Seperti yang sudah direncanakan, Kafka dan Arva sudah berada dirumah utama keluarga Dixon.
"om Jack kayanya belum pulang deh, kak" Arva mengangguk, ia menggandeng tangan Kafka untuk memasuki rumah.
Semuanya terjadi begitu cepat untuk Kafka, rasanya baru kemarin dia masih jadi tamu dirumah ini, sekarang udah jadi pacar anak pemilik rumah.
"lah, ada Kafka" Kafka menunjukkan senyumnya saat bertemu dengan Joe yang duduk selonjoran dikarpet berbulu dengan bermain handphone
"pengen main aja si, jo" Joe mengangguk. Kafka duduk disamping Joe. Arva berjalan menuju kamarnya
Kafka hanya menoleh sekilas, ia kembali menatap Joe yang asik bermain game
"itu Jo, dibelakang lu" Joe segera melakukan apa yang diperintah oleh Kafka
"tembak aela Jo"
"kiri jo, kiri!"
"itu dirumah yang itu"
"jo samping"
"stttt, diem, ka. Gue ga bisa konsen" Joe mematikan handphone nya dan menaruh jari telunjuk dibibir Kafka
"tch bau terasi, huekkk." Joe mencium tangannya, namun tidak ada bau terasi sama sekali.
"alay dah" Joe berdiri, berjalan menuju dapur untuk mengambil minum. Kafka ikut berdiri dan menaiki tangga untuk ke kamar pacarnya
"kemana, ka?" tanya Joe sesudah meneguk air minumnya
"kamar kak Arva. Kenapa?" Joe menggeleng
"nanti kalau om Jack dateng panggil gue dikamar kak Arva ya?" Joe mengacungkan jempolnya. Kafka kembali berjalan.
Tanpa permisi, Kafka memasuki kamar Arva, kamar yang didominasi warna abu-abu gelap, dinding diatas kasur terdapat 2 lukisan berbeda ukuran yang bergambar kucing dan seorang pria yang, cantik?
Arva tengkurap membelakangi Kafka membuat Kafka tersenyum tipis. Ia kembali menutup pintu kamar dan berjalan pelan menuju kasur, setelah lumayan dekat dengan kasur, ia langsung melompat ke arah Arva. Membuat Arva sedikit terkejut, Arva melepas earphone yang menutup telinganya, ia berbalik dan menatap Kafka yang tersenyum lebar kearahnya.
"dasar" Arva memeluk Kafka, menenggelamkan wajah pacarnya itu kedadanya yang bidang. Begitupun dengan Kafka yang memeluk erat tubuh Arva.
Semoga terus begini, bersama sampai takdir yang meminta mereka untuk selesai.
Kafka mencintai Arva, begitupun Arva yang mencintai Kafka.
.
.
.
.tok tok tok
"ka, daddy dah pulang noh. Katanya lu nyariin!" Kafka menatap Arva yang menghembuskan napas lelah. Kafka terkekeh, ia mengusap rahang tegas milik Arva
"ga suka banget aku mau ketemu om Jack" Arva memegang tangan Kafka yang masih mengusap rahang nya
"takut kamu diambil kakek-kakek itu"
"hus, ngomong apa deh, itu daddy mu sendiri loh. Lagian, alay banget orang aku mau ketemu camer" Arva tersenyum tipis
"papa Juan ganteng, cantik" Kafka menatap bingkai foto besar yang berada diatas kasur milik Arva
"kaya kamu" Arva mencubit gemas hidung Kafka dan menciumnya.
"apaan" Kafka berdiri, ia salting. Karena takut ketahuan, Kafka memilih untuk segera keluar menemui camer
"dia lucu ya, pa? I love you, doain ngak akan ada masalah, pa. Biar Jho bisa bareng Kafka sampai tua. Jho akan menjaga Kafka seperti daddy menjaga papa dulu.
.
.
.
.
."om!" Kafka berteriak sambil menuruni tangga, dibawah, Jack sedang duduk dikursi meja makan.
"gausah lari, ka" tegur Jack, takut kalau anak itu jatuh. Kafka menyengir kuda
"kenapa mau ketemu om?" Kafka duduk disamping Jack, ia menghembuskan napas dan menoleh untuk melihat kondisi
"Joe keluar, tadi ditelpon sama Aylen" Kafka mengangguk.
"gini loh, om. Ini, maaf banget kalau Kafka lancang atau membuka luka lama." Kafka menipiskan bibirnya membuat kerutan tercipta di dahi milik pria paru baya ini
"tragedi Arvin. Om, kak Arva ngak salah."
"kenapa kamu bilang begitu? Arva sendiri yang bilang ke om, bahwa dia yang mendorong Arvin. Bahkan, orang yang tidak salah disalahkan"
"tentang Keivan? Om salah kalau berfikir bahwa kak Arva yang menyalahkan bang Kei. Arvin jatuh, bukan karena didorong kak Arva, tapi dia ditembak." Jack semakin tidak paham, omongan Kafka begitu belibet dipikirannya. Kafka menghela napas
"gini deh om, singkatnya. Arvin jatuh karena ditembak seseorang, bukan didorong kak Arva. Bang Kei disalah in atau dihukum itu bukan karena salah kak Arva"
"Kafka, kamu kok bisa tau? Kalaupun Arva yang bercerita. Kamu percaya, gitu?" Kafka mengangguk mantap
"kak Arva emang cerita, om. Kafka awalnya tidak percaya, namun disisi lain Kafka juga percaya. Kafka juga udah bicara sama bang Kei, jawaban bang Kei juga sama persis seperti cerita kak Arva. Jadi, kak Arva tidak salah."
"Kei?"
"abang Kafka itu. Kak Nesha juga kakaknya Kafka" Kafka menjawab dengan senyuman lebar, membuat matanya menyipit.
"ka?" Kafka tersenyum dan mengangguk menatap Jack, mungkin Jack terkejut?
"gapapa, om. Kematian kak Nesha juga bukan keinginan siapa-siapa, itu takdir. Awalnya Kafka juga ga terima. Tapi, mau gimana lagi? Kalaupun Kafka balas dendam itu ga akan bikin kak Nesha balik" Jack tersenyum. Pemikiran Kafka sangat dewasa, dia jadi makin percaya kepada Kafka untuk menjadi pasangan dari salah satu anaknya
"om jangan musuhan lagi sama kak Arva" Kafka berucap pelan, Jack tersenyum haru, ia mengangguk dan mengusak rambut Kafka
"ngapain?" Arva yang baru saja datang langsung menepis tangan daddy nya. Ia menatap sang daddy dengan tatapan sengit
"ngak ngapa-ngapain. Kenapa?"
"itu pegang-pegang, ngapain?" Jack menggeleng pasrah. Anaknya kalau udah bucin bener-bener duplikat dirinya
"pegang menantu doang, Jho. Lagian pacar mu gemes" Arva langsung mendelik menatap daddy nya
"minggir" Arva menarik tangan Kafka agar berdiri disampingnya.
"kak, apaan si?" Kafka mengernyitkan tidak suka
"jalan-jalan?" Arva bertanya, membuat Kafka tersenyum senang.
"ayo ayo!" Arva terkekeh, pacarnya emang lucu. Catat lagi PACARNYA
Jack yang melihat itu langsung tersenyum, ia mengingat masa lalunya dengan Juan. Dimana dia yang terus menerus menganggu Juan, dengan Juan nya yang cuek
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Who M.J? [boyslove]
Randomsemua orang mengetahui namanya namun mereka tidak mengetahui siapa dibalik nama M.J M.J ketua geng motor yang terkenal di kotanya. hingga seorang laki-laki yang rela pindah sekolah demi mencari siapa m.j. dia, Kafka Prananta. pemuda umur 16 tahun...