Ngambek

133 13 0
                                    

Kafka terdiam menatap laki-laki yang memejamkan mata disampingnya ini. Ia tersenyum tipis menatap indahnya ciptaan Tuhan yang satu ini.

"va, boleh ga si gue bilang kalau gue nyaman sama lu?" Kafka kembali terdiam, ia tersenyum tipis saat membayangkan dirinya dan Arva bisa bersama-sama.

"boleh" Kafka membolakan matanya, ternyata Arva belum benar-benar tidur. Sekarang giliran Arva yang menatap Kafka, membuat Kafka salting tapi tidak ingin memutuskan tatapan itu

Mereka bertatap beberapa menit, setelah itu Arva memutuskan tatapannya dan beralih memeluk Kafka, menyembunyikan wajahnya diperpotongan leher Kafka. Kafka tersenyum, ia mengusap rambut halus milik Arva, dan memejamkan matanya.

Pagi telah tiba, sinar matahari memaksa masuk melewati gorden putih itu. Pemuda yang berada diatas kasur itu membuka matanya dan menatap pemuda lain yang masih tidur dengan memeluk dirinya. Pemuda lain itu, Arva. Iya, Arva tidur dengan memeluk Kafka semalaman

"kak, bangun elahh. Udah siang ni, sekolah" ucap Kafka lembut. Arva bangun ia menatap Kafka dengan senyum tipis dan mencium pipi Kafka. Sebelum kena amuk oleh ibu negara, Arva segera berlari menuju kamar mandi.

Kafka syok berat, ia memegang pipi yang habis dicium Arva

"kalau gini, gue ga bisa nahan perasaan belok gue anjirrr. KAK! LU KOK GITU SIII?" ucap Kafka yang masih bisa didengar oleh Arva, Arva tertawa, ia menatap kaca yang berada dikamar mandi.

"gue batalin aja, ya? Ga sanggup soalnya kalau disuruh nyakitin dia"

....

Kedua anak adam ini selesai dengan acara bersiapnya, mereka duduk dimeja makan, tadi Kafka udah bikin nasi goreng spesial untuk Arva.

"ka, gue duluan ya. Ada rapat" Arva berdiri membawa piring kotor ke tempat cuci piring

"nitip" ucap Arva saat Kafka juga menaruh piring kotornya ke wastafel

"ciela, yang sibuk. Emang osis mau ngadain acara apa dah? Kok ga dikasih kabar apa-apa" Arva tersenyum tipis kearah Kafka, entah, setelah kenal Kafka, Arva sering tersenyum, dan tertawa walaupun pelan.

"ada acara tahunan. Gue berangkat dulu ya? Jangan telat." Arva mengusak rambut Kafka setelah itu ia berlalu pergi untuk berangkat kesekolah

"bener kata orang, yang diacak-acak rambut, yang berantakan hati. Etdah buset, gue tarik dah kata-kata pas gue nolak Joe." Kafka bergumam sambil mencuci piring

"JO SUMPAH, ABANG LU MINTA DIKAWININ, EH DINIKAHIN. GILA!" teriak Kafka tiba-tiba saat sudah selesai mencuci piring

"ini mah gue yang gila, it's okay, i'm crazy because ayang Arva" Kafka menggendong tas dibahu kirinya dan keluar dari apartemen nya

.
.
.
.
.
.

Setibanya Kafka disekolah, ia disambut dengan pemandangan Arva yang sedang berjalan dengan seorang gadis yang tak lain tak bukan adalah Anita, gadis yang dirumorkan sebagai kekasih Arva

Kafka membuang pandangan, entah kenapa, ia merasa tidak suka saat Arva tersenyum tipis ke Anita. Ngak ikhlas aja gitu, padahal Kafka bukan siapa-siapanya

"DUAR!" Kafka sedikit terkejut, ia menoleh menatap Aldo, temannya.

"pagi-pagi dah suram aja, ka. Kenapa?" Aldo merangkul pundak Kafka, Kafka masih menekuk wajahnya, ia cemburu tau ga!

"ga." Aldo tertawa sambil menggeleng

"ciela, Ka. Lu kaya anak gadis yang pe-em-es dah" Kafka menghempaskan tangan Aldo dengan tenaga, ia langsung menatap Aldo tidak suka

"nyinyinyi. Ga jelas" segera Kafka pergi meninggalkan Aldo yang tercengang

"adeknya bang Rafka emang ajaib" guman Aldo, ia langsung menuju kelasnya, berbeda dengan Kafka.

Kafka berjalan dilorong yang lumayan sepi, hanya ada beberapa anak yang duduk dikursi depan kelas atau berjalan dengan temannya

"ka!" Kafka yang dipanggil bukannya menoleh, ia malah berjalan cepat. Membuat seseorang yang memanggil namanya itu terus-terusan memanggil namanya

"ka. Kenapa si?" Kafka berbalik ketika tangannya dipegang oleh seseorang. Ia menatap orang itu dengan pandangan yang datar

"kenapa? Gue ada salah?" tanya pemuda ini dengan lembut

"engga"

"yaudah, terus kenapa? Ada yang salah?"

"engga"

"iya kenapa, Ka?"

"engga"

"engga engga mulu, kenapa si, ka? Jangan buat gue bingung deh"

"engga"

"ka, Please. Kasih tau gue, lu kenapa? Ada yang nyakitin lu? Ada yang buat lu ngak nyaman? Apa gimana?"

"engga"

"nyerah deh. Susah ngomong sama lu kalau udah ngambek ga jelas gini" orang itu langsung pergi membuat Kafka terdiam

"kok marah? Kan emang engga, ya gue bilang engga. Ga jelas banget si Arva pengen dimasak" Kafka kembali melanjutkan jalannya

Setibanya dikelas Kafka langsung duduk dibangkunya dengan sedikit membanting tas diatas mejanya.

"kenapa? Tumben banget deh" Kafka cemberut, ia menatap Talia dengan sedikit memanyunkan bibirnya

"tu mulut gausah dimonyong-monyongin elah. Minta dicivok Joe ya?" Kafka melipat tangan nya didada karena kesal.

"kenapa Joe?" Talia menghembuskan napasnya

"terus lu maunya dicivok saha? Aylen? Deo? Bara? Angga?" tanya Talia dengan nada sedikit ngegas

"ya A----"

"Angga?"

"bukan, ngapain si bahas cipok cipok. Lu mau gue cipok?" Talia mendelik kearah Kafka, ni boti atu mulutnya frontal banget dah

"najis banget dicivok sama botita"

"nijis bingit dicivik simi bititi. Gue bokan boti ya anjing"

"gue juga bukan anjing ya babi"

"gue bukan babi, ngentot"

"gue bukan ngentot ya, kuncul"

Gini ni. Kata-kata kasar jangan tiru, gabaik.

"heh lu bedua! Bisa diem kaga! Ngomong babi anjing ngentot koncol. Diem dah, ngak bermutu banget bahasa lu" Talia diam, ia menatap Naylin sambil nunjukin 2 jarinya '✌️'

Kafka terkikik gemas dengan dua Lesbi ini. Talia sama Naylin emang sepupu dan bukan pasangan, tapi Kafka sering menjodoh-jodohkan mereka. Apa lagi sifat Talia yang sangat memanjakan Naylin persis seperti sepasang kekasih.

Tbc


Who M.J? [boyslove] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang