05. Five

14.2K 825 1
                                    

“Yah bocor.”

Perkataan itu keluar dari mulut Ravania saat melihat ban motornya yang kempes. Ia menghela nafas panjang. Tatapannya mengedar mencari bengkel terdekat. Panas yang terik membuatnya berdecak.

Namun sepertinya keberuntungan sedang tak berpihak pada Ravania,  sebab ia tak menemukan adanya bengkel di sekitar. Hanya ada toko-toko yang saling berjejeran.

Ravania merutuk dalam hati. Padahal tadi motornya baik-baik saja. Tapi kemalangan memang tak mengenal tempat. Motor yang baik-baik saja ternyata mengalami kebocoran bahkan saat baru keluar sedikit dari gerbang kampus.

Wajah Ravania mendongak kala mendengar suara deru mobil yang berhenti di dekatnya. Begitu kaca diturunkan, ia bisa melihat seorang laki-laki yang dikenalinya. Sejenak matanya membulat karena terkejut.

“Ravania?” Laki-laki tersebut nampaknya juga terlihat terkejut. Tak lama Ravania bisa melihat dia melepas sabuk pengaman dan membuka pintu mobil.

“Kenapa sama motornya?”

“Bannya bocor, mas.”

“Di sekitar sini gak ada bengkel, adanya di depan sana.”

“Yah terus gimana dong?”

“Saya bantu antar ke bengkel. Sebentar, saya parkir mobil dulu.”

Sebelum laki-laki itu kembali ke mobil, Ravania lebih dulu mencekal pergelangan tangannya. “Gak usah, nanti saya ngerepotin Mas Caka lagi,” tolaknya dengan nada sehalus mungkin.

Ya, laki-laki yang kini berada di depan Ravania adalah Caka. Sungguh kebetulan yang tak terduga, bukan?

“Santai, gak ngerepotin sama sekali kok.”

Setelah itu, Ravania melepas cekalan tangannya. Ia bisa melihat Caka yang memarkirkan mobilnya di parkiran sebuah supermarket. Setelah itu, Caka menyebrang untuk kembali menghampiri Ravania yang masih berdiri di samping motornya yang bocor.

“Kamu baru pulang kuliah?”

“Iya, mas.”

Caka mengambil alih motor Ravania untuk didorong. Ravania pun membantu Caka mendorong motor tersebut. Lagi-lagi ia kembali merepotkan Caka.

“Gak usah bantu dorong, nanti kamu capek,” kata Caka seraya menoleh ke belakang. Ia bisa melihat wajah Ravania yang kelelahan. Hatinya merasa tak tega.

“Mas Caka nanti juga capek kalau dorong sendiri.”

Caka tersenyum tipis. “Saya kan laki-laki, cuma dorong motor kayak gini gak akan buat saya capek.”

“Gak papa, saya bantu dorong. Kan ini juga motor saya.”

“Dibilangin ngeyel banget,” gerutu Caka yang tak ditanggapi oleh Ravania.

Tak terasa kini mereka telah sampai di sebuah bengkel yang cukup besar. Bengkel tersebut juga terlihat ramai.

Caka dan Ravania duduk di kursi panjang yang memang digunakan untuk menunggu.

“Kayaknya bakal lama deh mas,” ucap Ravania seraya mengamati sekitar. Motornya berada di urutan ke sekian untuk ditambal.

“Gak papa. Kamu ada keperluan penting?”

Kepala Ravania menggeleng. Keduanya sama-sama diam. Ravania sibuk mengamati para montir yang sedang memperbaiki kendaraan dengan lihainya. Sedangkan Caka sibuk mengamati Ravania. Laki-laki itu seakan terhipnotis dengan kehadiran Ravania di dekatnya.

“Mas Caka gak sibuk?”

“Gak sibuk. Kenapa?”

“Kalau Mas Caka sibuk bisa tinggalin saya di sini gak papa. Makasih karena lagi-lagi udah mau saya repotin,” ucap Ravania dengan senyum tulusnya.

Unpredictable CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang