Arva menatap gadis yang sedang memakan makanannya
"nit" gadis ini menoleh dengan menunjukan senyuman manisnya
"kenapa, kak?" Arva terdiam, ia harus mengucapkannya bagaimana
"putus."
"huh?"
"gue mau putus, nit. Sorry" mata gadis ini berkaca-kaca, sakit banget rasanya ketika kita udah bener-bener sayang sama seseorang malah harus selesai tanpa akibat
"iya. Kenapa?" tanya gadis ini dengan menahan tangisnya, Arva tidak tega.
"gapapa, gue mau putus." gadis ini mengangguk tipis, ia menunduk mengusap air matanya dan mendongkak menunjukan senyum
"okay, aku ga masalah. Tapi, aku mau tanya, apa ini ada hubungannya dengan laki-laki itu?" Arva terdiam, ia tau siapa yang dimaksud oleh Anita.
"gapapa, kak Arva. Aku tau, dia mirip kekasih kamu yang dulu, aku ngak masalah gender nya apa. Tapi, jika dia ninggalin kamu atau nolak kamu, kamu bisa kembali sama aku." ucap Anita menunjukkan senyumnya
"makasih, Nit."
"tidak masalah. Eummm, aku balik kelas ya?" Arva mengangguk, sepeninggalan Anita, temen-temen Arva pada dateng dengan Kafka juga.
Kafka ambil duduk disamping Deo, dan itu membuat Arva mengeryit tidak suka
"ada prahara rumah tangga apa ini gerangan?" tanya Deo dengan sdikit bercanda
"Bar, lu tau ga si?" Bara yang baru saja duduk mengangkat alisnya bingung
"tau apaan dah"
"disini ada cinta segi empat" jelas Deo memanas-manasi, dasar kompor.
"udahlah, gue gapaham. Pesen apa?" ini Angga yang ngomong, dia aslinya paham, tapi pura-pura ga paham aja biar ga panjang masalahnya
"gue nitip mie ayam sama es teh tapi yang anget ya bang" Angga ngebug seketika. Es teh, anget? Yang bener aja. Emang Kafka ada ada aja dah
"teh anget." Kafka ngangguk cepat membenarkan perkataan Joe. Angga mengangguk lagi dan berlalu pergi untuk memesan pesanan temen-temennya yang sangat beban
Kafka diam menatap Arva yang juga menatapnya. Rasanya Kafka pengen marah ke ni orang, bisa-bisanya kasih dia harapan eh masih ngedeketin orang. Kafka tadi lihat saat Anita pergi dari kantin, dan kenapa ia tidak pengen duduk disamping Arva, karena Anita tadi duduk disitu, Kafka tidak suka. Catat, Kafka tidak suka, dia cemburu
"kenapa?" Kafka melebarkan matanya ketika Arva tiba-tiba bertanya
"gapapa" jawab Kafka cepat. Joe yang menatap tersenyum tipis hingga tidak terlihat oleh siapapun
"kalian berantem?" Kafka menoleh, menatap Aylen yang duduk disamping Joe.
"engga." ini yang jawab bukan Kafka melainkan Arva. Kafka menipiskan bibirnya lalu mengangguk membenarkan
"he'em. Kita ga berantem" Aylen mengangguk
"kirain berantem. Tumbenan aja gitu, biasanya kalian berdua selalu nempel" Deo memejamkan matanya mendengar perkataan Aylen
"sumpah, len. Gue tau lu suka Arva tapi ga gini juga. Kompor banget." batin Deo. Dahal ni anak juga suka kompor
"udah len. Biarin aja dah masalah mereka, gausah ikut campur" balas Bara, perkataan yang langsung nembus usus besar.
Arva diam, ia hanya menatap Kafka tanpa memperdulikan teman-teman nya
Tidak lama, Angga tiba membawa pesanan mereka dibantu dengan ibu kantin.
Setelah ibu kantin pergi, Angga duduk disamping Arva. karena, tempat duduk nya diduduki oleh Kafka.
"Kafka!" Kafka menoleh mantap gadis yang berada dipintu masuk kantin sambil meneriaki namanya.
Baru saja Kafka ingin menyuap makanannya, eh, Talia berdiri disampingnya dengan tangan yang ditaro dipinggang
"dicariin sama bang Satria tu" Kafka membolakan matanya
"bang Satria?" gadis ini mengangguk.
"ditunggu diluar lu. kesihan, ganteng-ganteng disuruh nunggu didepan panas-panasan lagi" Kafka langsung berdiri dan menggandeng tangan Talia untuk pergi dari kantin
"Satria?" Arva menatap Angga, mereka saling tatap kemudian Angga mengangguk mengerti dengan kode sang ketua
"ini Satria Satria yang itu.. awsh" Angga langsung menginjak kaki Deo yang berada didepannya.
"Deo kenal Satria?" Deo langsung menoleh menatap aylen dan menggeleng. Ia menunjukkan dua jarinya kearah Arva membuat Joe mengeryit heran
Dilain tempat, Kafka dan Talia berjalan menuju pemuda yang menggunakan jaket hitam dan menutup wajahnya dengan topi.
"bang?" pemuda itu, Satria. Menoleh menatap Kafka dan mengulurkan sebuah kertas dan diterima dengan baik oleh Kafka
"gue harap lu hati-hati. Jangan gegabah setelah lihat m.j, karena dia pintar. Ingat? Kei ngasih tau gue kalau lu bakal turun nanti malam. Gue udah nyogok panitia disana agar merusak motor m.j" Kafka mengangnga tidak percaya
"bang? Lu nyogok? Jangan dong, main yang sportif gitu"
"sekarang gada sportif-sportif. Gue harap lu hati-hati aja. Karena yang bisa maju hanya beberapa orang, yang lain hanya bisa mantau dari jauh. Tiket nya terbatas, gue kasih itu agar lu bisa masuk." Kafka kembali mengangguk
"ini ilegal. Gue gatau, bakal ada musibah apa nanti. Karena, lomba-lomba seperti ini jadi buronan para polisi didaerah sini. Gue ingetin lagi, lu harus hati-hati." Kafka kembali mengangguk mendengar penuturan dari tangan kanan kakaknya dulu.
Setelah Satria menepuk beberapa kali bahu Kafka, ia segera pergi dengan topi yang menutup wajahnya. Karena, bagaimana pun juga. M.j pasti tau siapa saja anggota Sanrios
"ka?" Kafka menoleh menatap Talia dan mengangguk meyakinkan
"gue juga punya tiketnya" Talia mengeluarkan selembar kertas dan menunjukkan kearah Kafka, Kafka membolakan matanya
"gue dapet dari jaketnya bang Satria." Kafka menggeleng lelah dengan Talia, Bisa-bisanya
"gausah ikut ya, li? Karena ini bakal jadi tempat berbahaya buat cewe kaya lu. Gue takut jika tiba-tiba polisi dateng dan gue masih lomba. Gue gatau cara nyelametin lu nya nanti gimana. Jadi gausah, ya?"
"yahhhhh, berarti ini percuma dong?" Talia menatap tiket itu dengan manyun. Kafka mengangguk dengan wajah seolah-olah dibuat sedih.
"ga asik deh. Tapi kata lu juga bener, kalau gue ketangkep malah jadi beban buat lu sama bang Sat" Kafka tertawa, bang-sat? Panggilan yang bisa bikin siapapun tertipu.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Who M.J? [boyslove]
De Todosemua orang mengetahui namanya namun mereka tidak mengetahui siapa dibalik nama M.J M.J ketua geng motor yang terkenal di kotanya. hingga seorang laki-laki yang rela pindah sekolah demi mencari siapa m.j. dia, Kafka Prananta. pemuda umur 16 tahun...