Disinilah Kafka berada, didepan sebuah rumah kecil. Ia menatap Angga dengan tatapan herannya
"masuk aja" Kafka terkejut saat suara yang paling ia kenali ada dibelakangnya. Ia menoleh dengan cepat
"loh? Bang Kei?" pemuda itu hanya menatap Kafka datar, dan berjalan mendahului Kafka
Angga masuk lebih dulu, diikuti Kei dan Kafka. Kafka menatap sekeliling rumah, kosong.
Kafka memasuki kamar yang berada dirumah ini, Kafka dibuat heran ketika Angga menggeser lemari yang lumayan besar itu. Ada pintu, namun dikunci dengan sandi
"gue udah dirumah" Angga menelpon seseorang, Kei duduk dikasur yang berada dirumah itu
"oke. Satu... Lima... Kosong.... Lima. Kebuka" Kafka terdiam, 1505. Nomor itu seperti ngak asing diingatannya
"ulang tahun Satria" Kei menjawab kebingungan Kafka. Ia mengikuti Angga yang memasuki ruang gelap tersebut.
Ctak
Terang, ruangannya langsung terang ketika Kei menyalakan lampu, terdapat tangga yang menuju kebawah yang entah akan membawanya kemana
Kafka hanya diam dan mengikuti Angga yang masih menelpon seseorang
"ketemu" Kafka binggung saat Angga menyeringai melihat salah satu ruangan disana. Kafka berjalan dan berdiri disamping Angga
"bang Satria?" Kafka mengerutkan dahinya ketika melihat Satria duduk dikursi dengan diikat
"sayang?" Kafka langsung menoleh kearah yang memanggilnya. Sosok itu keluar dari belakang Satria
"kak?" Arva tersenyum, ia berjalan kearah Kafka. Ketika berada didepan kekasihnya ini Arva langsung memeluk Kafka dengan mencium kening pemuda ini berkali-kali
"kalian pacaran?" Arva menegakkan tubuhnya, menatap Kei.
Tanpa Arva menjawab pun, Kei paham. Ia menghembuskan napasnya
"selesai?" Kei berucap
"lihat" jawab Arva. Angga sudah berjalan kesalahan satu ruangan disana
"sayang, ikut Angga dulu, ya?" Kafka mengangguk, ia berjalan menyusul Angga.
Arva dan Kei berjalan menuju pemuda yang masih tertidur itu, tidur atau pingsan?
Kei menghembuskan napasnya sebelum
Brak
"bangsat." Arva duduk santai dikursi yang ada disana. Tangannya terlihat didepan dada dengan kaki kiri berada diatas kaki kanan. Senang sekali mendapat tontonan gratis, sayang sekali tidak ada popcron disini
"You are bad, Sat. My trust is in vain. You bastard. Anjing" Kei menarik rambut Satria
"lu tau? Muka lu ini kaya babi. Jancok" Kei membenturkan wajah Satria kelantai
"gara-gara lu. Adek gue mati, gara-gara lu gue hampir kehilangan nyokap gue, gara-gara lu, gue jauh dari keluarga gue selama hampir 3 tahun. Dan lu? Penjahatnya malah seneng-seneng disini. Lu bajingan yang ter anjing, bangsat." Kei kembali membenturkan wajah Satria ke lantai
"Jho. Thanks udah nemuin biang kerok nya. Sorry, gue baru bisa kesini hari ini. Ini langsung dibunuh?"
"jangan" Kei menoleh kearah pintu, disana Kafka berdiri
"ka, aku nyuruh kamu buat bareng Angga" Arva berdiri menghampiri Kafka
"aku pengen tau. Bang, mending dilaporin polisi, biar tuduhan bang Kei dicabut, biar bisa tinggal bareng lagi." Kafka berjalan memasuki ruangan, bau darah segar dari kening Satria, Kafka meringis, kepalanya pusing karena bau darah
"bang Sat. Lu emang Bangsat, anjing" Kafka berdiri tepat disamping kepala Satria yang tak berdaya dilantai. Kei langsung memeluk tubuh Kafka, menyembunyikan wajah Kafka didadanya, ia tau, adek kecilnya ini sangat benci darah
"jangan dilihat. Keluar, ka"
"Kafka gamau, bang. Dia jahat, dia baik, dulu" Kafka memeluk tubuh abangnya ini. Kei mengode Arva untuk membawa Kafka keluar
Kafka keluar dengan Arva. Menyisakan Kei yang berjongkok menatap Satria. Dengan pelan, Kei melepas tali yang mengikat Satria
"sakit?" Kei menatap Satria yang membuka matanya, ia mengelus kening Satria yang mengeluarkan darah
"jangan bunuh orang biar ga jadi kaya gini" Kei melepas dasinya dan melilitkan dikening Satria agar darah pemuda itu tidak terus keluar.
"lu bajingan, Sat" ucap Kei yang masih mengobati Satria
"bunuh gue aja, Van. Jangan dibaikin, nanti gue ngelunjak"
"lu tau? Setelah gue pulang ke Indo. Gue janji mau ngajak lu pacaran, tapi, apa? Sekarang gue malah buat lu luka" Satria diam, Kei menatap wajah Satria sambil tersenyum
"rasa enam tahun gue, sia-sia, ya?" Kei menunduk, menyembunyikan rasa sedihnya
"tapi, gak. Gue pernah janji, siapapun orangnya gue bakal bunuh. Mungkin, Kali ini ga bisa. Gue ga bisa bunuh lu. Gue masukin lu ke penjara, ya?" Satria mengangguk
"gue gatau. Lu ga pernah bilang"
"lu suka Aneesha"
"lu bener, gue buta waktu itu. Gue bunuh Arvin dan tanpa sadar gue juga bunuh semestanya Aneesha. Gue bunuh dua orang, Van. Seharusnya gue dibunuh, bukan dipenjara. Penjara terlalu baik buat gue yang bener-bener bajingan" Kei berdiri, mengulurkan tangannya kearah Satria. Kejadian ini bener-bener seperti Dejavu, saat ia mengulurkan tangan untuk Arvin.
"polisi nunggu didepan" Satria tersenyum. Ia menerima uluran tangan Keivan, dan berdiri walaupun kepalanya benar-benar berat.
Sebelum Satria melangkah, Keivan memeluk tubuhnya
"lu baik, tapi jahat. Sat. Bangsat" Satria terkekeh, ia membalas pelukan Satria
"jangan suka gue, Van."
"diusahain"
"gue doain"
"kalau ga bisa?"
"bunuh gue"
"bangsat"
Satria terkekeh, namun matanya mengeluarkan air. Ia berjalan meninggalkan Keivan, walau jalannya sedikit sempoyongan.
Keivan menunduk, mengusap matanya.
"ni" Keivan menoleh, menatap pemuda asing yang tadi bersama Kafka mengulurkan saputangan, ia menerimanya
"kocak"
"kaya hidup lu" Angga berlalu, Keivan menggeleng
Disini, mereka ber empat, sehabis Satria dibawa oleh polisi, mereka duduk diteras rumah
"ayo pulang" Arva berdiri. Mengulurkan tangannya dan diterima dengan senang hati oleh Kafka.
"bang Kei. Gue pulang, jangan kangen" Keivan hanya menatap datar kepergian Kafka dan Arva
"gue pamit" ini Angga berucap, ia menyusul Kafka dan Arva. Kei berdiri, ia juga akan pulang ke rumah yang benar-benar rumah. Ia merindukan masakan bundanya
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Who M.J? [boyslove]
Randomsemua orang mengetahui namanya namun mereka tidak mengetahui siapa dibalik nama M.J M.J ketua geng motor yang terkenal di kotanya. hingga seorang laki-laki yang rela pindah sekolah demi mencari siapa m.j. dia, Kafka Prananta. pemuda umur 16 tahun...