"Ravania, gue suka sama Lo. Lo mau gak jadi pacar gue?"
Ravania menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Matanya mengedar untuk melihat sekelilingnya yang ramai. Teman sekelasnya menyoraki tindakan Juna saat menyatakan perasaan padanya.
"Terima."
"Terima."
"Terima."
Ravania lalu menatap Juna yang masih menekuk salah satu kakinya seraya membawa sebuket bunga. Jujur ia merasa malu saat ini. Apalagi tak sedikit yang mengabadikan lewat ponsel.
"Juna berdiri!" ucapnya dengan berbisik.
Juna mengerjap. Kemudian kepalanya menggeleng. "Lo mau nerima gue, kan?"
"Ayo ikut aku ke luar dulu, nanti aku jawab."
Ravania langsung menarik tangan Juna keluar. Ia mencari tempat sepi yang jauh dari hiruk pikuk mahasiswa ataupun mahasiswi yang berlalu lalang.
Setelah merasa tempat yang dipilihnya aman, Ravania langsung mendongak untuk melihat Juna yang lebih tinggi darinya.
"Maaf sebelumnya, Juna. Aku gak bisa jadi pacar kamu," jawabnya dengan nada penuh rasa bersalah.
Ravania bisa melihat raut wajah Juna yang kecewa.
"Kenapa? Apa karena Lo udah punya pacar?"
"Aku gak punya pacar."
"Terus kenapa Lo nolak gue?"
"Aku gak punya perasaan apa-apa sama kamu, lagipula aku mau fokus buat kejar pendidikan. Aku gak mau pacaran."
"Gue bisa buat Lo punya perasaan sama gue. Dan gue janji gak akan membebani pendidikan Lo, Ravania."
"Juna, please!"
Juna menghela nafas panjang. "Oke. Sorry kalau maksa Lo buat jadi pacar gue," katanya dengan senyum kecut. Ia menatap Ravania dengan tatapan sendu.
"Maaf Juna, maaf kalau aku nyakitin perasaan kamu, aku yakin kamu bisa dapat perempuan yang lebih baik dari aku. Kamu laki-laki sempurna, pasti banyak perempuan yang suka sama kamu."
Juna tersenyum. Satu hal yang membuat ia begitu menyukai Ravania adalah karena gadis itu begitu baik dan berbeda dari perempuan zaman sekarang. Ravania begitu sempurna. Dan laki-laki yang nantinya menjadi suami Ravania pasti akan beruntung.
"Gue boleh peluk Lo? Sekali aja."
"Oke."
Juna langsung mendekap tubuh mungil Ravania dengan erat. Ia menghirup dalam-dalam wangi Ravania yang akan selalu ia kenang selamanya. Merekam dalam ingatannya segala hal tentang Ravania. Meskipun rasanya sedih karena Ravania tak menerima perasaannya, namun Juna menghargai keputusan Ravania.
10 menit berlalu, Juna baru melepas rengkuhannya di tubuh Ravania. Tangannya terulur mengacak surai Ravania.
"Kita masih bisa berteman, kan?"
Ravania mengangguk. Dan Juna merasa dunianya akan baik-baik saja karena Ravania masih mau berinteraksi dengannya.
~|Unpredictable Couple|~
"Kamu ditembak Juna ya?"
"Kalau aku ditembak Juna mana mungkin aku masih ada di sini. Harusnya aku udah di surga."
"Ravania!" pekik Silvia geram. Ia memukul bahu Ravania dengan kesal. Sedangkan Ravania hanya mampu tertawa melihat kekesalan Silvia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable Couple
RomanceDi umur ke 26 tahun ini, Cakara Dewandaru atau yang kerap disapa Caka belum juga menemukan tambatan hatinya. Desakan perihal pernikahan selalu membuatnya lelah dan muak. Hingga suatu saat, ia berhasil menemukan seorang perempuan yang mampu menggeta...