24. Twenty Four

8.4K 572 2
                                    

“Ada apa, Bu?”

“Ini lho, Bapakmu mau ngomong penting.”

“Ngomong penting apa? Kenapa gak ngomong kemarin pas ketemu?”

“Bapak lupa katanya.”

Ravania menghela nafas panjang. Perasaannya mendadak tak nyaman. Tiba-tiba ketakutan melingkupi hatinya saat menerka-nerka apa yang ingin dibicarakan oleh orang tuanya.

Van, ini Bapak.”

“Ah iya. Bapak mau ngomong penting apa?”

“Waktu itu ada laki-laki yang datang ke rumah buat minta kamu jadi istrinya.”

“Maksudnya? Ngelamar aku?”

Perasaan Ravania semakin tak tenang. Ia menggigiti kukunya saat tak kunjung mendapat balasan dari Bapaknya.

“Iya. Dia lamar kamu.”

“Terus Bapak jawab apa? Bapak tau kan aku udah punya pacar di sini? Dan kita juga rencana mau nikah.”

“Bapak terima niat baik dia. Bapak juga tau kamu punya pacar di sana, tapi apa mungkin pacarmu itu bakal serius? Secara sampai sekarang belum ada tanda-tanda dia mau datang ke rumah.”

“Pak----”

3 hari lagi kamu pulang buat ketemu sama dia. Jangan nunggu yang gak pasti, nanti susah cari jodoh.”

Ravania langsung mematikan telpon sepihak. Tangisnya tak dapat dibendung lagi.

Ia tak menyangka jika orang tuanya akan memutuskan keputusan sepihak tanpa berunding terlebih dahulu dengannya.

Apalagi ditambah akhir-akhir ini Caka sulit dihubungi. Ia semakin dilanda ketakutan. Takut jika ternyata selama ini Caka juga mempermainkannya. Takut jika ia menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya.

Mas Caka

Mas?
Mas sibuk?
Bisa ketemu sebentar gak? Ada hal penting yang mau aku omongin.
Please, kalau buka hp bales chatku ya

Maaf sayang, aku lagi sibuk banget akhir-akhir ini. Mau ngomong apa? Gak bisa lewat chat aja?

Gak bisa mas, ini penting banget🥺

Tak ada balasan lagi dari Caka. Melihat itu Ravania semakin bingung. Ia tak tau harus melakukan apa untuk memberitahu Caka tentang keinginan keluarganya.

~|Unpredictable Couple|~

Di malam harinya, Ravania berdiam diri di kamar. Melamun melihat langit malam melalui jendela kamarnya.

“Van?”

Panggilan dari Silvia ia abaikan. Sebenarnya ia tak ingin diganggu oleh siapapun. Tapi jika seperti itu, ia merasa terkesan egois.

“Makan dulu, ayo. Kami terakhir makan siang tadi lho. Gak laper emang?”

Ravania menggeleng lesu. “Aku gak laper sama sekali, Sil.”

“Tapi perut kamu pasti kosong. Makan ya, sedikit aja gak papa. Yang penting perut kamu keisi.”

Ravania menoleh dan mendapati Silvia yang berdiri seraya membawa nampan berisikan makanan.

Unpredictable CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang