Prolog

38 3 0
                                    


17:54
Depok, 28 Juni 2013

Satu, dua, kelopak mawar putih itu perlahan gugur. Layu, tak mampu menahan dingin genggaman tangan berselimut ego. Harapan bercampur pilu dirinya menunggu, dibaringkan layaknya pemilik pusara yang seakan tersenyum palsu. Dalam hitungan menit sosok gelap akhirnya datang, memberi pertanyaan dari balik cahaya remang bersemburat jingga. “Kenapa kamu datang ke sini?” Apa yang mesti dikatakan, bukannya sudah jelas dari yang terlihat sekarang—pikirnya. Dan sosok itu pun mulai menerka. “Bilang, ‘Selamat tinggal.’ Ke Sang Kuda?”

“Aku gak ada hak buat bicara kayak gitu, apalagi aku yang semestinya berada di dalam sana.”

“Gak usah merendah,” ujarnya. “Di keadilan gak ada yang namanya keluarga maupun kawan, semua sama. Walau benar tujuannya, bagaimana pun yang ia lakukan tetap salah di mata hukum. Bila masih hidup juga, beberapa orang akan menganggapnya sebagai penghianat.” Melihat akan kelabu di langit pagi sosok itu lantas bergumam. “Tapi aku salut sama dia. Dalam gempuran informasi palsu, kuda putih itu bisa merangkak jadi menteri,” ucapnya. “Gak perlu heran. Bila mengingat rekam jejak prestasinya dia memang sosok yang tidak bisa dianggap remeh, beda sama bidak-bidak putih lain.” Dan cuma anggukan kepala yang ia terima setelahnya.

“Aku punya pengumuman, dan aku minta tolong untuk sebarkan kabar ini ke semuanya.” Sosok dibalik jaket hitam refleks bertanya, “Pengumuman apa?” Setelah diletakkannya bouquet mawar ke atas tanah, seseorang yang berdiri di hadapan nisan itu pun berkata, “Aku akan menarik diri sementara sampai situasi jadi kondusif. Selama itu aku minta pencarian tetap dilanjutkan, agar saatku kembali semuanya sudah siap,” jelasnya. “Dan yang paling penting—,” ia menyerong menghadap seseorang di samping kiri, “—jaga diri kalian.”

Hitam&Putih : Benang yang PutusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang