Hampir jam delapan—batin seorang laki-laki dengan jas almamater tersangkut pada sandaran kursi panjang, yang disimpan dekat tas ransel berwarna hitam.
Apa emang gak ada? Sambil menghela nafas dia katakan, “Logis sajalah.” Disusul mendaratnya tubuh tegap seorang pelajar dengan nama panjang Sean Lloyd itu ke sandaran kursi taman, terus dilepas benda pipih yang membuat tangan kanannya terasa kebas. “Gimana ya?”—sembari memandang langit mendung Sean berujar, yang tak lama rintikkan hujan akhirnya mendarat ke atas bumi.
Makin deras lagi. Dan ponsel miliknya tiba-tiba menyala, menunjukkan akan adanya pemberitahuan pesan masuk pada layar kunci yang tak berselang lama disambung oleh nada dering telepon. Noah? Ia merasa janggal. Sejak kapan guru ngizinin pakai HP di kelas?
“Paman Aiden di sini, aku biarin teleponnya terus nyala biar kamu bisa dengar juga.”—isi pesan yang mudah dipahami. Namun, otak Bajingan itu serta antek-anteknya harus diremukkan.
“Halo?”
“Sean. Cepetan ke rumahku sekarang.”
“Ngapain?”
“Udah sini dulu sebentar.” Setelah mengiyakan. Mode bisu dan loudspeaker kontan diaktifkan, yang membuat panggilan tersebut seakan sudah berakhir. Padahal ia masih bisa sedikit mendengar suara beberapa orang di latar belakang ponselnya.
Kemudian berlari menerjang hujan sambil tetap menempelkan ponsel pada telinganya, sementara jas almamater ia bentangkan buat melindungi barang-barang yang dibawa dari guyuran hujan. Berengsek!
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Hitam&Putih : Benang yang Putus
Mystery / ThrillerKasus pembunuh berantai di kalangan elit telah terjadi di beberapa kota besar di Indonesia. Dengan bukti khusus pelaku selalu meninggalkan gumpalan kertas putih bergambar--bidak catur--di mulut korban sebagai tanda bahwa dialah pelakunya. Yang di ma...