Ldr

83 11 0
                                    

"sayang"

"here!!" Arva berjalan menuju kearah sumber suara yang berada diruang keluarga

"kok bisa sampai sini?"

"aku ngesot-ngesot dari tadi, cape tau! Kamu lama" Arva duduk disamping Kafka, ia menaruh kresek yang berisi nasi pecel itu diatas meja

"maaf, ya?" Kafka mengangguk saat Arva mencium pipinya

"ka?" Kafka menoleh, ia baru saja akan membuka bungkus nasi pecelnya

"iya?"

"besok aku ke semarang, ya? Dua hari doang"

"ini pertanyaan apa pernyataan?" Kafka menjawab, ia tidak menatap Arva

"dua-duanya"

"oke buat pernyataannya. Kalau jawaban, pergi aja si, yang jauh sekalian, gausah balik kalau bisa" Arva menghela napas, ia memeluk tubuh Kafka

"dua hari doang, ka"

"ya pergi aja si"

"gapapa? Ga marah?"

"engga, pergi aja"

"okay, aku pergi, ya?"

"sekarang?"

"ya besok, sayang. Hari ini aku mau nemenin Kafka"

Kafka terdiam, ia memakan nasi pecelnya, sesekali menyuapi Arva yang menyenderkan kepalanya dibahu Kafka sambil memainkan handphone

"ekhem" Kafka menoleh kebelakang, disana, Jack berdiri dengan menggunakan jas hitamnya, sangat tampan, batin Kafka

"dasar anak muda" Jack menggeleng dan berlalu pergi menuju kamarnya

"pipimu merah, ka" reflek Kafka memegang pipinya membuat Arva terkekeh. Arva berdiri, ia mengusak rambut milik Kafka

"kamu siap-siap, ayo jalan-jalan" Arva membereskan kertas bungkus milik nasi pecel. Kafka berdiri, ia berjalan menuju kamar.

.
.
.
.

Arva melajukan motornya membelah jalanan Jakarta, dengan Kafka yang memeluk pinggangnya.

"kak"

"hm?"

"i love you" Arva tersenyum dibalik helm yang ia pakai

"love you, more" Kafka mengelus perut Arva, Arva langsung menaruh telapak tangannya diatas tangan Kafka

Dan, disinilah mereka berada, taman kota. Mereka duduk dibangku taman, Kafka duduk sambil memakan gula kapas berwarna biru.

"aaaa" Kafka menyodorkan secuil gula kapas kearah mulut Arva. Arva tidak suka makanan manis, tapi, ini yang kasih Kafka jadilah ia membuka mulutnya, menerima suapan gula kapas itu

"kak, ke Semarang nya dua hari aja, kan?"

"iya, sayang. Ngapain juga lama-lama disana? Dunia aku disini" Arva mengusak rambut Kafka, mengecup kening sang kekasih

"idih, mulai deh gombalnya" Arva terkekeh

"pokoknya ya, kak. Ilopyu segalon" Arva melotot ia mencubit gemas hidung Kafka, membuat Kafka terkekeh

"segalon?"

"haha, se universe" Arva yng terlampau gemas ini mengecup bibir Kafka.

"kak?" Kafka melotot karena terkejut

"Kenapa?"

"ini diluar loh? Ramai" Kafka celingak celinguk melihat sekitar. Suasananya memang ramai, namun untung saja tidak ada yang melihat kejadian barusan.

"gada yang lihat tu" Arva menaik turunkan alisnya membuat Kafka 2 kali lebih kesal

"udah lah, mau pulang. Packing kan?" Kafka berdiri menuju kearah motor diikuti oleh Arva

.
.
.
.

Kafka berdiri distasiun kereta api. Kafka, Joe, dan Jack, mengantar Arva ke stasiun kereta.

"gausah nangis" Arva berbicara dengan Kafka

"siapa yang nangis?" tanya Kafka, gatau aja ni anak kalau matanya udah merah

"ini" Arva mengusap kelopak mata Kafka dan menciumnya bergantian

"aku ga nangis. Lagian kamu pergi dua hari doang, aku ga se alay itu ya" Arva mengangguk, ia mengusak rambut Kafka. Beralih menatap daddynya

"titip" setelah mengucapkan satu kalimat itu, Arva berjalan memasuki kereta. Saat Arva benar-benar duduk didalam kereta, Kafka berjongkok, menutup wajahnya dengan telapak tangan, ia menangis. Entah, katakan saja Kafka alay.

"hey, jangan nangis" Jack ikut berjongkok, mengusap rambut Kafka agar anak itu tenang.

"kak Arva ga ninggalin aku kan, dad?"

"ya engga dong. Nanti kalau Jhoan  ninggalin Kafka, atau menyakiti Kafka, daddy yang akan memukul wajahnya itu" Kafka terkekeh, ia berdiri saat Jack berdiri.

"ayo Joe. Pr biologi gue belom selesai" Kafka menggandeng lengan Joe meninggalkan Jack yang hanya menggeleng

.
.
.
.

Hari pertama tanpa Arva. Kafka sedang berada dikantin bersama teman-teman Arva, ia tidak makan, hanya menidurkan kepalanya diatas meja dengan lengan sebagai bantal.

"ka, makan dulu" Kafka menggeleng ketika Deo menawarkan makanan.

"gue tu galau banget, bang. Kak Arva ga bisa dihubungi, pesan gue aja cuma centang satu" Kafka semakin menengkulupkan wajahnya, ia pengen nangis aja rasanya

"makan, ka. Arva pasti gasuka liat lu kaya gini" ini yang ngomong Angga.

"gue mau makan sama kak Arva, bang"

"terus? Kalau bang Arva balik seminggu lagi? Atau bahkan sebulan? Lu ga akan makan gitu? Mati dong ka. Gausah kekanak-kanakan dah" Kafka menatap Joe tidak suka, ya terserah Kafka dong mau makan atau engga, kan ga ngerugiin mereka

"Jo." Joe menghela napas saat Angga memperingatinya.

"sorry. Tapi kalau lu ga makan, yang ada bang Arva ga bakal seneng" Kafka menipiskan bibirnya, ia menunduk

"oke gue makan" ucap Kafka pelan.

Salah satu orang disana menatap Kafka tidak suka. Dan itu diketahui oleh Deo

"Kafka! Ini aku buatin kamu sandwich  dimakan, ya?" Kafka menoleh menatap Anita yang membawa kotak bekal

"oke, thanks ya, nit" Anita mengangguk

"itu ada banyak, kalian kalau mau ambil, ambil aja" Anita tersenyum dan berlalu pergi meninggalkan kantin

.
.
.

Hari kedua tanpa Arva. Kafka duduk dikamar apartemen nya, ia duduk sambil melihat handphone nya

"ini udah dua hari, tapi Arva belum jawab juga. Padahal udah centang dua" Kafka menghembuskan napasnya

"besok dia pulang, kan ya?" guman Kafka lagi. Sekarang jam 16.38, Kafka berdiri berjalan kearah balkon, pemandangannya indah, karena balkon kamarnya menghadap kearah Barat yang ketika senja, Kafka bisa melihat matahari terbenam

"kangen anjir"

.
.
.
.
.

Kafka salah, bukan hanya 2 hari, namun Arva menghilang hampir 5 hari lamanya, pesannya tidak dibalas, dibaca pun tidak. Kafka udah kalangkabut kebingungan. Ia ingin menyusul Arva, tapi juga percuma, Arva tidak memberi tau apapun dimana ia tinggal

"jancok" Kafka berteriak frustasi dikelasnya, beberapa murid yang berada disana menatap Kafka heran. Untung aja sekarang jam istirahat

"ka" Kafka menoleh, ia menatap Angga yang berada diambang pintu

"pulang sekolah bareng gue. Kita ke Semarang" Kafka melongo

"gausah kasih tau siapapun. Gue udah pesen tiket kereta. Motor lu ditinggal aja disini" Kafka hanya mengangguk, ia tidak tau kenapa Angga mengajaknya kesemarang


Tbc

Who M.J? [boyslove] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang