7. Peran Pengganti Yang Nyata

15K 1.1K 11
                                    

Gila! Ini benar-benar gila.

Athaya meyakinkan diri bahwa ini hanyalah mimpi. Dirinya menikah dengan orang yang baru dikenal tanpa dilandasi dengan rasa cinta. Jangankan cinta, rasa sayang saja tak ada sedikit pun. Lantas, apakah ini sebuah kesialan baginya?

Ya, ini memang sial! Gara-gara Khalisa, dirinya menjadi korban seperti ini. Kakaknya itu sudah tidak waras.

"Sayang, sekarang kamu itu sudah sah menjadi istri Levin, yang berarti saya ini Mamamu. Dan kita sekarang keluarga sayang, panggil saya dan papa Levin itu Mama dan Papa, ya. Yang berarti, kami juga orang tua kamu." Bella, selaku ibu dari Levin memberi petuah. Entah mengapa Bella merasa cocok dan yakin, bahwa Athaya adalah pilihan yang baik untuk menjadi menantunya. Ia juga merasa bahwa Athaya lebih dewasa dibandingkan dengan Khalisa. Untuk itu Bella langsung senang ketika Levin menyatakan bahwa, Athaya lah yang menggantikan posisi Khalisa.

Athaya tersenyum sekaligus terenyuh dengan pernyataan Bella. Sekarang, ia mempunyai dua orang tua. Ternyata Bella tidak seperti kebanyakan ibu-ibu yang kaku dan susah diajak berbicara, tapi semua itu salah. Bella sangat pengertian dan justru yang ia tangkap, bahwa Bella seperti merasa lega dan senang ketika Levin menikah dengannya. Yang pada kenyataannya bahwa ia hanyalah pengantin pengganti.

Adnan menghampiri Athaya dan Bella yang duduk di sofa, ia duduk di sofa seberang mereka.

"Athaya."

"Iya, Om."

"Papa, panggil saya Papa. Kita sudah berhubungan keluarga sekarang. Maafin Papa, ya, atas tindakan saat di kamar tadi. Papa merasa marah dan kecewa, Ta. Karena kami merasa dipermainkan, kamu juga merasa seperti itu, kan? Untuk itu Papa menekan kamu dan orang tua kamu, agar kami dapat meneruskan pernikahan ini. Papa yakin, kamu dapat membuat Levin bahagia, begitupun sebaliknya. Papa akan selalu mendoakan kalian dengan hal yang baik-baik. Bahagia selalu Athaya."

Lagi dan lagi Athaya terenyuh dengan perkataan Adnan. Ia tidak berpikir bahwa Adnan akan berbicara begitu. Tidak ada tatapan intimidasi seperti beberapa jam yang lalu, yang ada hanyalah tatapan seorang ayah yang sedang menasihati anaknya.

Ternyata orang tua Levin tidak seburuk itu. Athaya yakin di dalam lubuk hati mereka, bahwa mereka sangat mengharapkan pernikahan ini nyata dan bukan hal yang main-main. Bukan hanyalah semata-mata tidak ingin malu dan berakhir dengan peran pengantin pengganti. Mereka tulus dengan pernikahan yang amat sangat sakral ini.

"Makasih, Pa, atas do'a yang Papa berikan. Soal tadi, aku gak ambil hati, kok. Karena aku tahu posisi Papa dan Mama itu seperti apa, bahkan aku pun merasa kecewa dengan tindakan kakakku sendiri. Bahkan rasanya aku mau marah dan ngacak-ngacak kakakku, tapi mungkin ini jalan yang terbaik buat aku, Levin, dan juga kita sekeluarga."

Bella yang berada di samping Athaya tersenyum dan memeluknya dari samping. Bahkan tangannya mengusap-usap lengan atas Athaya dengan pelan dan lembut, seperti usapan seorang ibu pada umumnya.

Kedua orang tuanya yakni Zaldy dan Wendy, juga tak lupa memberi petuah bahkan mereka terus mengucapkan kata maaf padanya. Karena telah mengorbankan dirinya, demi mempertahankan pernikahan dan tidak harus menanggung malu keluarga. Hal itu Athaya maklumi dan mencoba menerima takdirnya. Memang siapa lagi kalau bukan dirinya yang akan menanggung semua ini secara suka rela?

***

Pada pukul 08:00 pagi, mereka semua berkumpul di ruang keluarga. Sejak semalam Athaya tidak bisa tidur dengan nyenyak. Ia dan Levin memang satu kamar, tapi semua tak seindah kelihatannya. Bahkan dengan tega Levin membiarkan dirinya tidur di atas sofa dengan posisi meringkuk dibalik selimut. Tak ada drama ia dipindahkan ke kasur supaya lebih nyaman, yang ada pagi-pagi buta sudah di semprot dengan ultimatum agar segera bangun.

Ketika mereka berkumpul di ruang keluarga, Athaya memilih untuk menuju dapur dan membuat sarapan. Karena ini hari terakhir mereka menginap di tempat ini dan bisa berkumpul bersama. Besok Athaya sudah harus packing, untuk kepindahannya di rumah baru, yakni rumah Levin sendiri.

Athaya membuat masakan mudah, seperti tumis tauge campur tahu putih, ayam teriyaki, jamur krispi, sosis keju oven, serta pizza roti ala-ala. Entah ide dari mana, yang pasti ia langsung ingin memasaknya seperti itu. Bahan-bahan masakan ini, ia sendiri yang beli. Mendapat arahan dari ART di penginapan ini, akhirnya Athaya dapat membeli bahan masakan dengan mudah.

Padahal tadi kedua mamanya ingin membantu, tapi Athaya memilih untuk melakukannya sendiri.

Kedua mamanya? Athaya merasa lucu saat memikirkan hal itu. Tapi tak ayal ia bahagia, ketika dapat merasakan punya dua ibu dihidupnya.

"Masakan sudah siap!" Athaya memberi intrupsi ketika ia keluar dari arah dapur, dengan apron yang masih hinggap di tubuhnya.

Mereka yang di ruang keluarga tersenyum saat Athaya memberi intrupsi seperti itu. Bahkan Levin yang sejak tadi sibuk dengan tabnya, kini mengalihkan atensinya ke arah Athaya sepenuhnya. Bibir itu hampir menunjukkan senyumnya kalau tidak ingat ini masih ramai. Namun, rautnya Levin ubah kembali dengan mode serius. Ia tidak ingin Athaya melihat hal itu, bisa jadi bahan ledekan nantinya.

Saat sampai di meja makan, mereka semua terutama Adnan, Bella, serta Levin memandang takjub.

Mungkin bagi Athaya, makanan yang ia sajikan sangat sederhana. Tapi berbeda bagi Adnan, Bella, dan Levin. Ini di luar dugaan mereka, makanan yang ada di meja makan benar-benar menggugah selera. Sarapan pagi yang akan membuat mereka kenyang.

Tanpa ada perdebatan atau obrolan panjang, mereka langsung menyantap makanan tersebut dan makan dengan hening. Padahal mulut Bella sudah gatal ingin berbicara, tapi ia masih tahu kesopanan saat di meja makan.

***

Kini, Athaya, Levin, dan sekeluarga sedang dalam perjalanan menuju kediaman mereka masing-masing.

Kali ini Levin tidak membawa mobil sendiri, melainkan bersama dengan supir pribadinya. Ia merasa lelah jika harus membawanya sendiri.

Athaya yang berada di samping kanan Levin, hanya sibuk bermain ponsel sambil mengecek pekerjaannya di kafe. Dan semua itu ternyata aman-aman saja. Ia tak salah memberi tanggung jawab itu kepada Theo.

Levin melihat Athaya dari samping, bibirnya menyunggingkan senyum tipis, sangat tipis. Pikirannya berkelana, ketika ia mengajukan pernyataan bahwa Athaya lah yang menggantikan posisi Khalisa. Entah kenapa ide itu muncul begitu saja. Lagi pula, daripada dirinya menikah dengan orang yang lebih asing lagi, lebih baik Athaya yang menjadi istrinya. Keluarga mereka juga cukup baik, terlebih dirinya sudah mengenal ibunda dari Khalisa dan Athaya.

"Berarti nanti ke rumah aku dulu, kan?" Athaya bertanya, seraya memandang Levin yang bersandar di kursi sambil memejamkan mata.

Athaya mendengkus saat melihat Levin yang tertidur pulas. Nafasnya juga teratur, seperti kelelahan. Padahal semalam dia tidur enak di ranjang, sementara dirinya hanya tidur di sofa yang panjangnya tidak sesuai dengan ukuran tubuhnya.

Namun, karena melihat Levin seperti itu membuatnya tidak tega juga. Ia memberikan bantal leher yang memang tersedia di mobil tersebut, tepatnya di bagian paling belakang kursi mobil. Lalu tubuhnya ia selimuti dengan jaket Levin, yang memang belum dipakai sejak tadi. Kemudian jari-jemari lembutnya mengusap surai hitam milik Levin dengan pelan.

Kegiatannya itu tak luput dari pandangan sang supir di depannya, yang terlihat dari kaca. Namun, Athaya tidak menyadari hal tersebut. Ia terlalu terpukau dengan wajah tampan milik Levin.

Ya, tampan. Namun menyebalkan bagi seorang Athaya Emyrena Bahman.

________

Thank you ❤
06-03-2023

Kebenaran Cinta (Terbit EBook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang