2.11

2 1 0
                                    

Kemudian ....

“Sakit gak pukulanku?”

Dia menggeleng. “Enggak,” kata Sean. “Makanya aku langsung praktik di wajahmu.” Anjrit.

“Sudah lihat, kan? Gimana menurut kalian?” Inspektur Aiden lekas memotong pembicaraan, sedangkan ketiga rekan kerjanya masih tampak tersenyum simpul menahan tawa melihat candaan Sean dan Noah.

“Gimana?” ucap Noah. “Videonya ... bagus?”

“Bukan—” Dan nafas Aiden seketika menyembur keluar melihat wajah polos mereka yang tampak kebingungan.

“Langsung ke intinya aja Pak,” bisik Axel seraya memutar laptop di meja hingga menghadap lagi ke arahnya. Membuat pria di sampingnya itu seketika mengangguk. “Kamu ada keperluan apa di TKP kemarin, Sean?” tanyanya.

“Gak penting banget sih, aku cuma mau ambil ini ....” Butir-butir pil obat dalam botol kuning kecil pun menimbulkan suara sekejap tempatnya bertemu dengan meja, membiarkan ia sejenak jadi pusat perhatian bagi para penegak hukum yang melengung tanpa suara.

“Kalau Paman bisa langsung nemuin mungkin aku gak bakal ke TKP,” terang Sean, yang seketika menjadikan keempat polisi di sana kontan bertanya-tanya. “Maaf atas keteledoran kami. Tapi jika boleh tahu, obat apa itu?” tanya Aiden, membuat laki-laki di hadapannya kini membentangkan sebuah senyuman.

“Buat apa tahu, pas pemakamanku nanti Paman juga gak bakal datang.”

“Sean!”

***

Hitam&Putih : Benang yang PutusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang