Kafka kembali kerumahnya. Berbeda dengan dulu, dulu ia pulang hanya untuk mengetahui tentang perasaannya, sekarang dia pulang untuk melupakan perasaannya.
"eh, adek pulang?" ini suara bunda saat menyambut Kafka
"Nda, Afka minta maaf, ya?" Kafka memeluk bundanya, sang bunda yang tidak mengerti langsung menatap Rafka, Rafka mengedikkan bahu tanda tidak tau
"Nda, Afka hamil" Keivan yang tadinya minum kopi ini tersedak. Sang bunda menatap Kafka tidak percaya
"astaga, anak bunda udah gede. Terus gimana? Arva mau tanggung jawab?" Kafka kembali menunduk, Kei yang melihat itu langsung berdiri dari duduknya
"jangan marahin kak Arva, bang. Kalau Kafka ngomong pasti kak Arva bakal tanggung jawab, tapi kak Arva kan harus tanggung jawab ke Anita"
"gimana, dek?" ini suara papanya yang baru saja turun
"kak Arva hamilin Anita, yah. Tapi ini kecelakaan, jangan marahin kak Arva juga, bahkan kemarin kak Arva nolak keras kalau disuruh tanggung jawab. Tapi, Kafka paksa kok, yah. Biar dia tanggung jawab"
"lalu gimana dengan kamu, ka? Siapa yang tangguh jawab?" Kafka menatap Keivan dengan tersenyum
"Kafka cowo, bisa rawat sendiri" Keivan menggeleng pelan, ia berjalan kearah Kafka, mengusap perut Kafka yang terbalut kaos
"rawat bareng-bareng ya, ka? Kamu hebat, ka. Abang bangga." Kafka memeluk abangnya ini, Keivan mencium pucuk kepala Kafka. Walaupun Keivan kaku, tapi hati dia benar-benar lembut
"bunda juga, nanti kita rawat dedeknya bareng. Papa, bunda bakal dapet cucu ini, makin tua aja bunda" Kafka terkekeh
"bun, makasih. Papa, Kafka minta maaf"
"walah, gapapa dek. Papa mu ini loh orkay. Uang papa ga bakal habis buat keperluan anak kamu" Kafka tersenyum, ia berjalan menuju papanya, mencium pipi pria idolanya ini
"adek minta apapun bakal papa kasih"
"oke, jadi, kasih izin Kafka buat ke Prancis, pa. Kafka pengen mulai dari awal dengan dedek bayinya"
"yang lain, dek. Ke Jakarta aja bunda mu selalu tanyain kabar mu, ini mau ke Prancis, negara orang loh, dek." Kafka tersenyum miring
"kalau gitu buat kak Arva nikahin Kafka, pa"
"mustahil, dek. Yaudah lah, kamu ke Prancis kapan? Besok? Lusa? Atau kapan, biar papa beliin tiketnya"
Kafka tersenyum lebar, idenya tidak meleset. Persis seperti ekspetasinya
"bulan depan? Setelah kak Arva nikah" sang papa hanya mengangguk
"terserah Afka aja. Sekarang kamu tidur gih, pasti capek. Kasian dia" Kafka mengangguk, ia pergi menuju kamarnya, barang-barang yang ia bawa sudah dimasukkan kekamar nya oleh asisten rumah
Arvaay
//sayang, kmu ke jogja?
//aku nyusul kesana, ya?
//Kafka please, bales chat aku
//ka, kmu gpp, kan? Perasaanku ga enak
//ka, rsanya aku gamau jauh² dr kmu. Kya ada benang yg selalu menghubungkan kita. Jgn pergi, ya ka?Aku di jogja, kak. Gausah nyusul, nanti aku bingung gimana lupainnya. Oh iya, jaket kesayangan kamu aku bawa, maaf ya ga izin? Jaketnya masih ada bau kamu, itu jg parfum kamu aku bawa, kamu jangan ganti parfum ya kak? Biar kalau aku kangen aku bisa cium bau kamu//
Gausah cari aku. Nanti pas kamu nikah aku dateng//
I love u, kak. Love u more//Kafka kembali menangis, ia terus mengumankan kalimat 'i love you'. Setelah memblokir no Arva Kafka mematikan handphonenya. Ia membuka tas ransel miliknya, Kafka tersenyum menatap foto dirinya dan Arva yang sedang makan ayam geprek didalam kelas.
"kak, sayang ku ke kamu itu ga bakal bisa habis. Seperti laut, jika surut akan ada tsunami. Sama seperti cintaku, jika akan hilang, rasa itu akan kembali dengan lebih banyak."
"nanti kalau bayinya lahir, aku bakal ceritain tentang kakak yang hebat, ayahnya hebat, sangat hebat."
"kisah kita beneran selesai, kak. Aku ingin mengulang, namun nanti akhirnya bakal sama. Kita mustahil untuk bersatu. Jika bukan maut maka norma dunia lah yang memisahkan kita."
Kafka memeluk bingkai foto itu, ia kembali menangis tanpa suara. Ia terlalu malu untuk bersuara, takut semesta akan menertawakannya.
Marva-Kafka selesai.
Terima kasih waktu, udah mempertemukan mereka. Terima kasih Tuhan, telah mempersatukan mereka walaupun sesaat. Terima kasih dunia, atas kisahnya.
Sekarang kembali seperti semula. Kafka dengan langit Jogja, dan Arva dengan langit Jakarta. Langit Jogja dan langit Jakarta kembali memisahkan dua insan yang pernah jadi satu dibawah langit Jakarta.
Terima kasih untuk semuanya.
End
Huhu, akhirnya cerita ini selesai. Maaf banget kalau ngak ngefeel. Soalnya baru bikin cerita.
Kritik dan sarannya ya disini, ya kak
Jangan lupa pencet logo bintang dibawah kiri yaaaa
Ini akan ada bonchap yaaaa. Tunggu ajaaa, mungkin 2/3 bonchap
KAMU SEDANG MEMBACA
Who M.J? [boyslove]
Randomsemua orang mengetahui namanya namun mereka tidak mengetahui siapa dibalik nama M.J M.J ketua geng motor yang terkenal di kotanya. hingga seorang laki-laki yang rela pindah sekolah demi mencari siapa m.j. dia, Kafka Prananta. pemuda umur 16 tahun...