00:08

23.7K 1K 42
                                    

Setelah kejadian tadi, Zoya memilih menidurkan Zea yang mulai rewel. Ia pun tidak berminat bertemu Gevano karena masih merasa sakit hati atas ucapan lelaki itu perihal anak-anaknya tadi.

Kini, tersisa Gevano dan Zae di ruang tengah. Awalnya hanya ada Gevano seorang yang duduk di sofa sembari bermain ponsel, lalu tiba-tiba datanglah Zae yang membawa centong nasi di tangannya. Karena melihat Zae yang ingin naik ke sofa, Gevano pun menaikkan anak itu dan di dudukkan di sampingnya.

"Akh!" Gevano mengerang kesakitan ketika Zae dengan wajah tanpa dosanya memukul kepalanya menggunakan centong nasi yang terbuat dari besi itu.

Zae nyengir lebar, bayi laki-laki itu malah kembali memukul kepala Gevano dengan wajah polosnya.

"Hey, Kecil! Berhenti!" Gevano segera mengambil alat makan itu dari tangan Zae membuat bibir bayi laki-laki itu melengkung ke bawah pertanda dia akan menangis.

"Tidak boleh memukul orang dewasa," ucap Gevano seolah menasihati anak itu.

Zae berdiri hingga Gevano spontan memegangi badan bayi yang baru satu tahun itu agar tidak terjatuh. Kini, rambut hitam Gevano menjadi sasaran jambakan dari tangan kecil Zae.

"Akh!" Gevano mengerang kesakitan saat merasa kulit kepalanya terasa ingin lepas.

"Hehe," Tawa Zae terdengar begitu renyah ketika berhasil mengerjai Gevano. Anak itu mencengkram begitu kuat rambut Gevano dan menariknya sekuat tenaga.

"ZOYA!" Gevano berteriak memanggil Zoya yang menidurkan Zea di kamarnya. Gevano benar-benar tidak tahan lagi menghadapi Zae yang sangat nakal menurutnya.

"Ya, Tuhan bayi ini!" Gevano ingin sekali melepaskan tangannya dari tubuh kecil Zae agar bisa membebaskan kepalanya, namun entah kenapa ada perasaan takut dalam dirinya. Takut Zae terjatuh dan terluka karena posisinya anak itu berdiri di sofa yang ia duduki. Otomatis kalau jatuh, cukup berbahaya.

"Kena-" Zoya tidak jadi bertanya ketika melihat beberapa helai rambut Gevano rontok akibat jambakan maut dari Zae.

"Kepalaku!" Gevano menggaruk kepalanya yang terasa nyeri dan nyut-nyutan. Laki-laki itu menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa seraya mengerang pelan.

Gevano merasa dirinya sangat lebay. Biasanya, mau di pukul orang dewasa sebanyak apapun rasanya tidak akan sesakit ini. Lalu bagaimana bisa anak laki-laki berusia satu tahun lebih itu membuatnya benar-benar kesakitan seperti ini?

"Pasti ayahnya orang yang jahat dan kejam! Anaknya saja sampai seperti itu," cibir Gevano pada Zae yang kini menatapnya dengan cengiran yang menurut Gevano merupakan cengiran maut.

Iya, soalnya ayahnya kamu sendiri! Batin Zoya sembari menahan tawa. Zoya merasa lucu melihat ekspresi Gevano yang terlihat begitu kesakitan.

"Aaa!" Zae mengeluarkan suara seperti menakut-nakuti lelaki itu.

Gevano menatap Zae dengan tajam, sehingga anak kecil itu membalas tatapan lelaki itu tak kalah tajamnya. Jika dilihat melalui ekspresi sedang marah, jelas sekali kemiripan antara Gevano dan Zae.

"Sepertinya saat mengandung kamu membenciku, Zoya," ucap Gevano tiba-tiba membuat Zoya menatapnya penuh tanya.

"Buktinya anak kamu mirip aku. Pasti ayahnya pergi karena wajah anaknya lebih mirip denganku daripada dia," imbuh Gevano dengan kekehan sinisnya.

***

Malam kedua di apartemen Zoya, Gevano kembali disibukkan dengan pekerjaannya. Zoya sudah mengusirnya, tapi Gevano malah seenak jidat meminta asisten laki-laki itu untuk membawakan perlengkapan yang dibawanya ke apartemen ini.

Married to My Sister's Ex-boyfriend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang