setelah membeli beberapa buku, sekarang Kafka dan Arva duduk dimeja warung makan
"mbak, saya pesen ayam saus mentega, sama minumnya rasa matcha"
"makanannya samain. minumannya, saya rasa taro aja"
"oke, tunggu sebentar ya, kak" setelah mbak-mbak itu pergi, Kafka menatap Arva aneh. Arva yang mengetahui sedang ditatap pun menatap balik
"kenapa?" tanya Arva ketika melihat Kafka yang menatapnya
"lu suka taro? sumpah?"
"iya, ada yang salah?" tanya Arva lagi, ia tidak paham kenapa Kafka bertanya begitu. emang salah suka rasa taro?
"engga, tapi aneh. kenapa ngak matcha aja? matcha enak lho" Arva menggeleng
"matcha ngak enak."
"enak. lu sekte mana si, va?" Kafka memanggil Arva tidak ada embel-embel 'bang' membuat Arva menggeleng
"gue ga suka matcha" jelas Arva lagi, ia tu sebenarnya males banget bahas pembahasan yang ngak penting seperti ini, tapi entah dorongan dari siapa ia tetap membalasnya
"tapi, gue suka" Kafka bersedekap dada
"ya itu lu, bukan gue"
"aku ngak suka matcha, nesha"
"tapi aku suka, Arva"
"itu kamu, sha. bukan aku. jangan disamain, ya? kita beda"
Arva memegang dada kirinya, tiba-tiba disana rasanya sakit, entah. ada rasa rindu yang susah untuk diucapkan.
ingatan itu kembali, seperti deja vu menurut Arva. dan Arva sangat membenci hal itu.
setelah pesanan datang, Kafka meminum minumannya begitu pun dengan Arva
"langsung pulang?" tanya Arva
"alun-alun bentar, boleh?" Kafka tersenyum lebar kearah Arva
"Arva, ke alun-alun, yuk"
Arva mengejabkan matanya berkali-kali ketika melihat senyum Kafka yang mirip dengan 'dia'
"ayo" ucap Arva. senyuman Kafka makin melebar.
....
Sekarang, Arva dan Kafka duduk diatas motor masing-masing sambil melihat banyak orang yang sedang melakukan lari sore ataupun sekedar jalan-jalan, entah sendiri, ataupun bersama pasangan.
Arva duduk sambil menatap orang-orang yang berjalan. Berbeda dengan Kafka yang duduk anteng diatas motornya dengan memakan es krim yang baru ia beli, lebih tepatnya dibelikan oleh Arva.
"bang, minta?" Kafka menyodorkan es krim yang hampir habis itu kearah Arva, Arva menoleh dan memakannya sedikit. Kafka cuma tersenyum sambil kembali makan, biasanya dia akan bilang "padahal gue cuma nawarin, jangan maulah"
"makasih" ucap Arva tiba-tiba, Kafka menatap Arva dengan senyum dan mengangguk
"bang, lu beneran pacaran?" Arva menoleh dan menggeleng.
"lho, yang di ige lu siapa?" tanya Kafka lagi, Arva terdiam. Ia tidak pacaran, kenapa Kafka bilang dia pacaran?
"siapa?" bukannya membalas Arva malah balik bertanya
"itu loh, siapa si namanya? Anisa?"
"Anita." potong Arva cepat. Kafka mengangguk membenarkan
"cuma temen" jawab Arva cepat
"emang ada ya temen yang dipost terus captionnya love putih?" Arva terkekeh, pertanyaan Kafka malah terkesan seperti dia cemburu ditelinga Arva
"emang ada temen yang ngeposting foto temen nya pake caption love putih?"
Arva terdiam ketika bayangan itu kembali. Ia melihat kearah Kafka yang terdiam sambil memainkan handphonenya karena es krim yang ia makan tadi sudah habis
Arva mengeluarkan handphonenya, ia memotret Kafka diam-diam tanpa sepengetahuan Kafka
Senyuman tipis tercipta dibibir Arva.
"cantik." Kafka menoleh ketika mendengar suara samar dari Arva, walaupun samar, Kafka tau apa yang diucapkan laki-laki itu. Dan ketika menatap Arva, Arva sedang menatap handphone nya membuat Kafka mendengus
"yang bucin mah beda ya, liat poto ayang aja langsung senyam senyum" sindir Kafka, Arva yang tau langsung mengubah ekspresi wajahnya menjadi datar kembali
"cemburu?" Kafka membolakan matanya, apa-apaan itu? cemburu? Percaya diri banget orang satu ini
"pede banget lu bang. Gue juga punya kali cewe, cantik, lucu, manis, behhh diembat semua dah" Arva hanya menggeleng mendengar pernyataan dari Kafka.
Setelah berbincang sebentar, Kafka dan Arva berjalan-jalan disekitar mencari jajanan yang dibisa dibeli.
"bakso kuy" tunjuk Kafka ke salah satu gerobak bertuliskan bakso pak slamet
Sebelum Arva menjawab, Kafka udah lari aja kearah gerobak itu. Membuat Arva menggeleng dan berjalan santai menyusul Kafka
"pak, 2 porsi ya. Yang satunya pedes banget, lu?" Kafka menatap Arva yang mendudukkan dirinya dikursi depan Kafka yang emang disediakan disitu
"sedang aja" jawab Arva
"yang satu pedes terus yang satu sedang ya" bapak penjual mengacungkan jempolnya dan membuat pesanan Kafka dan Arva. Disini tidak sepi dan tidak ramai yang membeli bakso.
"dimakan yo mas" ucap bapak penjual bakso. Akhirnya setelah menunggu beberapa menit pesanan Kafka dan Arva datang juga
Setelah menghabiskan makanannya, Kafka mengajak untuk pulang karena mama Nadella udah mencarinya
"bang. Balapan yuk." tantang Kafka, Arva menunjukkan senyum miringnya dibalik helm
"hadiah?"
"pake hadiah?"
"iya."
"emmm... Gini aja, yang menang boleh minta satu keinginan"
"satu? Kurang"
"yailah, lu mau minta berapa, dah"
"tiga?" Kafka mengangguk
"oke, deal" Arva tersenyum lagi
"jangan curang" Kafka mengangguk dan mengacungkan jempolnya
"jangan cari jalan pintas"
"aman." setelah kata terakhir yang diucapkan oleh Arva mereka berdua memulai hitungan dari 1-3
Kafka memimpin balapan ini. Ia tersenyum miring ketika melihat Arva yang dibelakangnya lumayan jauh.
Saat dekat dengan rumah, Arva memimpin perlombaan ini. Kafka mendengus saat Arva duduk diatas motor dengan senyum meremehkan, perlombaan telah selesai, dan yang menang Arva.
"oke. Gue kalah, 3 permintaan, apa?" Arva terdiam sebentar selanjutnya ia menggeleng
"lu gamau?" lagi-lagi Arva menggeleng. Kafka dibuat bingung olehnya
"belum dipikirin" Kafka ber-oh aja, ia langsung masuk meninggalkan tuan rumah.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Who M.J? [boyslove]
Randomsemua orang mengetahui namanya namun mereka tidak mengetahui siapa dibalik nama M.J M.J ketua geng motor yang terkenal di kotanya. hingga seorang laki-laki yang rela pindah sekolah demi mencari siapa m.j. dia, Kafka Prananta. pemuda umur 16 tahun...