22. Pengakuan

10.8K 886 4
                                    

Zaldy dan Wendy saat ini tengah kebingungan. Mereka masih menenangkan putri pertamanya itu sejak kepulangannya.

Wendy yang menghela nafas terus-terusan. Sementara Zaldy yang saat ini tengah memijit pelipisnya guna menghilangkan rasa pusing. Faktor usia membuat mereka juga menjadi mudah terserang sakit dengan mudah. Memikirkan hal ini jauh lebih rumit dibandingkan pekerjaan rumah atau kantoran, menurut mereka.

"Pa, kalo kaya gini, Mama ngerasa bersalah terus-terusan dengan Yaya."

"Jangankan kamu, Ma, Papa juga."

"Terus kita harus gimana? Mana mungkin permintaan Lisa harus dituruti. Itu konyol, Pa."

"Emang gak masuk akal. Gini, deh, sekarang kita bicarain baik-baik sama Yaya. Kita berkunjung ke sana, dan harus membicarakan ini sama-sama. Biar kita juga tahu, pernikahan mereka itu berjalan semestinya atau hanya merugikan kedua belah pihak."

Wendy mengangguk atas usul suaminya. Kalau sudah seperti ini, memang seharusnya mereka melibatkan putri keduanya, yakni Athaya. Karena memang semuanya harus di luruskan, agar menemukan jalan keluarnya.

***

Di kediaman Levin, kini terdapat sepasang suami-istri yang saat ini tengah berkunjung dan membicarakan hal-hal random. Seperti bagaimana tentang pernikahan, rencana bulan madu, atau juga liburan keluarga.

"Ma, itu berlebihan, deh. Aku sama Levin gak perlu bulan madu sampe ke luar negeri segala. Lagi pula, Levin juga kasihan dengan kerjaan kantornya. Dan aku, masih ada tanggung jawabku di kafe." Bella yang mendengarkan tersenyum dan mengusap lengan Athaya.

Ya, yang berkunjung ke sana ialah Bella dan Adnan, selaku orang tua Levin dan mertua dari Athaya.

"Padahal Mama gak keberatan kalo kalian memang mau pergi bulan madu. Urusan perusahaan, itu soal gampang. Terus kafe kamu, kan waktu itu kamu pernah bilang kalo ada orang kepercayaan kamu. Jadi seharusnya gak perlu khawatir, kan?"

Athaya dan Levin saling menatap. Mereka seperti berbicara lewat mata. Mereka memang sudah menerima pernikahan ini. Namun, mereka belum membicarakan hal seperti kewajiban pasangan suami-istri itu sama sekali. Meski mereka sudah dalam satu kamar bahkan bercumbu ria, tapi mereka tidak sampai melakukan hal tersebut. Untuk itu Athaya dan Levin merasa tabu akan pembahasan ini.

"Ma, jangan maksain Ata atau pun aku. Kita masih sama-sama sibuk. Toh, gak perlu keluar negeri segala. Memangnya kalau di rumah aja, salah gitu?" Pertanyaan Levin mampu membuat Athaya menjadi tersipu. Belum lagi senyuman Bella yang mengandung arti. Sementara Adnan terkekeh atas ucapan putranya. Memang jantan sekali Levinnya itu, tanpa tendeng aling langsung ke intinya.

"Iya-iya. Ngerti, deh, Mama." Bella masih saja tersenyum penuh arti. Dan Athaya semakin bersemu merah, lantaran merasa tergoda akan pembahasan sensitif ini.

***

Suasana kali ini berubah tegang. Yang tadinya penuh akan canda dan tawa, kini hanya ada raut yang berbeda. Ada raut bingung, cemas, emosi, dan ketus. Semua itu terlihat dari mata Athaya. Dan Levin memandang mereka semua dengan tatapan tenangnya. Bahkan ia menggenggam erat tangan Athaya dan membawa ke pangkuannya.

Bella yang sedari tadi menampilkan raut ketusnya, mulai angkat bicara dan bertanya soal kedatangan orang tua Athaya.

"Maaf sebelumnya, kedatangan kalian ke sini hanya untuk berkunjung menemui putra kami dan Athaya, kah? Tapi ... kenapa membawa putri pertama kalian ke sini? Apa maksud dari semua ini? Urusan putri pertama kalian dengan putra kami sudah selesai, sejak dia yang memutuskan pernikahannya saat itu."

"Jujur, saya dan suami saya bingung untuk memulai pembicaraan dari mana." Wendy berujar dengan raut bingungnya yang kentara sekali.

Adanan tersenyum sinis. Apa yang harus dibingungkan? Urusan Khalisa dan Levin memang sudah selesai. Mungkin kalau mereka datang hanya berdua, tidak akan membuat Adnan murka. Tetapi, entah mengapa melihat Khalisa kembali dengan keadaan yang seperti ini membuatnya muak bukan main. Dia yang memilih pergi, dan sekarang dia juga yang mulai menghampiri kembali. Pantaskah dia datang dengan rasa percaya diri juga wajah bak tembok? Seperti tidak merasa bersalah saja.

"Apa yang mau dibahas oleh kalian? Langsung ke intinya, saya tidak mau terlalu banyak basa-basi."

Athaya meneguk salivanya dengan susah payah. Ia sedikit takut mendengar suara tegas milik Adnan. Ia juga merasa kasihan dengan kedua orang tuanya, yakni Wendy dan Zaldy. Mereka tidak bersalah, tapi Adnan dan Bella seolah mengintimidasi mereka saat ini. Namun, ia juga merasa kesal dengan Khalisa yang bisa-bisanya menampilkan wajah santai. Memangnya pantas seperti itu, dengan semua apa yang dia lakukan pada keluarga Vrog?

Levin yang melihat kegusaran Athaya, semakin menggenggam tangannya dengan erat. Belum lagi ia mendaratkan ciuman ke genggaman tangan Athaya berkali-kali. Lalu membisikkan kata-kata yang menenangkan.

Khalisa yang melihat perlakuan Levin terhadap Athaya dari tempat duduknya, merasakan hawa panas yang luar biasa. Kenapa harus Athaya yang berada di sana? Ia ingin diposisi itu sekarang.

Zaldy yang sejak tadi diam, kini mulai angkat bicara dengan maksud kedatangan mereka ke rumah Levin.

"Saya selaku Ayah dari Khalisa dan Athaya, ingin meminta maaf sebelumnya, karena kedatangan kami yang mungkin tidak tepat waktu. Jujur, saya dan istri saya bingung sekali memulai pembicaraan ini dari mana, dan saya juga merasa malu jika hal ini diutarakan ke kalian." Zaldy  menjeda sebentar dan melihat putri keduanya dalam genggaman tangan Levin. Sudah bisa dipastikan, bahwa pernikahan yang mereka jalani memang baik-baik saja.

"Saya ingin bertanya dengan Nak Levin."

"Silahkan, Pa! Pertanyaan apapun akan aku jawab, selama hal itu masuk akal."

"Apa kamu serius dengan pernikahanmu dan Athaya? Papa cuma ingin memastikan."

"Aku serius dengan pernikahan kami. Aku juga serius dengan Athaya. Selama hidup bersama Athaya, gak  ada sekalipun dia mengabaikan aku meski awalnya kami sama-sama belum menerima. Dia menjalani kegiatan seperti istri pada umumnya. Selama bersama Athaya, pandangan aku juga berubah. Awalnya aku gak percaya dengan wanita lagi setelah dihancurkan dalam pernikahan itu. Tapi dengan adanya Athaya, semua itu terasa lebih ringan dan lebih bisa merelakan semua yang terjadi di masa lalu. Meski kekecewaan itu masih ada sampai saat ini. Ternyata, Athaya adalah wanita baik yang dikirim Tuhan untuk aku. Terima kasih juga untuk Mama dan Papa, telah melahirkan putri seperti Athaya. Dia tumbuh menjadi wanita yang kuat, dewasa, dan cantik. Aku sudah menetapkan hatiku pada Athaya, Ma, Pa. Dan kami berdua sepakat untuk tidak mengkhianati janji suci itu." Levin mengucapkannya dengan raut yang tenang. Tidak ada keraguan yang keluar dari mulutnya.

Wendy menatap pias Khalisa juga Zaldy menghela nafas beratnya. Sepertinya memang masalah ini harus selesai sekarang juga.

"Papa bersyukur dengan semua itu. Kebahagiaan Athaya, itu juga berarti menjadi kebahagiaan kami. Papa dan Mama tidak mungkin bisa memisahkan kalian jika kalian memang saling mencintai." Wendy mengangguk setuju dan tersenyum pada Athaya dan Levin.

Pembicaraan Zaldy dan Wendy berhenti sampai di sana. Mereka tidak akan membahas soal permintaan Khalisa. Karena mereka memang ingin memastikan terlebih dahulu tentang pernikahan Athaya dan Levin.

Kenyataan yang membuat mereka terkejut sekaligus lega. Karena Levin dan Athaya telah menerima satu sama lain dengan perasaan yang saling mencintai. Untuk itu, tidak ada alasan lagi baik Zaldy dan Wendy memisahkan mereka berdua.

________

28-03-2023

Kebenaran Cinta (Terbit EBook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang