"Mom!!" suara itu mengagetkannya. Dia menengok jam di ponselnya dan ia sadar jika ia baru lima menit terlelap. "Mommy!" ia mendengar suara itu lagi. Dia mendongakkan wajahnya dan melihat Apple berdiri di hadapannya.
Daisy segera bangkit dan memeluk putranya dengan erat. "Kau dari mana saja, Apple?" Daisy mengelus rambut putranya dengan lembut dan kembali meneteskan air mata.
"Apa yang Mommy lakukan di luar?" Apple balik bertanya.
"Kau dari mana?" Daisy mengulang pertanyaannya dengan intonasi yang lebih tegas.
"Pasti Daddy yang memberitahu Mommy kalau aku pergi." Gumam Apple. "Ayo masuk, Mom. Di sini sangat dingin." Apple mendorong tubuh Daisy menjauh dari tubuhnya dan menuntunnya masuk. Mereka duduk berdampingan di sofa tetapi tidak mengucapkan sepatah kata pun.
"Kau membuatku khawatir, Apple." Ucap Daisy lirih.
"Maafkan aku, Mom. Jika Daddy tidak melihatku, maka kau tidak akan tahu dan kau takkan mengkhawatirkan aku." ucap Apple.
"Kau ini anak macam apa yang menginginkan aku untuk tidak mengkhawatirkanmu? Aku ini Mommy-mu dan aku mengkhawatirkanmu setiap waktu! Untuk apa kau ke sana?" tanya Daisy.
"Aku merindukan mereka." Ucap Apple dengan polosnya. Kalimat itu berhasil menusuk jantung Daisy. Daisy segera menarik Apple ke dalam dekapannya.
"Maafkan Mommy, Apple. Maafkan Mommy." Daisy kembali meneteskan air matanya.
"Kau tidak salah, Mom. Aku yang salah, aku yang terlalu merindukan mereka sehingga rasa rindu ini membawaku ke sana. Aku seharusnya tidak ke sana." Ucap Apple.
Bagaimana bocah delapan tahun ini terlihat begitu dewasa cara berpikirnya? Siapa pula yang mengajarkannya tentang pola berpikir seperti itu? Daisy hanya ingin anaknya seperti anak delapan tahun pada umumnya. Dia menginginkan kepolosan dari Apple, bukan sikap dewasa seperti ini. Belum waktunya bagi Apple untuk mencoba mengerti keadaan.
"Diam kau, anak nakal! Siapa yang mengajarimu cara berbicara seperti itu?" intonasi suara Daisy mulai terdengar serius.
"Hahaha. Maafkan aku, Mom. Ayolah!" Apple tertawa menanggapi ucapan ibunya. "Mom, aku mengantuk. Kau harus menemaniku tidur sekarang dan membacakan cerita untukku." Ia menambahkan.
"Baiklah tapi kau harus janji untuk tidak melakukan hal itu lagi." Daisy memberi sebuah peringatan.
"Tentu, Mommy sayang." Apple segera bangkit dari tempat duduknya dan menarik tangan Daisy. Apple membawa Daisy ke kamarnya dan akhirnya Daisy menemani Apple sehingga ia terbangun keesokan paginya.
Di tempat lain di Kota London
Angel masih memandangi robotan Apple yang ia jatuhkan malam tadi. Dia masih memandanginya dengan saksama, robotan itu masih sama seperti saat dulu ia memainkannya bersama Apple. Angel mulai bertanya mengapa Apple tidak menghampirinya dan kemudian memeluknya? Apakah Apple tidak merindukannya? Mengapa juga ayahnya tidak segera menahan Apple untuk tidak pergi? Dan hal yang paling Angel benci adalah ketika ibu dan ayahnya saling berteriak. Itu terjadi lagi dan dia benci itu.
"Angel, ayo sarapan." Suara lembut Barbara tidak membuat Angel berpindah dari posisinya. Angel masih saja memandangi robotan itu. "Angel—"
"Pergilah, aku masih kenyang!" ujar Angel sarkastik. Mendengar nada bicara Angel seperti itu membuat Barbara tidak bisa berbuat banyak. Dia hanya melangkahkan kaki meninggalkan ruangan itu.
'Apple, aku rindu padamu.' Batin Angel terus mengulang kalimat itu.
Angel tidak tidur semalaman, bahkan, sampai tengah hari, ia pun belum terlelap sama sekali. Dia memainkan robotan itu bersamaan dengan boneka Barbie miliknya yang sudah hampir usang tapi masih terawat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Incomplete (On Editing and Re-publishing)
Roman d'amourBOOK 1: Broken. The hearts need more time to accept what the minds already know. [Highest rank #20 in Romance] Copyright © 2014 - 2015 by juliamulyana. All Rights Reserved.