Dah kubilang, sider disini kaya setan semua, bebal banget juga, pantes aja banyak author di wp pada pindah ke KaryaKarsa, atau ke apk berbayar, soalnya disini pada gak mau ngehargain.
Mending di KaryaKarsa ada uangnya, lah disini, udah gratis, gak sadar diri lagi buat ngasih dukungan, sekedar vote doang padahal.
Udalah ya, vote diawal atau diakhir chapter.
200 vote dan 55 komen, ayo penuhin, mana tau bisa double up, tapi kalau sider masih berulah, yaaaa, apa mau dikata.
Ali-Rainy
Pagi di hari minggu adalah pagi kesukaan Ali, pasalnya dia bisa menghabiskan waktu bersama Rainy lebih banyak.
Ali tak tidur setelah Salat Subuh, dia sudah sibuk berkutat di dapur, ingin membuat sarapan dan kue untuk Rainy.
Semalam, di malam minggu nya, mereka melakukan malam panas lagi, buktinya sekarang leher dan tengkuk Ali penuh dengan cupang tanda cinta mereka.
Pagi ini Ali memakai kaus oversize warna hitam, dengan celana pendek selututnya, tak lupa apron pink gambar kelinci kesukaannya dia pakai juga.
Rencana nya Ali mau masak ayam lada hitam sama waffle untuk sarapan, dan saat ini Ali lagi sibuk memotong-motong paprika hijau dan bawang bombai.
Memasak sambil hafalan adalah kesukaan Ali, jadi dia sekalian mengulang hafalannya.
Hafalannya saat ini adalah Al-Mulk dan Al-Waqiah.
Untuk pekerjaannya sebagai editor, Ali masih mengerjakannya saat malam sebelum tidur.
Saat sedang fokus memasak, Ali menegang kaget saat sebuah tangan melingkar dipinggangnya, sontak dia segera berbalik dan mendorong orang yang hendak memeluknya itu.
Sampai tangan orang tersebut terkena pisau yang Ali pakai saat ini.
Bukan apa, Ali punya reflek yang cepat saat seseorang hendak menyentuhnya.
Ali juga gak suka pinggangnya disentuh sembarangan, itu adalah titik tersensitifnya.
Deru napasnya begitu cepat, wajah Ali pucat dengan tangan yang masih memegang pisau, tampak bergetar.
"Ali.." Ali seolah tersadar, dia melotot kaget kala melihat punggung tangan Rainy mengeluarkan darah.
"Kakak!? Ya Allah maafin Ali, Ali kaget kak, Astagfirullah darahnya netes, ayo sini Ali obatin." Ali berujar panik, dia meletakan pisau tadi dan mematikan kompor.
Hendak membawa Rainy untuk diobati, namun Rainy menolak dan menggeleng.
"Enggak usah, aku bisa sendiri." nada suara Rainy begitu tenang, namun membuat Ali takut.
Mungkin Ali belum tau, kalau sebenarnya Rainy tidak suka ditolak, apalagi saat dia ingin bermanja-manja dan memeluk seseorang.
Dan tadi Ali menolak pelukannya bahkan terlihat waspada, itu menyentil harga diri Rainy.
"Kak, Kak Rainy biar Ali aja yang obatin." Ali benar-benar panik, dia berjalan cepat mengejar Rainy yang berjalan pergi menuju ruang kerja.
Langkah kaki Rainy begitu tenang, tapi Ali takut untuk mengejarnya.
"Kak, tunggu." Ali menahan ujung piyama yang Rainy pakai, dan penolakan yang Rainy berikan membuat jantung Ali berdenyut perih.
Rainy menepis tangan Ali, sedikit berbalik menatap Ali tajam "Aku, bisa obati sendiri, apa kamu gak paham sama kata-kataku barusan?" nada suaranya begitu dingin.
Ali takut, dia menggeleng pelan dan menunduk sedih "Maaf..Ali gak sengaja kak, Ali gak maksud buat nolak pelukan kakak, tadi itu Ali-"
"Berisik."
Deg!
Ali semakin menunduk, dua tangannya saling bertautan dengan wajah memerah menahan tangis, Ali menggigit bibir bawahnya.
"Urus saja urusanmu, Ali."
Meninggalkan Ali yang masih ditempat, Rainy berlalu menuju ruang kerja nya. Dia jadi gak mood untuk berduaan sama Ali, nampaknya jadwal datang bulannya semakin dekat.
Hal seperti ini saja bisa membuatnya emosi, sebenarnya Rainy tak berniat berkata seperti itu, tapi emosinya saat menuju datang bulan memang sulit dikontrol.
Ali berjongkok dan menutup wajahnya dengan telapak tangan, bahunya bergetar pelan.
"Hiks..Ali salah..maafin Ali..hiks.."
Tampaknya minggu ini adalah hari terburuk dalam hidup Ali.
.....
Sudah ber jam-jam Rainy tak keluar dari ruang kerja nya, belum sarapan dan belum makan siang.
Padahal Ali udah ngetuk pintu itu berulang kali tapi tetap tak ada jawaban.
Ali duduk di kursi makan sendirian, sepi, Ali jadi sedih lagi.
Bibirnya melengkung kebawah, dengan ujung hidung yang memerah.
"Kak Rainy..Ali minta maaf.." lirihnya bergetar, kedua tangannya berada diatas pahanya sendiri, air matanya jatuh membasahi punggung tangan Ali.
Krieet.
Ali mendongak saat suara kursi bergeser didepannya, dia menyeka air mata dan berusaha untuk tersenyum.
"Kak, biar Ali siapin nasi nya ya."
"Gak perlu."
"Ng.."
Ali kembali bersedih, bibirnya bergetar pelan, tak lama isakan terdengar lebih jelas.
"Maaf..hiks..Ali minta maaf kak..maaf..hiks..jangan marah sama Ali..jangan diam in Ali..Ali ngaku salah..maafin Ali..maaf..hiks..jangan gini lagi.." isaknya pilu.
Dia menyeka air matanya dengan punggung tangan, menatap Rainy memelas dan sedih.
Bisa dilihat bulu mata lentiknya basah akan air mata.
Rainy hanya diam, dia memilih makan tanpa memperdulikan tangisan Ali.
Tak mendapat respon dari Rainy justru membuat hati Ali semakin sakit, hati Ali begitu sensitif dan lembut.
Dia gak mau diginiin, gak mau dicuekin Rainy.
"Kak.." isaknya.
"Kak Rainy.."
Rainy tak menjawab, masih tenang dan menikmati makanannya.
"Kakaaaaak..hiks..Kak Rainyyyy!"
Ali terus memanggil Rainy namun wanita itu hanya diam, sampai akhirnya Rainy selesai makan dan berlalu pergi sambil membawa piring kotornya.
Meninggalkan Ali sendiri di meja makan.
Tangisan Ali semakin kuat, tapi Rainy tak perduli, memilih pergi ke ruang kerja lagi.
Kasihan, masalah sepele seperti ini saja bisa menjadi masalah rumah tangga.
🌽Bersambung🌽
KAMU SEDANG MEMBACA
Softie Husband [End]
RomancePernikahan muda yang tak akan Ali sesali, tak perduli pada cemohan orang disekitarnya, yang pasti Ali Habinayah sangat mencintai istrinya, Rainy Kirana. Ali tidak terpaksa menikah muda, nyata nya dia sudah meyakinkan diri akan pernikahan ini, dijodo...