Part sebelumnya vote jimplang banget, sider makin gak sadar diri, udah gak bantu komen, gak bantu vote pula tuh.
Udalah yah, minimal bantu vote, vote sebelum atau sesudah baca, jangan langsung cabut gitu dong.
200 vote dan 55 komen, 200 vote aja padahal, tapi buat neken vote kayanya berat banget. Heran.
Ali————————Rainy
Buliran air mata terus turun dari kedua mata Ali, dia tak bersuara sedikitpun, bahkan saat teman-temannya datang pun dia hanya diam.
Hanya duduk dikursi sebelah kasur inap yang Rainy tiduri, keadaan Rainy bisa dikatakan agak kritis karena pukulan yang didapat dibagian kepala dan punggung.
Walau begitu, kata Dokter Rainy bisa sadar dalam beberapa jam kedepan.
"Ali, lo yang sabar ya. Kak Rainy pasti sadar kok, lo harus nunggu sebentar lagi." tutur Zava sembari mengelus bahu Ali.
Ali menyeka air matanya, lalu mengulas senyum lirih "Terima kasih, aku harap juga begitu." bisiknya serak.
Mereka tak pernah melihat Ali serapuh ini, terakhir kali adalah saat Rainy memergoki Ali di club, setelahnya baru ini.
Kendrik diam, dia tak tega, tapi dia terpaksa untuk diam karena ini bukan urusannya.
Dia hanya menjalankan apa yang harus dia lakukan.
"Kami pulang dulu ya, lo harus tegar." ujar Arey.
Anggukan Ali berikan, setelah teman-temannya pulang, Ali menggenggam tangan Rainy yang tidak diinfus, tangan sebelah kiri nya, mengecupnya lembut.
"Kak...Ali terima apapun yang terjadi setelah ini, Ali bakal tanggung jawab atas apa yang Ayah Ali perbuat, kalau kakak mau ngehukum Ali setelah ini, Ali ikhlas." bisiknya pilu.
Air mata kembali mengalir membasahi punggung tangan Rainy, ini cobaan, benar, Ali harus kuat menghadapinya.
Tadi orang tua Rainy sudah datang, mendengar pengakuan Ali tentang masalah utama, keduanya marah, bahkan ibu mertua Ali menamparnya kuat karena emosi.
Tapi Ali sudah berlutut meminta maaf atas nama ayahnya, Ali memohon untuk tidak dipisahkan dari Rainy.
Syukurnya, mertua Ali memberikan dia kesempatan lagi, karena ini bukan murni salah Ali.
Senyum sendu Ali berikan, mata sayu yang begitu kehilangan, tatapan mata hampa akan ketakutan.
"Kak, sekarang tujuan hidup Ali cuma 1, bahagia sama kakak, cuma itu."
Elusan Ali berikan ke pipi Rainy, berharap sang empu membuka mata karena ada seseorang yang begitu merindu.
"Aku cinta sama kamu Rain, jangan tinggalin aku.." bisiknya tulus dan penuh harapan.
Ali harus kuat, dia bisa bertumpu pada Tuhan yang dia miliki, Ali yakin semua cobaan tidak akan melewati batas kemampuan yang Ali punya.
....
Lantunan ayat Al-Qur'an begitu merdu di dalam ruang inap rumah sakit, jam 3 malam, Ali yang sudah mandi dan berganti pakaian, sudah selesai Salat Tahajud lalu melanjut pada bacaan Al-Qur'an.
Dia membaca Al-Qur'an di kursi sebelah kasur, dengan masih memakai sarung dan baju koko.
Rambutnya basah akan air wudhu tadinya.
Nada suara Ali saat membaca Al-Qur'an begitu lembut dan halus, tak akan mengusik siapapun yang mendengarnya.
Bahkan, bacaannya disambut baik dengan sadarnya Rainy dari tidurnya.
Tapi Rainy hanya diam, dia mendengarkan lantunan Ayat Suci Al-Qur'an yang orang disebelahnya baca.
Tatapan mata Rainy begitu sayu dan lemah, tapi bacaan yang orang itu lantunkan, begitu mendamaikan hati Rainy.
Rainy tetap diam, sampai akhirnya orang yang mengaji tadi menatap kearahnya, dengan tatapan shock sekaligus senang.
Dia menutup Al-Qur'an nya perlahan lalu meletakannya di nakas sebelah kasur.
"Kak, ada yang sakit? Alhamdulillah akhirnya bangun juga.." tuturnya lembut penuh rasa syukur.
Ali segera menekan tombol merah diatas kasur, dia menggenggam tangan Rainy dan menciumnya lembut.
"Kakak mau minum?" tanya Ali halus.
Anggukan Rainy berikan, dia melihat remaja itu menuangkan air putih dari teko ke dalam cangkir, lalu membantu nya minum secara perlahan.
"Udah.."
Ali menarik cangkir itu dan meletakannya di nakas, lalu menatap Rainy penuh kasih sayang.
"Ada yang sakit?" tanya Ali pelan.
"Enggak..cuma.."
"Cuma? Cuma apa kak? Kakak laper?"
"Bukan gitu, kamu adiknya siapa? Aku enggak ngerasa punya adik, dan, Jiwa mana? Dia selamatkan?"
Ali terhenyak mendengar nama Jiwa, Ali sudah tau kalau Rainy pernah kecelakaan dan kehilangan memorinya di usia 18 kebelakang.
Dan ada kemungkinan memori itu kembali jika ada benturan dikepala Rainy.
"Aku, bukan adik siapapun, aku Ali Habinayah, suami kakak." ujar Ali pelan dan tenang.
Rainy menaikan sebelah alisnya, lalu terkekeh pelan "Maaf tapi, aku gak minat sama anak-anak, bisa panggilin orang tua aku? Aku gak kenal kamu soalnya." Rainy tersenyum pada Ali.
Senyuman yang terasa asing, Ali tidak suka tatapan itu.
"Kak, Aku suami kakak, Ali."
"Aku gak kenal, aku juga belum nikah, aku nantinya nikah sama Jiwa, bukan sama kamu."
"Kak, jangan gitu..ini Ali kak.."
"Maaf, tapi bisa panggil orang tua aku aja?"
Ali berdiri, tenaganya seolah tak ada, dia memegang dahinya pelan lalu tertawa seolah tak percaya pada apa yang terjadi.
"Haha, gila..aku bisa gila kalau kaya gini." racau Ali.
Rainy hanya diam terheran, sampai akhirnya Suster masuk ke dalam, Ali keluar dengan lemas dan lunglai.
Jiwa, ini pasti ada hubungannya sama Jiwa.
Ali yakin Jiwa ada dibalik semua ini, Ayahnya tidak segila itu memaksanya untuk nikah lagi, dan tidak sejahat itu memerintahkan preman untuk menyiksa Rainy.
Pasti ada sesuatu yang tidak Ali tau tentang Jiwa, dia lebih berbahaya dari yang Ali duga.
🌽Bersambung🌽
KAMU SEDANG MEMBACA
Softie Husband [End]
RomancePernikahan muda yang tak akan Ali sesali, tak perduli pada cemohan orang disekitarnya, yang pasti Ali Habinayah sangat mencintai istrinya, Rainy Kirana. Ali tidak terpaksa menikah muda, nyata nya dia sudah meyakinkan diri akan pernikahan ini, dijodo...