"Atas nama Ravania Sajani?"
Gadis pemilik nama Ravania Sajani tersebut mengangguk. Dalam hati sedikit bertanya mengenai kurir ojek online yang mengantarkan makanan ke kostnya. Padahal, ia tak merasa memesan apapun.
"Saya gak pesan apa-apa, pak. Ini dari siapa? Sudah dibayar?"
"Tapi ini memang untuk mbak Ravania. Sudah dibayar."
"Serius, pak? Tapi saya beneran gak lagi pesan apa-apa. Bapak mungkin salah alamat."
"Benar kok, mbak. Orderan ini memang untuk mbak Ravania."
Ravania bimbang. Ia tak ingin menerima makanan tersebut, tapi ia merasa tak enak dengan kurir ojol yang sudah bersusah payah mengantarkan makanan padanya. Jika diterima, ia takut jika ada maksud terselubung di dalamnya. Lagipula, pengirimnya saja tidak jelas siapa.
"Ya udah, pak. Saya terima, sampaikan terima kasih saya pada siapapun yang order buat saya."
"Sama-sama mbak, akan saya sampaikan."
Selepas kepergian ojek online tersebut, Ravania kembali masuk ke dalam rumahnya. Pikirannya masih bergelut menebak siapa gerangan yang mengirimkannya makanan. Memang waktu sudah menunjukkan jam makan siang.
"Siapa, Van?"
Pertanyaan itu menyadarkan Ravania dari lamunannya. Ia mengangkat plastik berisi makanan yang berada di tangannya.
"Kamu gak pesan makan,kan?"
"Aku gak pesan makan. Memangnya kenapa?" tanya Silvia. Sahabat Ravania yang kebetulan memang satu kost dengannya.
"Ada ojol yang nganter makanan, tapi atas namaku. Padahal aku gak pesan apa-apa. Aneh banget gak sih?"
"Gak aneh. Bukan sekali dua kali kamu dapat makanan mendadak seperti ini. Kamu juga sering dapat kiriman bunga ataupun barang lain entah dari siapa."
"Aku takut," cicit Ravania dengan lirih.
Silvia merebut plastik makanan di tangan Ravania. Ia meneliti isinya. Ternyata 2 bungkus nasi Padang dengan tampilan yang menggiurkan.
"Lagipula bukannya kamu malah jadi untung? Gak perlu keluarin uang lebih buat makan siang. Selagi orang itu gak membahayakan, kenapa harus takut?"
"Ya kamu bayangin aja jadi aku. Tiba-tiba selalu dikirimi makanan waktu makan siang, terus ada mas-mas kurir yang nganter bunga, jam tangan, ataupun barang lain, padahal aku gak pesan apa-apa."
"Mungkin itu dari penggemar rahasia kamu."
Silvia terlihat berjalan ke dapur. Mengambil 2 piring dan sendok untuk memindahkan nasi Padang.
"Penggemar rahasia apaan. Gak mungkin orang jelek kayak aku punya penggemar."
"Ck. Kamu itu cantik, Van. Sampai kamu bilang jelek lagi, aku usir kamu dari kost ini."
"Kayak yang punya kost aja."
"Udah-udah, ayo makan. Rezeki gak boleh ditolak."
"Yakin?"
Ravania mengamati Silvia yang terlihat nikmat melahap nasi Padang. Sejujurnya ia merasa ingin mencicipinya. Sudah lama ia tak memakan nasi Padang yang menjadi salah satu makanan favoritnya. Namun, ia masih diliputi keraguan.
"Astaga, Van. Lihat ini aku, gak kenapa-kenapa,kan? Lagipula aku yakin yang ngirim ini orang yang sama kayak sebelum-sebelumnya. Dan kita gak kenapa-kenapa. Santai aja."
"Oke."
[unpredictable couple]
Menjadi anak perantauan bukan hal yang mudah bagi Ravania. Apalagi ia merupakan anak bungsu yang terbiasa dimanja dengan kedua orang tua dan kakak laki-lakinya.
Namun, semenjak memutuskan untuk melanjutkan kuliah di kota yang jauh dari orang tuanya, Ravania bertekad untuk bisa mandiri. Setidaknya ia bisa berdiri sendiri dengan kakinya di kota perantauan ini. Tak ada lagi Ravania yang manja. Tak ada lagi Ravania yang selalu menempel dengan orang tuanya. Dan tak ada lagi Ravania yang merengek minta apa-apa.
Beruntung setelah diterima di salah satu universitas di kota Jakarta, Ravania bertemu dengan Silvia yang sama-sama anak perantauan. Merasa Silvia akan menjadi teman yang mengerti dirinya, Ravania pun mengajak Silvia untuk tinggal satu kost dengannya. Selain untuk meringankan biaya kost yang mahal, Ravania juga tidak akan kesepian.
Waktu 5 bulan nyatanya tak membuat Ravania mampu beradaptasi dengan lingkungan baru. Terkadang ia masih merasa merindukan kampung halamannya yang berada di Yogyakarta. Merindukan kedua orang tua yang selalu ada untuknya. Dan merindukan kakak laki-lakinya meskipun telah menikah.
Jika merasa merindukan rumahnya, Ravania akan menangis diam-diam di kamarnya. Nyatanya, tinggal di perantauan tak seindah yang ia bayangkan. Ia harus terbiasa dengan kerasnya kota Jakarta. Jika tidak mengingat cita-citanya, mungkin Ravania akan menyerah lebih dulu dan memilih kuliah di Yogyakarta.
"Kok nangis? Kenapa?"
Lamunan Ravania tentang keluarganya buyar saat merasakan sebuah tangan yang menepuk bahunya.
Ia mengusap air mata yang ternyata mengalir membasahi pipinya. "Gak papa. Aku cuma kangen sama rumah."
Silvia yang melihat Ravania menangis hanya mampu menenangkan. "Nanti libur semester kan bisa pulang."
Ravania mengangguk. Ia berbalik untuk menghadap ke arah Silvia yang berdiri.
"Besok kamu ada kelas?"
Ravania dan Silvia memang bukan berasal dari jurusan yang sama. Jika Ravania berada di jurusan Psikologi, maka Silvia mengambil jurusan Hukum.
"Aku ada kelas siang. Kamu?"
"Gak ada kelas. Tapi kayaknya aku besok mau ngerjain tugas di Cemal-Cemil."
Cemal-Cemil merupakan sebuah cafe yang letaknya tak jauh dari kost. Dengan harga yang aman untuk kantong anak perantauan seperti Ravania dan Silvia. Cemal-Cemil menjadi tempat yang paling sering mereka kunjungi saat tidak ada kelas.
"Sendiri? Atau sama Adimas?"
Ravania berdecak. "Aku sama Adimas waktu itu gak sengaja ketemu."
"Siapa tahu kalian ada something beneran. Kayaknya si Adimas juga suka kamu kok. Kelihatan dari gesturnya."
"Terserah, aku mau fokus sama pendidikan."
Silvia terkekeh. "Hati-hati lho, nanti jilat ludah sendiri."
TBC
════ °❀•°✮°•❀°═════Note:
Cerita ini update setiap hari ya, bisa 1 atau 2 part. Dan fyi ceritanya udah aku ketik sampai end, tinggal publish aja🫶🏻🫶🏻🫶🏻
Jangan lupa tinggalkan vote dan komentarnya.Jika berkenan, boleh tolong bantu share dan rekomendasi ke teman² supaya cerita ini banyak pembaca dan pendukungnya 💗💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable Couple
RomanceDi umur ke 26 tahun ini, Cakara Dewandaru atau yang kerap disapa Caka belum juga menemukan tambatan hatinya. Desakan perihal pernikahan selalu membuatnya lelah dan muak. Hingga suatu saat, ia berhasil menemukan seorang perempuan yang mampu menggeta...