Two months later...
Mullingar City – Ireland
Angel terus merengek kepada Maura supaya mau membawanya ke Irlandia. Pasalnya, beberapa hari yang lalu dia menerima telepon dari Theo dan bocah itu mengatakan kalau dia akan merayakan ulang tahun. Angel ingin berada di sana. Setelah menghadapi perdebatan yang panjang dengan putranya di telepon, akhirnya Maura berhasil mengantongi izin Niall untuk membawa Angel ke sana.
"Angel? Ayo!" Theo berseru kepada Angel saat gadis kecil itu sedang asik dengan cookies yang baru saja keluar dari oven.
"Sebentar lagi. Auntie, aku boleh membawa cookies-nya, ya?" Tanya Angel kepada Denise yang masih sibuk menata cookies-nya di atas nampan sebelum dimasukkan ke dalam oven.
Denise tersenyum. "Iya, bawa saja."
Angel memasukkan cookies itu ke dalam kantong kertas dan kemudian berlari mengejar Theo yang sudah terlebih dahulu keluar dari rumah. "Theo, tunggu aku!" pekik Angel. Angel menarik baju Theo. "Aku bilang tunggu!" Angel berteriak.
"Iya, iya." Theo melingkarkan tangannya di pundak Angel yang masih sibuk memakan cookies-nya. Sesekali Theo mengambil cookies itu.
Mereka dalam perjalanan menuju taman. Tempat di mana anak-anak sering menghabiskan waktu untuk bermain di sana.
"Apa kau tahu Hazelwood?" Tanya Angel saat mereka berada di taman. Mereka sedang bermain ayunan saat ini.
Theo menoleh. "Ada sih tapi kudengar, Hazelwood yang paling indah ada di Sligo." Ucap Theo.
"Kau tahu, tebing tertinggi itu ada di Negara ini, kan? Aku membacanya di buku." Ucap Angel.
"Ya. Mungkin nanti kita harus ke sana." Ucap Theo.
"Ide bagus." Sahut Angel.
Angel sedang mengingat sesuatu. Dia ingat terakhir kali dia datang ke kota ini, itu sudah bertahun-tahun berlalu. Daisy akan membawa mereka ke tempat bersejarah dalam kehidupan cintanya dengan Niall dan itu selalu membuat si kembar tertarik. Mereka melakukan apapun untuk menghabiskan waktu. Menciptakan tawa yang lepas terlepas dari apa yang mereka tertawakan. Kebahagiaan seperti itu hanyalah Angel dapatkan dari Daisy.
***
"Theo." Angel merangkak naik ke kasur bocah itu dan duduk bersila di hadapan Theo yang sedang memangku laptopnya.
"Ada apa?"
"Bisakah kau menolongku? Aku ingin meminta pertolonganmu." Ucap Angel.
Theo menatap Angel di hadapannya dan menunjukkan puppy face-nya. "Apa yang bisa aku bantu?" tanyanya.
"Bisakah kau menelepon Mommy-ku?" Tanya Angel.
Theo memutar matanya sambil menarik napas panjang lalu menghembuskannya. "Oke tapi, kau punya nomor teleponnya?" Tanya Theo.
Angel mengembangkan senyuman lebar, dia merogoh kantong celananya dan mengeluarkan secarik kertas yang dia lipat kecil. "Ini." Dia menyodorkan kertas itu kepada Theo.
Theo meraih ponselnya dan mulai mengetik nomor telepon itu. "Dari mana kau dapatkan ini?" Tanya Theo.
"Dari Mommy. Saat dia memberikan nomor itu kepada Uncle Harry, aku meminta Uncle Harry menuliskan untukku juga." Jawab Angel.
Theo menghubungi Daisy menggunakan sebuah aplikasi yang tidak bisa kusebutkan mereknya di sini. You know what. Dia menunggu sampai telepon itu terhubung.
"Hello!" sapa wanita di seberang sana dengan ramah.
"Eh hi!" Theo gugup, sangat gugup.
"Ini siapa dan ada perlu dengan siapa?" Tanya wanita itu yang diperkirakan adalah Daisy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Incomplete (On Editing and Re-publishing)
Storie d'amoreBOOK 1: Broken. The hearts need more time to accept what the minds already know. [Highest rank #20 in Romance] Copyright © 2014 - 2015 by juliamulyana. All Rights Reserved.