00:09

22.1K 1K 10
                                    

"Apa?" Gevano dan Zae belum berbaikan. Ayah dan anak itu masih melanjutkan sesi gelut mereka sejak Zae main remas-remas mulut Gevano tadi.

Zae menatap lelaki itu dengan tatapan seolah dia bosan melihatnya. Dengan wajah tanpa dosanya kini anak itu menggigit lengan Gevano menggunakan giginya yang baru tumbuh tiga. Dua di atas dan satu di bawah.

Gevano tertawa mengejek. "Hey, Kecil! Gigimu itu baru tiga, mana bisa menyakitiku!" ucap Gevano meremehkan bayi itu.

Zae berdiri kemudian menyeruduk kepala Gevano dengan kepalanya hingga menimbulkan bunyi benturan. Sedetik kemudian, tangis Zae hadir ketika merasakan sakit akibat perbuatannya sendiri.

"Hey, diamlah! Nanti Zoya mengira aku yang membuatmu menangis," ucap Gevano mencoba menenangkan Zae. Lagipula kenapa anak itu nekat, coba? Sudah tau kepalanya ini keras, masih juga di seruduk.

"Zae kenapa?" tanya Zoya panik menghampiri keduanya.

"Mommy," Zae segera merentangkan tangannya kepada Zoya dan kembali menangis.

Zoya terkejut, antara senang dan juga sedih. Senang karena Zae sudah lancar menyebutkan panggilan untuknya dan sedih karena anaknya terus menangis.

"Kenapa, Sayang? Zae kenapa?" tanya Zoya sembari mengusap kepala sang putra. Ketika rambut yang menutupi kening Zae tersikap, barulah Zoya menyadari bahwa kening bayi itu merah.

"Kakak pukul Zae?" tanya Zoya pada Gevano. Pertanyaan itu muncul dari alam bawah sadarnya.

"Aku-"

"Kakak masa sama anak kecil aja dendam, sih? Zae masih kecil, wajar kalau dia nakal sama Kakak! Tapi bukan berarti Kakak harus bales dia juga!" ucap Zoya dengan mata berkaca-kaca. Ia mengira bahwa Gevano membalaskan dendam laki-laki itu akibat Zae memukulnya kemarin.

"Hey, tenangkan dirimu, Zoya. Mana mungkin aku membalas perbuatan anakmu?" ucap Gevano tidak terima atas tuduhan yang Zoya layangkan untuknya.

Zoya tidak membalas ucapan Gevano. Perempuan itu bergegas mengobati kening anaknya dan menenangkan sang putra.

"Aku tidak sekejam itu sampai menyakiti bayi," Gevano menggerutu pelan, meluapkan kekesalannya karena di tuduh oleh Zoya.

***

"Appa! Appa! Appa!" Zea baru mendapatkan kosa kata baru setelah mendengar Jung Wo memanggil ayahnya dengan panggilan 'Appa' yang berarti Papa dalam bahasa Korea.

Park Soo Gun tersenyum kecil seraya mengusap-usap kepala Zea ketika anak itu memanggilnya 'Appa' seperti putra semata wayangnya.

"Anakmu pintar sekali," puji Park Soo Gun pada Zoya yang senang mendengarnya.

"Mereka semakin pintar, Zae sudah lancar memanggilku Mommy dan sekarang Zea memanggil Gun-Oppa dengan sebutan Appa. Maaf kalau Gun-Oppa tidak nyaman," ucap Zoya sedikit merasa tidak enak hati pada lelaki yang lebih tua darinya itu.

"Tidak masalah, aku senang karena merasa memiliki anak perempuan," ucap Park Soo Gun tidak keberatan sama sekali.

"Appa!" Zea jadi kecanduan memanggil ayah dari temannya itu dengan panggilan Appa.

"Appa! Appa! Appa!" Zea bahkan mengatakan itu sambil merangkak kesana-kemari.

"Ya, Zea? Appa di sini," Park Soo Gun menyahuti anak itu begitu senang.

"Appa mam! Appa mam!" Zea kembali mendekati Zoya dan Park Soo Gun sembari memberikan roti yang masih terbungkus rapi pada ayahnya Jung Wo itu untuk di makan.

Married to My Sister's Ex-boyfriend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang