1.3

20 4 0
                                    

“Yang pasti pelaku tidak kidal, terus sudah ada telur lalat juga. Kalau sudah begini aku menduga korban meninggal gak lama setelah toko sembako di sebelah tutup,” kata seorang wanita berpakaian blouse coklat polos. “Langsung bawa saja kalau gitu,” ucap seorang inspektur polisi. Lalu ia pun berdiri untuk menemui dua orang petugas kesehatan dekat mobil ambulans, tapi tanpa sengaja matanya sontak beralih kepada seorang laki-laki yang membuatnya sontak tersenyum lebar dengan mata berbinar. Sean, batinnya.

“Adek berdoa aja semoga kejadian yang dulu gak terulang lagi.” Dia mengamini, dan cuma melempar senyum tipis sebagai balasan. “Sean!” Berbaliklah ia sesaat mendengar seruan nama tersebut, yang membuat perasaannya hancur seketika memandang sosok yang paling ia benci kini hadir untuk menyapanya. “Paman Aiden ....” Bingung mesti bersikap seperti apa, bahkan goresan indah yang selalu Sean tunjukkan terasa begitu hambar sekarang.

“Sean, ya ampun. Apa kabar?” Dengan sudut kanan bibirnya yang merangkak naik laki-laki itu menjawab, “Baik.” Dan berselang sedetik diserukan lagi namanya oleh seorang perwira muda. “Si Noah lagi nungguin kamu noh,” ujar Dylan, lalu menoleh ke arah Noah sebagai ganti jari telunjuknya. “Oh iya, hampir aja aku kelupaan,” kata Sean. “Makasih Pak.” Kemudian berlarilah ia menghampiri temannya dengan senyum mengembang tanpa lagi berpamitan kepada ketiga polisi di sana.

***

Hitam&Putih : Benang yang PutusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang