Niall tidak bisa tidur, dia mencoba memejamkan matanya namun, yang terjadi adalah sebaliknya. Matanya tidak juga kunjung terpejam. Dia melihat kedua anaknya sudah terlelap cukup lama. Ada banyak hal yang mengganggu pikirannya saat ini. Dan hal itu yang membuatnya terus terjaga. Niall keluar kamar dan menemukan Daisy masih sibuk dengan pekerjaannya. Pria itu menghampirinya.
"Kau bilang kau ingin istirahat? Kupikir telingaku masih normal." Niall duduk tidak jauh dari mantan istrinya itu.
Daisy mengangkat wajahnya dan tersenyum. "Sebentar lagi. Aku hanya ingin membereskan ini semua." Ucap Daisy sambil memasukkan beberapa barang ke dalam kardus.
"Kau pasti akan terkena biaya besar untuk semua barang-barang itu." Ucap Niall.
"Ya, aku tahu. Dan aku tidak ingin meninggalkan barang-barang ini begitu saja." Daisy tersenyum.
"Well, sepertinya barang-barang itu sangat penting untukmu?" ucap Niall.
Daisy kembali tersenyum. "Ya." Dia kembali sibuk mengepak barang-barangnya. "Apa kau lapar?" Tanya Daisy.
"Ya, umh, tidak begitu. Aku hanya ..."
"Di dapur ada pumpkin soup jika kau mau." Sela Daisy.
"Umh, aku tidak begitu lapar, Das. Aku hanya tidak bisa tidur." Jawab Niall.
"Aku tahu kau lapar, itu mengapa kau tidak bisa tidur. Aku bisa membuatkan sesuatu untukmu." Daisy tidak menunggu sebuah jawaban untuk melakukan niatannya membuatkan Niall makanan. Dia berlalu begitu saja menuju dapur.
Niall merasa canggung—sangat canggung. Dia mengikuti Daisy menuju dapur dan kemudian duduk. Dia memerhatikan wanita itu sibuk dengan peralatan dapurnya. Tangannya sangat lincah mencampurkan bahan-bahan sehingga menjadi makanan. Ini sudah sangat larut, tapi dia tidak pernah keberatan jika pria ini merasa lapar, lalu dia akan memasakkan sesuatu untuknya. Dengan begitu, dia akan bisa tidur jika perutnya sudah terisi.
"Kau akan tinggal di mana saat di New York nanti?" Tanya Niall.
"Aku belum memutuskan, calon bosku sudah menyiapkan apartemen untukku tinggal, tapi kupikir aku akan mencari rumah minimalis supaya kami bisa bebas." Jawabnya tanpa membalikkan tubuhnya sedikit pun.
"Kami bisa bebas? Dalam artian apa?" pria ini memiliki keingintahuan yang sangat besar perihal apa yang dilakukan mantan istrinya itu pasca perceraian.
"Aku dan Apple. Kau tahu kalau aku akan sangat senang jika bisa mendekorasi rumahku sendiri. Aku tidak suka tinggal di apartemen."
"Ya, aku tahu betul tipikalmu." Ucap Niall. Daisy berbalik dan tersenyum.
Daisy kembali sibuk dengan masakannya sementara Niall hanya mematung memandangi wanita itu. Dia tidak tahu harus berbicara apa lagi. Ada banyak hal yang ingin dia sampaikan, namun, dia tidak tahu bagaimana mengutarakannya. Dia sedang memerangi perasaannya sendiri untuk tidak mendekati wanita itu dan memeluknya. Dia ingin sekali menumpahkan semua kerinduannya dengan memeluk dan mencium wanita yang kini tepat berada di hadapannya. Namun, egonya yang membuat semuanya menjadi sulit.
"Aku telah menghangatkan soupnya, dan aku juga telah membuat pasta. Kau mau apa untuk minumannya?" Daisy menata makanannya di meja dan itu membuat Niall terlonjak kaget.
"Ehhh," Niall hampir kehilangan keseimbangan saat sikunya sudah tidak lagi menapak di meja.
Daisy terkekeh. "Kau baik-baik saja? Apa kau sudah sangat mengantuk? Seharusnya kau pergi tidur."
"Ti... tidak. Bisa kau buatkan aku teh?" Niall mencoba mengontrol dirinya.
"Tentu." Daisy kembali menuju meja counter untuk membuat teh seperti yang diminta Niall.
KAMU SEDANG MEMBACA
Incomplete (On Editing and Re-publishing)
RomanceBOOK 1: Broken. The hearts need more time to accept what the minds already know. [Highest rank #20 in Romance] Copyright © 2014 - 2015 by juliamulyana. All Rights Reserved.