“Aku buat kue buat mas Caka.”
Tangan Ravania terulur menyerahkan paper bag berisi kue yang sudah dibuatnya pagi tadi. Ia berharap Caka mau menerima pemberiannya yang tak seberapa.
“Kamu buat sendiri? Kamu bisa buat kue?” tanya Caka dengan tampang tak percaya. Ia membuka paper bag yang disodorkan oleh Ravania padanya. Setelah melihat isinya, bibirnya tak bisa untuk tak melengkungkan sebuah senyuman.
“Aku bisa.”
“Pasti enak, saya coba ya?”
“Silahkan, mas. Maaf kalau rasanya gak sesuai sama lidah mas Caka.”
Setelah itu, Caka mulai menyuapkan kue yang dibuat Ravania ke mulutnya. Lidahnya mencecap rasa manis yang keluar dari kue tersebut.
“Ini enak banget, kamu pintar bikin kuenya.”
Ravania tak mampu menyembunyikan rona merah di pipinya kala mendengar pujian yang Caka berikan untuknya.
Yang lebih menyenangkan lagi, Caka langsung menghabiskan kue tersebut hingga hanya menyisahkan sedikit.
“Kalau mas Caka mau lagi, kapan-kapan aku bisa buatin,” ucap Ravania.
Caka mengangguk. “Oke, kapan-kapan buatin saya lagi, ya? Mulai sekarang saya bakalan suka banget sama kue buatan kamu.”
Ravania tertawa. Ia menyelipkan rambutnya yang menutupi wajah ke belakang telinga.
“Kamu bisa buat kue apa aja?”
“Rainbow cake, brownies, lava cake, kue bolu, kue kering, kue tart.”
Caka berdecak kagum. “Sejak kapan kamu bisa buat kue?”
“Kelas 1 SMA. Awalnya cuma bantuin Ibu buat bikin kue ulang tahun sepupu aku. Lama-lama malah tertarik buat nyoba resep kue lain.”
Sekali lagi Caka dibuat kagum akan sosok Ravania. Keinginan untuk menjadikan Ravania sebagai pasangan hidupnya semakin tinggi.
“Hari ini kamu gak kuliah?” tanya Caka mencoba mengalihkan topik. Ia menatap Ravania dengan tatapan dalam.
“Gak ada. Makanya aku sengaja chat mas Caka buat ketemu. Sebagai tanda terima kasih aku karena mas Caka selalu bantu aku pas lagi kesusahan.”
“Harusnya kamu gak perlu repot-repot begini, saya ikhlas bantu kamu.”
“Ya tapi tetap aja, aku merasa gak enak kalau gak ngasih apa-apa. Karena aku bisanya cuma bikin kue, akhirnya aku ngasih kue buat mas Caka. Yah, meskipun awalnya aku gak yakin mas Caka bakal nerima.”
“Loh kenapa gak yakin? Saya pasti bakal terima kok.”
Ravania terlihat menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “Mas Caka kan orang kaya, jadi aku gak yakin kalau mas Caka mau makan makanan yang aku buat.”
“Astaga, kenapa kamu bisa punya pemikiran seperti itu, sih? Saya bukan orang yang milih-milih makanan, apalagi kalau itu kamu yang ngasih, pasti akan selalu saya terima. Lain kali jangan sungkan sama saya.”
“Iya, mas. Maaf.”
Caka tersenyum. “Saya boleh tanya sesuatu?”
Meskipun ragu dan takut jika menerima fakta menyakitkan, namun Caka tak ingin tenggelam dalam lautan penasaran.
“Tanya apa, mas?”
“Kamu punya pacar?”
Tubuh Ravania tersentak. Ia menatap Caka yang juga menatapnya dengan pandangan penuh penasaran.
“Aku gak punya pacar. Memangnya kenapa?”
Ada perasaan lega yang melingkupi hati Caka. Akhirnya ketakutannya selama ini terbantahkan akan jawaban Ravania. Ia semakin yakin untuk mendekati Ravania lebih intens lagi.
“Gak papa. Soalnya waktu itu saya sempat lihat di medsos akun gosip kampus kamu, terus lihat video kamu sama laki-laki.”
“Oh itu, aku gak nyangka mas Caka juga lihat video itu.” Ravania terlihat malu.
“Waktu itu ada yang nyatain perasaan ke aku, tapi aku tolak.” lanjutnya.
“Kenapa kamu tolak?”
“Aku mau fokus ke pendidikan dulu. Mau nyenengin Bapak sama Ibu. Terus jadi orang sukses, baru mikir punya pacar.”
Caka menganggukkan kepalanya paham. “Kalau ada laki-laki yang serius sama kamu gimana?”
“Serius dalam hal?”
“Hubungan serius, misalnya kayak ngajak kamu nikah di saat kamu masih kuliah. Ataupun di saat usia kamu masih muda kayak gini.”
Ravania mengetuk dagunya dengan jari. Kepalanya memikirkan jawaban yang pas untuk menjawab pertanyaan dari Caka.
“Dulu emang aku pernah punya keinginan buat menikah muda, tapi setelah dipikir-pikir kayaknya aku harus ngejar karir dulu baru nikah. Kata Ibu kalau semisal wanita berpendidikan itu mudah cari pasangan, dia bakalan milih siapapun yang dia mau. Jadi, kalau ada yang mau serius sama aku harus nunggu lulus kuliah dulu,” jawab Ravania dengan diakhiri tawa.
Caka tersenyum kecil. Jawaban Ravania cukup masuk akal dan dapat ia terima. Baik, dia akan menunggu Ravania. Waktu 2 tahun pasti akan terasa cepat jika dilalui bersama Ravania. Atau, ia akan meyakinkan Ravania lebih keras lagi.
~|Unpredictable Couple|~
“Kalian ngomongin apa aja?”
Kedatangan Caka langsung disambut oleh pertanyaan yang dilontarkan Satria.
“Bukan apa-apa,” jawab Caka dengan acuh. Ia membuka kulkas dan mengambil minuman dingin untuk diteguk. Cuaca hari ini terasa panas. Hingga rasanya Caka ingin berendam dengan air es.
“Serius. Kayaknya kalian lagi deep talk ya?”
“Gue cuma tanya tentang pandangan dia kalau ada yang ngajak serius gimana.”
“Terus? Dia jawab apa?”
“Dia mau fokus nyelesain kuliah dulu baru mau diajak nikah.”
“Lo gak papa? Tetep mau sama dia?”
Pertanyaan Satria yang terkesan meremehkannya membuat Caka menatap tajam.
“Gue cinta sama dia! Cuma gara-gara dia belum mau diajak ke hubungan yang lebih serius bukan berarti gue mundur gitu aja. Gue siap nunggu dia sampai kapanpun, seumur hidup pun gue siap.”
Satria berdecak kagum. Caka benar-benar penuh ambisi jika menginginkan sesuatu.
“Gue doain semoga kalian bener-bener jodoh.”
TBC
════ °❀•°✮°•❀°═════
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable Couple
RomanceDi umur ke 26 tahun ini, Cakara Dewandaru atau yang kerap disapa Caka belum juga menemukan tambatan hatinya. Desakan perihal pernikahan selalu membuatnya lelah dan muak. Hingga suatu saat, ia berhasil menemukan seorang perempuan yang mampu menggeta...