Kafka berjalan mengikuti Joe. mereka akan bolos ke warung babeh. Kafka berjalan santai dengan tangan yang dilipat didada berbeda dengan Joe yang tangannya ditaro disaku celana
"lho ada bang Arva" Kafka duduk disamping Arva. Arva hanya melihat sekali dan kembali fokus pada handphone nya
"dih gue ditinggal nge game. emang lebih menarik game dari pada gue?" Arva langsung menoleh, sekelibat bayangan masa lalu kembali datang
"Arva, kok aku diangurin? emang game kamu tu lebih menarik dari aku? iya?"
segera Arva taro handphone nya dimeja, ia langsung menatap Kafka, yang malah membuat Kafka salting hebat karena ditatap begitu dalam oleh Arva
"ekhem"
Kafka langsung menatap Joe
"minum jo" ucap Kafka, sepertinya Joe tersedak sesuatu
"bang, yo. kayanya gue salah ngajak dia kesini" ucap Joe menatap Deo yang minum kopinya. Arva menatap Joe tidak suka. berbeda dengan Deo yang sepertinya paham maksud Joe, dia terkekeh
"ka." panggil Arva tiba-tiba
"emm?" Kafka menoleh menatap Arva dengan mata yang sedikit melebar membuat Arva menggigit pipi dalamnya karena gemas
"ke toko buku. anterin" Kafka terkejut, apa-apaan ini
"sorry, bang. Kafka mau jalan sama gue" sekarang Kafka dua kali lipat terkejutnya
"kapan?" Kafka menatap Joe
"nanti" jawab Joe santai
"engga, bukan itu yang gue tanyain. maksud gue tu, kapan gue ada janji sama lu?" Joe diam sebentar, ia baru ngeh kalau dirinya belum buat janji apa-apa sama Kafka, ia hanya ngak suka Kafka akan keluar bareng Arva
"sekarang. gue ngajak lu sekarang"
"tapi bang Arva duluan yang ngajak" sahut Kafka lagi
"gapapa, ka. biar gue aja yang nemenin Arva." Kafka menatap Aylen, lalu bergantian menatap Arva yang menatapnya penuh harap
"kan yang ngajak gue duluan bang Arva, gue ikut bang Arva aja" kata-kata Kafka membuat Joe menghembuskan napas berat. gini banget saingan sama abang sendiri, batin Joe
saat bel masuk berbunyi, Kafka dan Joe kembali kekelas, sekarang mereka tidak akan bolos lagi seperti pelajaran sebelumnya, bahkan sekarang Kafka lagi mode anak rajin, semua yang diomongin guru ia catet dibuku engga semua, yang Kafka anggap penting saja.
bahkan ketika guru bertanya Kafka akan mengangkat tangan, bukan untuk menjawab melainkan kembali bertanya membuat guru dan temen sekelasnya menapok jidat mereka karena tingkah Kafka.
seperti sekarang, Kafka menatap kedepan, ia menatap sang guru yang lagi menulis dipapan tulisan, dan sesekali Kafka akan menulis yang ditulis sang guru
"pst... pst..." Kafka menoleh kebelakang sekilas lalu memundurkan badan nya agar orang dibelakangnya bisa membisikkan sesuatu
"ka, lu beneran mau ikut bang Arva?" Kafka ngak menjawab ia hanya mengangguk mantap
"udah ya, Jo. gue mau fokus dulu biar keliatan ambis, lu juga" ucap Kafka yang langsung kembali pada posisi awal-- siap untuk menulis
"okay pelajaran bapak sampai sini aja, kalian bisa istirahat dulu." ucap sang guru yang langsung pergi meninggalkan kelas
"yessss!!! tangan gue dah kebas banget cok" Tania menyentil mulut Kafka
"hust. omongannya, ka. oh ya, tumben banget lu tadi" Kafka mengedikkan bahunya acuh, ia menatap kebelakang namun tak menemukan sosok yang dia cari
"nyari Joe? dia udah keluar tadi" Kafka mengangguk
"etdah, ka. kok lu bisa deket si sama geng nya si Joe. padahal banyak banget yang pengen masuk ke geng itu, tapi pada ga bisa, soalnya ngak tahan sama ocehannya bang Deo, ucapan pedesnya bang Bara, Sifat absurd nya Aylen, pendiem nya Joe, Ke gantengannya bang Angga, dan jangan lupakan, tatapan tajam dari mata elang seorang Arva Jhoan."
"panjang bener omongan lu, Li. lagian mereka enak kok diajak ngobrol bareng, apa lagi bang Deo sama bang Bara. Aylen juga lucu" Talia mengedipkan matanya berkali-kali
"agak heran, tapi ga jadi heran deh, mungkin gara-gara lu sama Joe, jadi mereka welcome banget sama lu." Kafka mengangguk membenarkan perkataan Talia
......
sekarang Kafka sedang berada diparkiran sebuah toko buku. ia sedang menunggu Arva dengan duduk diatas motor sambil memegang es cekek rasa melon ini
"lama banget dah nyampenya" guman Kafka karena tidak melihat batang hidung Arva. ia tidak berangkat bareng, dan bilang akan ketemuan langsung di lokasinya, dan ya, Kafka udah nyampe bahkan dia sudah ganti baju
saat sedang asik menyeruput es cekek yang tinggal dikit, Kafka akhirnya melihat motor Arva yang berhenti disampingnya
"telat lu bang, gue udah nunggu dari tadi, mau gosong ni"
"telat lagi kamu, Va? aku nungguin loh sampai mau lumutan"
Arva terdiam sebentar, tiba-tiba ingatan tentang dia kembali muncul seperti tadi
"maaf, ayo masuk" Kafka dan Arva jalan beriringan, mereka memasuki toko buku
"mau nyari apa?" tanya Kafka karena sedari tadi mereka cuma berkeliling
Arva mengambil satu buku kosong seperti buku diary lalu berjalan kearah rak yang terdapat banyak buku novel
"suka baca novel, bang?" Arva mengangguk dan mengambil 2 buku novel yang berbeda judul
"lu belum baca yang itu? gue saranin si jangan ya. buku nya emang bagus, cerita nya ngak ngebosenin. tapi, akhir ceritanya ngak memuaskan menurut gue. kenapa cowoknya malah milih cewe yang baru dateng dari pada cewe yang udah lama bareng dia. dan pas cewe yang udah lama itu meninggal si cowoknya baru sadar dan nangis-nangis minta maaf. endingnya bahagia kalau yang baca dukung sicowo sama cewe yang barusan tiba. tapi endingnya bakal sedih kalau yang baca lebih suka sama cewe yang dah meninggal."
"jadi, kesimpulannya. cerita ini jelek?" Kafka menggeleng
"engga, bang. tapi ya gitu, endingnya agak kurang memuaskan gantung banget dah." Arva ngangguk lagi, ia menaruh novel yang satunya dan mengambil novel yang lain
"ini bagus. gue udah baca berkali-kali, berharap endingnya bisa berubah. tapi, nyatanya itu mustahil karena buku yang ditulis oleh penulis tidak akan bisa dirubah kecuali kalau penulisnya mau ngerubah. tapi, kalau dirubah, feel nya juga bakal beda."
"suka baca novel?"
"huh?" Kafka menaikkan alisnya menatap Arva
"lu." Kafka mengangguk
"iya, tapi sekarang udah jarang, ngak ada waktu. Rata-rata, cerita yang gue baca itu rekomendasi dari kakak gue"
"kakak lu?" Kafka mengangguk lagi
ia sedikit mengingat kenangan bersama kakak nya.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Who M.J? [boyslove]
Randomsemua orang mengetahui namanya namun mereka tidak mengetahui siapa dibalik nama M.J M.J ketua geng motor yang terkenal di kotanya. hingga seorang laki-laki yang rela pindah sekolah demi mencari siapa m.j. dia, Kafka Prananta. pemuda umur 16 tahun...