, sayang." Athaya menelan salivanya dengan susah, ia mesti jawab apa pada tante Manda.

Kebenaran Cinta (Terbit EBook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang